BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Bahasa tumbuh dan berkembang karena
kebutuhan manusia untuk berinteraksi.Agar interaksi berjalan lancar dan tidak
terjadi hambatan apalagi kesalahpahaman, diperlukan konvensi dalam memahami
makna bahasa.Meski pada awal pertumbuhannya bahasa bersifat manasuka (arbitrer),
dalam penggunaannya diperlukan konvensi bersama antara pengguna bahasa.Itulah sebabnya
mengapa bahasa bersifat manasuka, dinamis, dan konvensional.Dikatakan manasuka
karena antara lambang dan acuan tidak memiliki hubungan logis.Sifat dinamis
berkaitan erat dengan manusia sebagai penemu dan pengguna bahasa, yakni selalu
melakukan inovasi dalam kehidupannya yang berimplikasi terhadap bahasa yang
digunakannya.Kemanasukaan dan kedinamisan bahasa membuat bahasa tersebut sulit
dipahami oleh manusia tanpa disertai dengan kesepakatan bersama dalam
memberikan makna.Hal inilah yang menyebabkan mengapa bahasa bersifat
konvensional.
Makna, dalam kajian bahasa, menjadi
isu utama karena bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi sejauh bahasa itu
dipahami maknanya. Mengenai makna bahasa ini, Aminuddin (2003) menyatakan bahwa
makna memiliki tiga tingkatan.Pada tingkat pertama, makna menjadi isi abstraksi
dalam kegiatan.
Menurut pandangan Ferdinand de
Sausure, makna adalah “pengertian” atau “konsep” yang dimiliki atau
terdapat pada sebuah tanda linguistik. Menurut de Sausure, setiap tanda
linguistik terdiri dari dua unsur yaitu (1) yang diartikan (Perancis: signifie,
Inggris: signified) dan (2) yang mengartikan (Perancis: signifiant,
Inggris: Signifier). Yang diartikan (signifie, signified)
sebenarnya tidak lain pada konsep atau makna dari suatu tanda bunyi. Sedangkan
yang mengartikan (signifiant, signifier) adalah bunyi-bunyi yang
terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Dengan kata lain, setiap
tanda linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini
adalah unsur dalam bahasa (intralingual) yang biasanya merujuk atau mengacu
kepada suatu referen yang merupakan unsur luar bahasa (ekstralingual).
Dalam bidang semantik istilah yang
biasa digunakan untuk tanda linguistik itu adalah leksem, yang lazim
didefinisikan sebagai kata atau frase yang merupakan satuan bermakna (Hari
Murti , 1982 : 98 dalam Chaer 2007).Istilah lain yang lazim sebagai
satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri dapat terjadi dari morfem tunggal atau
gabungan morfem (Hari Murti, 1982 : 76 dalam Chaer 2007) adalah istilah dalam
bidang gramatikal. Perlu dipahami bahwa tidak semua kata atau leksem itu
mempunyai acuan konkret di dunia nyata. Misalnya leksem seperti agama, cinta,
kebudayaan, dan keadilan tidak dapat ditampilkan referensinya secara konkret.
Para filsuf
dan linguis mempersoalkan makna dalam bentuk hubungan antara bahasa (ujaran),
pikiran, dan realitas di alam.Lahirnya teori tentang makna yang berkisar pada
hubungan antara ujaran, pikiran, dan realitas di dunia nyata dimaksudkan untuk
memberikan penyelesaian mengenai persoalan makna dalam bentuk hubungan antara
bahasa, pikiran, dan realitas di alam.
Dalam hal semantik bahasa tidak mempengaruhi
tentang makna kata, karena semua bahasa berisi hanya satu set kata yang
terbatas. Jadi makna kata dapat diberikan dalam suatu daftar yang terbatas.
Kajian
makna kata dalam suatu bahasa tertentu menurut sistem penggolongan semantik
adalah cabang linguistik yang bertugas semata-mata untuk meneliti makna
kata, sebagaimana asal mulanya, bahkan bagaimana perkembangannya, dan apa
sebab-sebabnya terjadi perubahan makna dalam sejarah bahasa. Banyak bidang ilmu
lain yang mempunyai sangkut-paut dengan semantik, oleh sebab itu makna memegang
peranan tergantung dalam pemakaian bahasa sebagai alat untuk penyampaian
pengalaman jiwa, pikiran dan maksud dalam masyarakat. Bidang semantik terbatas
pada usaha memperhatikan dan mengkaji proses transposisi makna kata dalam
pemakaian bahasa.
Ullman
(1972) berpendapat, apabila seseorang memikirkan maksud suatu perkataan,
sekaligus memikirkan rujukannya atau sebaliknya. Hubungan antara dua hal antara
maksud dengan perkataan itulah lahir makna, oleh karena itu walaupun rujukan
tetap, akan tetapi makna dan perkataan dapat berbeda.[1][1]
Dari begitu kompleknya pembahasan makna dalam semantik, pemakalah hanya akan
membahas salah satu bagian penting dari pembahasan makna yaitu jenis-jenis
makna.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka agar
pembahasan lebih fokus, terlebih dahulu akan dibuat batasan rumusan dengan
mengangkat masalah sebagai berikut:
1.
