BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
MASALAH
Sebuah bahasa,
termasuk bahasa Arab, pada awalnya bermula dari bahasa lisan (lughah al-nutq)
yang digunakan para pemakai bahasa untuk berkomunikasi dengan sesamanya,
sebelum pada tahap selanjutnya, bahasa itu dikodifikasi atau dibukukan dalam
bentuk bahasa tulis (lughah kitabah) yang kemudian banyak orang menyebutnya
dengan istilaah kamus (mu’jam). Pada mulanya, sebelum di mulainya
tradisi tulisan, setiap bahasa berkembang hanya pada tradisi lisan. Tradisi
lisan ternyata tidak dapat menjaga kelangsungan hidup bahasa, sehingga banyak
bahasa yang lenyap akibat tidak mengenal tulisan seperti bahasa semit.
Sebagai sarana
untuk berfikir, bahasa terus berkembang sesuai dengan berkembangnya pemikiran
itu sendiri, sehingga manusia tidak bisa menghafal semua kekayaan bahasanya,
walaupun seorang jenius dan sangat kuat hafalannya. Ia terkadang di hadapkan
pada kata-kata yang tidak jelas maksudnya, disinilah pentingnya kamus sebagai
referensi. Sebelum masa dynasty abasiyah, bangsa arab belum mengenal penyusunan
kamus karena beberapa hal, di antaranya:
1.
Meratanya buta huruf di kalangan
bangsa arab.
2.
Tabiat kehidpan mereka yang suka
beperang dan hidup. nomaden, sehingga menjahkan mereka dari tradisi tulis
menulis.
3.
Bahasa arab menurut mereka
merupakan bahasa percakapan (muhadasah) pidato (khitaabah) dan
sya’ir, sehingga apabila mereka dihadapkan pada kata-kata yang sulit, mereka
kembali pada ucapan-ucapan orang arab fusha, atau sya’ir.[1]
Secara
historis memang bangsa arab bukanlah bangsa pertama yang berhasil menyusun dan
mengumpulkan fenomena kebahasaan mereka dalam sebah kamus, karena sebelumnya sudah
ada tiga bangsa yang mendahului mereka, lebih dari seribu tahun-dalam hal penyusunan
kamus ketiga bangsa itu adalah:
1.
Bangsa Assyria yang pernah menyusun
kamus karena khawatir hilangnya bahasa mereka.
2.
Bangsa cina: ada dua kamus penting
yang di kenal dan merupakan dasar perkamusan bangsa cina dan jepang yait yu
pien yang di cetak pada tahun 530 M dan kamus Show Wan yang
di cetak pada tahun 150 SM.
3.
Bangsa yunani : kebanyakan kamsnya
menghimpun kosakata-kosakata yang berkaitan dengan pidato-pidato, filsafat dan
kedokteran. Yulius Pollux adalah
kamus pertama mereka yang disusun berdasarkan tema.[2]
Walaupun
demikian, bangsa arab merupakan bangsa pertama yang menyusun kamus secara
lengkap dan cermat dalam artian yang dikenal sekarang. Penyusunan