Apakah yang dimaksud dengan makna ?
2.
Jelaskan Macam-Macam Makna ?
C.
Tujuan
Pembahasan
Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini
adalah sebagai sumber informasi terkait :
1.
Definisi makna
2.
Macam-macam Makna
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN MAKNA
Dalam KBBI makna adalah arti atau
maksud perkataan, bermakna berarti: mempunyai (mengandung) dan memaknai:
memberi makna.[2]
Makna merupakan istilah yang paling
ambigu dan paling kontroversial dalam teori tentang bahasa. Menurut Ogden dan Richards pernah memberikan tidak kurang daripada
16 pengertian bagi perkataan makna yang tedapat dalam buku mereka yang berjudul
“The Meaning ofMeanings”. Antara pengertian yang diberikan termasuk
makna seperti ‘suatu sifat intrinsik, konotasi sesuatu kata, suatu inti, pokok,
suatu kemahuan’, dan ‘emosi yang ditimbulkan olehsesuatu’. Jadi, berdasarkan
pengertian yang dinyatakan oleh Ogden dan Richards, maka kita akan fahami
bahawa arti makna cukup menarik tetapi rumit sekali untuk memahami maksud kata
makna.[3]
Dalam kajian
linguistik, makna adalah salah satu persoalan yang dapat dikaji secara
mendalam, untuk mengkaji makna tersebut yang digunakan adalah semantik.[4]
Hal ini sesuai dengan pernyataan Lyons bahwa semantik adalah pengkajian tentang
makna. Senada dengan lyons, Mujahid juga mengatakan tema tentang hubungan lafal
dan makna berada pada posisi di mana ilmu dalalah merupakan dasar untuk
mengetahuinya.
Lafazh adalah sesuatu yang terlahir
dari lisan manusia berupa ucapan yang mengandung bunyi dan kebermaknaan,
Semantara makna dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang terkandung dalam
ucapan isyarat dan tanda makna dalam konteks pemakainnya sering disejajarkan
pengertiannya dengan arti, gagasan, pikiran, konsep, pesan, pernyataan makdus,
informasi dan isi.[5]
Makna kata adalah sesuatu yang
dicari dan dan hanya diberikan dalam kamus tuntas suatu bahasa.Dalam kajian
semantik dari dulu hingga sekarang, penyelidikan makna kata berdasarkan
hubungan antara ujaran, misalnya kata dengan dunia luar, dan referensi serta
denotasi merupakan beberapa diantara hubungan- hubungan tersebut. Sebagian dari
perubahan yang terjadi didalam sejarah semua bahasa ialah perubahan atau fungsi
semantik beberapa kata dalam kosa kata
bahasa- bahasa tersebut dan kosa kata itu dianggap sebagai isi leksikal yang
berkesinambungan dalam tahap- tahap perkembangan bahasa tertentu.[6]
Makna adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan.
Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam.Mansoer Pateda mengemukakan
bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan.Makna
tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Dalam hal ini
Ferdinand de Saussure mengungkapkan
pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat
pada suatu tanda linguistik.
Dari beberapa definisi di atas dapat
kita pahami bahwa lafazh adalah sebuah kata atau kalaimat yang di ucapkan oleh
manusia yang mana lafazh tersebut dapat menimbulkan makna. Sedangkan makna itu
sendiri adalah ungkapan atau arti yang bisa juga tidak memerlukan lafazh
sehingga menimbulkan makna, tetapi sebagian besar makna membutuhkan lafazh
untuk memunculkan makna.
B.
Macam- macam
makna
Karena bahasa itu digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam
kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa itupun menjadi bermacam-macam
dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda. Berbagai nama jenis makna telah
dikemukakan oleh orang dalam berbagai buku linguistik atau semantik.
Banyak orang mengira bahwa makna cukup dengan menjelaskan sebuah kalimat atau
kata.Para ilmuan telah membedakan antara jenis-jenis makna dengan
menjelaskannya terlebih dahulu daripada batasan-batasan makna suatu kalimat.
Terdapat banyak sekali pendapat yang menerangkan tentang jumlah
atau macam-macam makna ini, namun disini penulis hanya mengutip pendapat yang
populer dan lebih banyak dipakai, yakni penulis hanya mengutip dari pendapat
Ahmad Mukhtar Umar, Abdul Chaer dan Geoffrey
Leech.
1.
Jenis-jenis Makna Menurut Muhammad Mukhtar Umar
Dr. Muhammad Muhktar ‘Umar
telah mengklasifikasikan jenis-jenis makna ke dalam lima jenis di antaranya
sebagai berikut[7]:
a. Makna Dasar/Asasi (المعنى
الأساسى).
Makna ini sering disebut juga sebagai makna awal (المعنىالأولى), atau makna utama (المعنىالمركزى), makna gambaran (المعنىالتصورى), atau makna pemahaman/Conceptual
Meaning (المعنىالمفهومى), dan makna kognitif (المعنىالإدراكي). Makna ini merupakan makna
pokok dari suatu bahasa.
Makna ini pun
memiliki hubungan erat dengan makna bahkan bisa dikatakan sama dengan makna
dalam fonologi atau nahwu.
Hubungan dengan fonologi karena suara (fon) dapat membentuk suatu makna gambaran (المعنى التصورية) dalam ilmu semantik. Hubungan makan ini dengan ilmu nahwu karena dapat dipecah menjadi susunan yang membentuk unit makna (الوحده الدلالة). Unit makna bergabung dan melahirkan suatu makna, sama halnya dalam ilmu nahwu seperti adanya suara, morfem terikat, kata, susunan kata, dan kalimat (صوت, المرفيم المتصلة, الكلمة, التركيب, الجملة).
Contohnya kalimat إمراة memiliki makna konseptual seperti berikut:
إمراة = + إنسان – ذكر + بالغ atau
Wanita = manusia, bukan laki-laki, baligh (dewasa).
Hubungan dengan fonologi karena suara (fon) dapat membentuk suatu makna gambaran (المعنى التصورية) dalam ilmu semantik. Hubungan makan ini dengan ilmu nahwu karena dapat dipecah menjadi susunan yang membentuk unit makna (الوحده الدلالة). Unit makna bergabung dan melahirkan suatu makna, sama halnya dalam ilmu nahwu seperti adanya suara, morfem terikat, kata, susunan kata, dan kalimat (صوت, المرفيم المتصلة, الكلمة, التركيب, الجملة).
Contohnya kalimat إمراة memiliki makna konseptual seperti berikut:
إمراة = + إنسان – ذكر + بالغ atau
Wanita = manusia, bukan laki-laki, baligh (dewasa).
b.
Makna Tambahan (المعنىالإضافي أو العرضي أو الثانوي أو التضمني),
yaitu makna yang ada
di luar makna dasarnya. Makna ini dapat dikatakan sebagai makna tambahan dari
makna dasar namun makna ini tidak tetap dan perubahannya menyesuaikan dengan
waktu dan kebudayaan pengguna bahasa.
Contohnya kata
“wanita” yang memiliki makna dasar “manusia bukan lelaki yang dewasa”. Jika
kata ini ditambahi dengan makna tambahan, maka banyak sekali makna yang akan
timbul dari kata tersebut. Misalnya jika
kata “wanita” dimaknai oleh sebuah kelompok dengan “makhluk yang pandai memasak
dan suka berdandan”, maka inilah makna tambahan yang keluar dari kata “wanita”
tersebut. Atau jika “wanita” dimaknai dengan “makhluk yang lembut perasaannya,
labil jiwanya, dan emosional”.[8]
Kedua makna tambahan
ini tidak berlaku tetap sebagai makna tambahan dari kata “wanita”.Apabila suatu
kelompok pada zaman tertentu menggunakannya maka makna tambahan itu masih
berlaku.Namun jika makna itu sudah tidak dipakai lagi, maka makna tambahan itu
tidak berlaku.
Contoh
lainnya: احمر
= merah adalah sebagai makna denotatifnya dan makna konotatifnya “berani”.
Contoh lainnya adalah kata ‘Yahudi’ (يهودي)
memiliki makna dasar ‘orang yang menganut suatu agama Yahudi’ juga memiliki
makna tambahan yaitu ‘orang yang jahat, licik, rakus, pelit, penentang, dsb.’
c.
Makna Gaya Bahasa/Style (المعنىالإسلوبي),
Yaitu makna yang lahir
karena penggunaan bahasa tersebut. Penggunaan bahasa dapat dilihat dalam bahasa
sastra, bahasa resmi, bahasa pergaulan, dan lain sebagainya. Perbedaan
penggunaan bahasa menimbulkan gaya yang berbeda dengan makna yang berbeda pula.
Dalam bahasa sastra sendiri memiliki perbedaan gaya bahasa seperti gaya bahasa
puisi, natsr, khutbah, kitabah, dan lain sebagainya.
Kata daddy
digunakan untuk panggilan mesra kepada sang ayah, sedangkan father
digunakan sebagai panggilan hormat dan sopan kepada sang ayah. Kedua kata ini
ternyata berpengaruh terhadap penggunaan bahasa yang bermakna ‘ayah’ dalam
bahasa Arab. Kata الولد–والدي digunakan sebagai bahasa sopan dan hormat. Kalimat داد
digunakan oleh orang-orang aristokrat yang memiliki jabatan yang tinggi.
Kalimat بابا – بابي
digunakan dalam bahasa ‘Ammiyah Raaqin (عامي
راق).
Dan kalimat أبويا – آبا
digunakan
dalam bahasa ‘Aamiyah Mubtadzil (عامي
مبتذل).
d. Makna Nafsi (المعنىالنفسي) makna kejiwaan
atau makna objektif,
yaitu makna yang lahir dari suatu lafadz atau kata sebagai makna tunggal. makna
ini hanya bagi seseorang saja (makna pribadi).
e.
Makna Ihaa’i (المعنىالإيحائي),
yaitu jenis makna yang
berkaitan dengan unsur lafadz atau kata tertentu dipandang dari penggunaannya.
Dalam makna ini memiliki tiga pengaruh di antaranya sebagai berikut:
1)
Pengaruh
suara (fonetis)/ intonasi, contohnya seperti suara-suara hewan yang
menunjuk langsung pada hewan itu. Kata yang sama bisa berobah disebabkan
berbeda intonasi.
2)
Pengaruh
perubahan kata (sharfiyah) berupa akronim atau singkatan. Contohnya
بسمله singkatan dari بسم
الله الرحمن الرحيم
3)
Pengaruh
makna kiasan yang digunakan dalam ungkapan atau peribahasa. Contohnya,
peribahasa “Seperti anjing dan kucing yang bermakna ihwal dua orang yang
tidak pernah akur.
2.
Jenis-jenis Makna Menurut Geoffrey Leech
a.
Makna Konotatif
Makna konotatif
adalah makna yang bukan sebenarnya yang umumnya bersifat sindiran dan merupakan
makna denotasi yang mengalami penambahan. Dalam makna konotatif terdapat makna
konotatif positif dan negatif.
Contoh: kata wanita
dan perempuan, wanita termasuk ke dalam konotatif posif sedangkan kata
perempuan mengandung makna konotatif negatif. Umpamanya kata babi pada contoh
diatas, pada orang yang beragama Islam atau didalam masyarakat Islam mempunyai
konotasi yang negatif, ada rasa atau perasaan tidak enak bila mendengar
kata itu.
Misalnya, kata amplop. Kata amplop bermakna sampul yang berfungsi
tempat mengisi surat yang akan disampaikan kepada orang lain atau kantor, instansi,
jawatan lain. Makna ini adalah makna denotasinya. Tetapi pada kalimat “Berilah
ia amplop agar urusanmu segera selesai,” maka kata amplop sudah bermakna
konotatif, yakni berilah ia uang.
Makna konotatif (evaluasi) ialah makna tambahan terhadap makna dasarnya
yang berupa nilai rasa atau gambar tertentu. Contoh:
Makna
dasar(denotasi)
Makna tambahan(konotasi)
Merah : warna …………………… berani; dilarang
Ular : binatang ………………… menakutkan/ berbahaya
Makna dasar beberapa kata misalnya: buruh, pekerjaan, pegawai, dan
karyawan, memang sama, yaitu orang yang bekerja, tetapi nilai rasanya berbeda.
Kata buruh dan pekerja bernilai rasa rendah/ kasar, sedangkan pegawai dan
karyawan bernilai rasa tinggi.
Konotasi dapat dibedakan atas dua macam, yaitu konotasi positif dan
konotasi negatif.Contoh:
Konotasi
positif Konotasi negatif
suami istri
laki bini
tunanetra
buta
pria
laki-laki.
Kata-kata yang bermakna denotatif tepat digunakan dalam karya
ilmiah, sedangkan kata-kata yang bermakna konotatif wajar digunakan dalam karya
sastra.
b.
Makna Stilistik
Makna stilistika
ini berkenaan dengan gaya pemilihan kata sehubungan dengan adanya perbedaan
sosial dan bidang kegiatan di dalam masyarakat.
Contoh: rumah, pondok,
istana, keraton, kediaman, tempat tinggal, dan residensi.
Misalnya kata ikan, gurami, sayur, tomat tentunya kata-kata
tersebut akan muncul di lingkungan dapur.
c.
Makna Afektif
Makna afektif
adalah makna yang berkenaan dengan perasaan pembicara terhadap lawan bicara
atau terhadap objek yang dibicarakan. Makna afektif akan lebih nyata ketika
digunakan dalam bahasa lisan.
Contoh: ”tutup
mulut kalian !” bentaknya kepada kami. Kata tersebut akan terdengar kasar bagi
pendengarnya.
d.
Makna Refleksi
Makna refleksi
adalah makna yang muncul oleh penutur pada saat merespon apa yang dia lihat.
Contoh: kata aduh, oh,
ah, wah, amboi, astaga,
e.
Makna Kolokatif
Makna kolokatif
adalah makna yang berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang dimliki sebuah
kata dari sejumlah kata-kata yang bersinonim, sehingga kata tersebut hanya
cocok untuk digunakan berpasangan dengan kata tertentu lainnya. Jadi makna
kolokatif harus sepadan dan pada tempatnya.
Contoh: kata
tampan identik dengan laki-laki, kata gadis identik dengan cantik.
f.
Makna Konseptual
Makna Konseptual, yaitu makna yang
menekankan pada makna logis. Kadang-kadang makna ini disebut makna ‘denotatif’
atau ‘kognitif’.Makna konseptual memiliki susunan yang amat kompleks dan
rumit, namun dapat dibandingkan dan dihubungkan dengan susunan yang serupa pada
tingkatan fonologis maupun sintaksis.
Kata kuda memiliki makna konseptual “sejenis binatang berkaki empat
yang biasa dikendarai”; dan kata rumah memiliki makna konseptual
“bangunan tempat tinggal manusia”. Jadi, makna konseptual sesungguhnya sama
saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial.
g.
Makna Tematik
Makna Tematik, yaitu makna yang
dikomunikasikan menurut cara penutur atau penulis menata pesannya, dalam arti
urutan, fokus dan penekanan. Nilai komunikatif itu juga dipengaruhi oleh
penggunaan kalimat aktif dan kalimat pasif.
Contohnya sebagai berikut:
Apakah yang diajarkan oleh dosen itu? Dan
Oleh siapakah semantik diajarkan?
Kalimat yang pertama ingin lebih mengetahui
objeknya, yaitu apa yang diajarkan, sedangkan kalimat kedua lebih
menekankan siapakah subjeknya, yaitu siapa yang mengajarkan.
3.
Jenis-jenis Makna Menurut Abdul Chaer
Abdul Chaer
berpendapat bahwa jenis-jenis makna itu terbagi menjadi beberapa jenis makna,
yaitu[10]:
a.
Makna Leksikal
Makna leksikal adalah makna sebenarnya,
sesuai dengan hasil observasi indra kita, makna apa adanya dan makna yang ada
dalam kamus. Maksud makna dalam kamus adalah makna dasar atau makna yang
konret. Misalnya
leksem “Kuda” memiliki makna sejenis binatang. pinsil bermakna leksikal ‘ sejenis alat tulis yang terbuat dari
kayu dan arang’; dan air bermakna leksikal ‘ sejenis barang cair yang biasa
digunakan untuk keperluan sehari-hari’.
Surat
An-Nahl Ayat 80-81
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ
مِنْ بُيُوتِكُمْ سَكَنًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ جُلُودِ الأنْعَامِ بُيُوتًا
تَسْتَخِفُّونَهَا يَوْمَ ظَعْنِكُمْ وَيَوْمَ إِقَامَتِكُمْ وَمِنْ أَصْوَافِهَا
وَأَوْبَارِهَا وَأَشْعَارِهَا أَثَاثًا وَمَتَاعًا إِلَى حِينٍ
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ
مِمَّا خَلَقَ ظِلالا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنَ الْجِبَالِ أَكْنَانًا وَجَعَلَ لَكُمْ
سَرَابِيلَ تَقِيكُمُ الْحَرَّ وَسَرَابِيلَ تَقِيكُمْ بَأْسَكُمْ كَذَلِكَ
يُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تُسْلِمُونَ
Dan Allah
menjadikan rumah-rumah bagimu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan
bagimu rumah-rumah dari kulit hewan ternak yang kamu merasa ringan
(membawanya) pada waktu kamu bepergian dan pada waktu kamu bermukim dan
(dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta dan bulu kambing, alat-alat
rumah tangga dan kesenangan sampai waktu (tertentu)
Dan Allah
menjadikan tempat bernaung bagimu dari apa yang telah Dia ciptakan, Dia
menjadikan bagimu tempat-tempat tinggal
di gunung-gunung, dan Dia menjadikan pakaian bagimu yang memeliharamu dari
panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dari peperangan. Demikian
Allah menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).
Misalnya kataبَيْتٌ “rumah”
maka makna leksikalnya adalah sebuah tempat tinggal yang di huni dan tempat
berlindung dari panas dan hujan.
Contoh kalimat yang mengandung makna leksikal dalam bahasa Arab
yaitu :
أنام في بيتها (Saya tidur di rumahnya)
بيتي
جنّتي(Rumahku adalah Surgaku )
سكنتُ في بيتِ والدي(Saya
tinggal di rumah kedua orang tuaku)
Jadi, dengan adanya contoh di atas dapat dikatakan juga bahwa makna
leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil
observasi indera kita, atau makna apa adanya. Makna leksikal juga
merupakan makna yang ada dalam kamus karena kamus-kamus dasar
biasanya hanya memuat makna leksikal yang dimiliki oleh kata yang
dijelaskannya.
b.
Makna Gramatikal
Makna gramatikal adalah makna yang terjadi
setelah proses gramatikal (Afikasi, Reduplikasi, Kalimatisasi).
Perbedaan dari makna leksikal dan
gramatikal adalah Makna leksikal adalah makna dasar/makna dari kata per kata,
sedangkan makna gramatikal adalah makna baru yang muncul ketika kata-kata
tersebut menjadi sebuah kalimat.
Misalnya, dalam proses afiksasi prefiks ber-dengan dasar baju
melahirkan makna gramatikal ‘ mengenakan atau memakai baju’; dengan dasar
kuda melahirkan makna gramatikal ‘ mengendarai kuda’; dengan dasar rekreasi
melahirkan makna gramatikal ‘ melakukan rekreasi’. Contoh lain, proses
komposisi dasar sate dengan dasar ayam melahirkan makna
gramatikal ‘bahan’; dengan dasar madura melahirkan makna gramatikal
‘ asal’; dengan dasar lontong melahirkan makna gramatikal ‘
bercampur’; dan dengan kata Pak Kumis melahirkan makna gramatikal
‘buatan’. Sintaksisasi kata-kata adik, menendang, dan bola menjadi kalimat adik
menendang bola melahirkan makna gramatikal; adik bermakna ‘pelaku’, menendang
bermakna ‘aktif’, dan bola bermakna ‘sasaran’.
c.
Makna Kontekstual
Makna kontekstual adalah makna sebuah
laksem atau kata yang berada didalam suatu konteks.
Misalnya, makna konteks kata kepala pada kalimat-kalimat berikut:
1) Rambut di kepala nenek belum ada yang putih.
2) Sebagai kepala sekolah dia harus menegur murid itu.
3) Nomor teleponnya ada pada kepala surat itu.
d.
Makna Referensial
Makna referensial adalah sebuah kata yang
memiliki referensnya/acuannya.Sehingga sebuah kata dapat disebut bermakna
referensial kalau ada referensinya atau acuannya. Kata-kata seperti kuda,
merah, dan gambar adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial karena
ada acuannya dalam dunia nyata. Contoh lain kata meja dan kursi termasuk kata
yang bermakna referensial karena keduanya mempunyai referen, yaitu sejenis
perabot rumah tangga yang disebut meja kursi.
Orang itu
menampar orang
Pada contoh diatas bahwa orang 1 dibedakan
maknanya dari orang2 karena orang1 sebagai pelaku (agentif) dan orang2 sebagai
pengalam (yang mengalami makna yang diungkapkan verba), hal tersebut
menunjukkan makna kategori yang berbeda, tetapi makna referensi mengacu kepada
konsep yang sama (orang= manusia).
e.
Makna Non-referensial
Makna non-referensial adalah sebuah kata
yang tidak mempunyai referen (acuan). Seperti kata reposisi dan konjungsi, juga
kata tugas lainnya. Dalam hal ini kata reposisi dan konjungsi serta kata tugas
lainnya hanya memiliki fungsi atau tugas tapi tidak memiliki makna.
Contoh lain referen kata di sini dalam
ketiga kalimat dibawah ini:
1. Tadi dia duduk di sini
2. “Hujan terjadi hampir setiap hari di sini”, kata walikota Bogor
3. Di sini, di
Indonesia, Hal itu sering terjadi
Pada kalimat 1 kata di
sini menunjukkan tempat tertentu yang sempit sekali. Mungkin bisa dimaksud
dengan bangku, atau sepotong tempat dari sebuah bangku. Pada kalimat 2 di
sini menunjukkan tempat yang lebih luas yaitu di bogor. Sedangkan pada
kalimat 3 di sini merujuk pada
daerah yang meliputi seluruh wilayah Indonesia. Jadi ketiga kata diatas referennya
tidak sama oleh karena itu disebut makna nonreferensial.
f.
Makna Denotatif
Makna denotatif adalah makna asli, makna
asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah kata. Umpamanya, kata
“Kurus” (bermakna denotatif yang mana
artinya keadaan tubuh seseorang yang lebih kecil dari ukuran yang normal). Kata
“Bunga”( bermakna denotatitif yaitu bunga yang seperti kita lihat di taman). Umpamanya,
kata babi bermakna denotatif “ sejenis binatang yang biasa diternakan untuk
dimanfaatkan dagingnya”.
g.
Makna Konotatif
Makna konotatif adalah makna yang lain yang
ditambahkan pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari
seseorang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut.
Umpamanya kata “Kurus” pada contoh di atas
berkonotasi netral. Tetapi kata “Ramping”, yaitu sebenarnya bersinonim dengan
kata kurus itu memiliki konotasi positif yaitu nilai yang mengenakkan ; orang
akan senang kalau dikatakan ramping. Sebaliknya, kata “Kerempeng”, yang sebenarnya
juga bersinonim dengan kata kurus dan ramping, mempunyai konotasi negatif,
nilai rasa yang tidak enak, orang akan tidak enak kalau dikatakan tubuhnya
kerempeng.
h.
Makna Konseptual
Makna konseptual adalah makna yang dimiliki
oleh sebuah leksem terlepas dari Konteks atau asosiasi apa pun. Kata “Kuda”
memiliki makna konseptual “sejenis binatang berkaki empat yang biasa
dikendarai”, dan kata “Rumah” memiliki makna konseptual “bangunan tempat
tinggal manusia”.
Dihubungkan dengan keberadaan kata-kata, maka kita dapat menyebut
kata yang mengandung konsep jika telah berada di dalam konteks kalimat, dan
kata yang susah dibatasi makna konseptualnya karena itu selalu terikat konteks
kalimat. Berdasarkan pendapat ini maka makna konseptual setiap kata dapat
dianalisis dalam kemandiriannya dan dapat dianalisis setelah kata tersebut
berada dalam satuan konteks. Makna konseptual sebuah kata dapat saja berubah
atau bergeser setelah ditambah atau dikurangi anggotanya.
i.
Makna Asosiatif
Makna asosiasi adalah makna kata yang berkenaan
dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Jadi, kata melati yang bermakna konseptual adalah
sejenis bunga kecil- kecil yang berwarna putih dan berbau harum, digunakan
untuk menyatakan perlambang kesucian. Kata merah yang bermakna konseptual,
sejenis warna terang menyolok, digunakan untuk perlambang keberanian. Dan
kata buaya yang bermakna konseptual
adalah sejenis binatang reptil buas yang memakan binatang apa saja termasuk bangkai,
digunakan untuk melambangkan kejahatan atau penjahat.
Makna asosiasi ini sebenarnya sama dengan
lambang atau perlambangan yang digunakan oleh suatu masyarakat pengguna bahasa
untuk menyatakan konsep lain, yang mempunyai kemiripan dengan sifat keadaan,
atau ciri yang ada konsep asal tersebut.
Contoh: kata kursi berasosiasi dengan ’kekuasaan’; kata amplop
berasosiasi dengan ’uang suap’.
j.
Makna Kata
Makna kata adalah makna yang bersifat umum,
kasar dan tidak jelas. Kata “Tangan” dan “Lengan” sebagai kata, maknanya lazim
dianggap sama, seperti contoh berikut:
1) Tangannya luka kena pecahan kaca.
2)
Lengannya
luka kena pecahan kaca.
Jadi, kata tangan dan kata lengan pada
kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama.
Namun, dalam penggunaan makna kata itu baru menjadi jelas kalau
kata itu berada dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Kita belum
tahu makna kata jatuh sebelum kata itu berada dalam konteksnya. Oleh karena
itu, dapat dikatakan bahwa makna kata masih bersifat umum, kasar dan tidak
jelas. Kata jatuh
sebagai kata, maknanya lazim dianggap sama, seperti tampak pada contoh berikut:
1)
Adik jatuh dari sepeda.
2)
Dia jatuh dalam ujian yang
lalu.
3)
Dia jatuh cinta pada adikku.
4)
Kalau harganya jatuh lagi,
kita akan bangkrut.
k.
Makna Istilah
Makna istilah adalah makna yang pasti,
jelas, tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat dan perlu diingat bahwa
makna istilah hanya dipakai pada bidang keilmuan/kegiatan tertentu saja. Makna istilah adalah makna yang pasti, jelas, tidak
meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat dan perlu diingat bahwa makna istilah
hanya dipakai pada bidang keilmuan/kegiatan tertentu saja. Umpamanya, kata
“Tangan” dan “Lengan” yang menjadi contoh di atas. Kedua kata itu dalam bidang
kedokteran mempunyai makna yang berbeda. “Tangan” bermakna “bagian dari pergelangan
sampai ke jari tangan”. Sedangkan kata “Lengan” adalah “bagian dari pergelangan
tangan sampai ke pangkal bahu”. Jadi kata “Tangan” dan “Lengan” sebagai istilah
dalam ilmu kedokteran tidak bersinonim, karena maknanya berbeda.
Dalam perkembangan
bahasa memang ada sejumlah istilah, yang karena sering digunakan lalu menjadi
kosa kata umum. Artinya, istilah itu tidak hanya digunakan dalam bidang
keilmuannya, tetapi juga telah digunakan secara umum di luar bidangnya. Dalam
bahasa Indonesia, misalnya istilah spiral, virus, akomodasi telah menjadi kosa
kata umum, tetapi istilah alomorf, alofon dan morfem masih tetap sebagai
istilah istilah dalam bidangnya, belum menjadi kosa kata umum.
Contoh lainnya kata “kuping” dan “telinga”, dalam bahasa umum kedua
kata itu merupakan dua kata yang bersinonim karenanya sering di pertukarkan.
Tetapi sebagai istilah dalam bidang kedokteran keduanya memilki makna yang
tidak sama; “kuping” adalah bagian yang terletak di luar, termasuk daun”
telinga”; sedangkan “telinga” adalah bagian sebelah dalam. Oleh karena itu,
yang sering diobati oleh dokter adalah telinga, bukan kuping.
l.
Makna Idiom
Makna idiom adalah makna yang tidak dapat
diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun gramatikal.
Contoh, secara gramatikal bentuk “Menjual rumah” bermakna “yang menjual
menerima uang dan yang membelimenerima rumahnya”, tetapi dalam bahasa Indonesia
bentuk “Menjual gigi” tidak memiliki makna seperti itu, melainkan bermakna
“tertawa keras-keras”. Jadi makna tersebutlah yang disebut makna idiomatik.
Contohnya bentuk membanting tulang dengan makna ‘bekerja keras’,
meja hijau dengan makna ‘pengadilan’, dan sudah beratap seng dengan makna
‘sudah tua’.
Idiom ada dua macam, yaitu:
1.
Idiom penuh
Idiom penuh adalah idiom yang semua unsur-unsurnya sudah melebur
menjadi satu kesatuan, sehingga makna yang dimiliki berasal dari seluruh
kesatuan itu. Contohnya meja hijau dan membanting tulang.
2.
Idiom sebagian
Idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki
makna leksikalnya sendiri. Misalnya buku putih, daftar hitam, dan koran kuning.
m.
Makna Peribahasa
Peribahasa memiliki makna yang masih dapat
ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya.Karena adanya asosiasi antara
makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Umpamanya, peribahasa “Seperti
anjing dan kucing yang bermakna ihwal dua orang yang tidak pernah akur. Makna ini memiliki asosiasi
bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersuara memang selalu
berkelahi, tidak pernah damai.
Contoh lain
pribahasa “tong kosong nyaring bunyinya” yang bermakna orang yang banyak
cakapnya biasanya tidak berilmu. Makna
ini bisa ditarik dari asosiasi “tong” yang berisi bila dipukul tidak
mengeluarkan bunyi, tapi tong yang kosong akan mengeluarkan bunyi yang keras
dan nyaring.[11]
Dari beberapa pendapat di atas dapat kita pahami bahwa Makna bahasa itu
bermacam-macam dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda. Hal ini
disebabkan karena bahasa digunakan dalam berbagai kegiatan dan keperluan
manusia dalam melakukan interaksi sosial. Sehingga melahirkan berbagai konsep
tentang jenis-jenis makna yang mencakup makna dasar, tambahan, gaya bahasa,
nafsi, ihaa’i, konotatif, stilistika, afektif, refleksi, koloaktif,
konseptual, tematik, leksikal, gramatikal, kontekstual, referensial, non-referensial,
denotatif, konotatif, asosiatif, makana kata, makna istilah, idiom, dan
peribahasa.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan diantaranya :
1.
Menurut pandangan Ferdinand de
Sausure, makna adalah “pengertian” atau “konsep” yang dimiliki atau
terdapat pada sebuah tanda linguistik. Menurut de Sausure, setiap tanda
linguistik terdiri dari dua unsur yaitu (1) yang diartikan (Perancis: signifie,
Inggris: signified) dan (2) yang mengartikan (Perancis: signifiant,
Inggris: Signifier). Yang diartikan (signifie, signified)
sebenarnya tidak lain pada konsep atau makna dari suatu tanda bunyi.
Sedangkan yang mengartikan (signifiant, signifier) adalah
bunyi-bunyi yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Dengan
kata lain, setiap tanda linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna.
Kedua unsur ini adalah unsur dalam bahasa (intralingual) yang biasanya merujuk
atau mengacu kepada suatu referen yang merupakan unsur luar bahasa (ekstralingual).
2.
Terdapat beberapa pendapat mengenai jenis makna.
Jenis
makna menurut para ahli :
Abdul Chaer
|
Geoffrey Leech
|
Muhammad Mukhtar Umar
|
Makna Leksikal
|
Makna Tematik
|
Makna
Dasar/Asasi
|
Makna
Gramatikal
|
Makna Stilistik
|
Makna Tambahan
|
Makna
Kontekstual
|
Makna Afektif
|
Makna Gaya
Bahasa/Style
|
Makna
Referensial
|
Makna Refleksi
|
Makna Nafsi
|
Makna
Non-referensial
|
Makna Kolokatif
|
Makna Ihaa’i
|
Makna Denotatif
|
Makna Konseptual
|
|
Makna Konotatif
|
Makna Konotatif
|
|
Makna
Konseptual
|
||
Makna Asosiatif
|
||
Makna Kata
|
||
Makna Istilah
|
||
Makna Idiom
|
||
Makna Pribahasa
|
Makna bahasa itu bermacam-macam dilihat
dari segi atau pandangan yang berbeda.Hal ini disebabkan karena bahasa
digunakan dalam berbagai kegiatan dan keperluan manusia dalam melakukan
interaksi sosial. Sehingga melahirkan berbagai konsep tentang jenis-jenis makna
yang mencakup makna dasar, tambahan, gaya bahasa, nafsi, ihaa’i, konotatif,
stilistika, afektif, refleksi, koloaktif, konseptual, tematik, leksikal,
gramatikal, kontekstual, referensial, non-referensial, denotatif, konotatif,
asosiatif, makana kata, makna istilah, idiom, dan peribahasa.
B. Kritik dan Saran
Demikianlah makalah yang penulis
susun, tentunya masih banyak kesalahan karena minimnya pengetahuan
penulis.Kritik dan saran sangat penulis harapkan guna memperbaiki makalah
selanjutnya.Akhirnya, kurang dan lebih penulis minta maaf.Semoga bermanfaat dan
dapat menambah khasanah keilmuan bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2007. Lingustik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Umar, Ahmad Muktar. 1998. Ilmu Dalalah:
Kairo. ‘ilm kutub.
Fauziah, Perubahan Makna Leksikal Kata Kerja Bahasa Indonesia Dari
Bahasa Arab. USU, Medan, 2006
Depertemen
pendidikan nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama) Cet. IV 203
Ullmann,Stephen,
Pengantar Semantik, (singaraja : pustaka belajar 2014)
Ritonga,Mahyudin,
Semantik Bahasa Arab Dalam Pandangan Al-Anbari Kajian Makna Al-Ta’dad Dalam
Al-Qur’an (Padang : Hayfa Press 2013 )
Suwandi, Sarwiji,
Semantik Pengantar Kajian Makna, (Yogyakarta : Media Perkasa 2008)
[1]Fauziah, M.A, Perubahan Makna Leksikal Kata Kerja Bahasa Indonesia
Dari Bahasa Arab. USU, Medan, 2006, hal.1
[2]Depertemen pendidikan nasional, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama) Cet. IV 203 Hal.149
[3]
Stephen Ullmann, Pengantar Semantik, (singaraja : pustaka belajar 2014)
Hal. 65
[4]
Mahyudin ritonga, Semantik Bahasa Arab Dalam Pandangan Al-Anbari Kajian
Makna Al-Ta’dad Dalam Al-Qur’an (Padang : Hayfa Press 2013 ) Hal.34
[6]Fauziah, Perubahan
Makna Leksikal Kata Kerja Bahasa Indonesia Dari Bahasa Arab USU,( Medan,
2006) hal.5
[8]https://makalah-update.blogspot.com/2013/07/materi-semantik-atau-jenis-jenis-makna.html. diakses pada
tanggal 17 November 2018
0 komentar:
Post a Comment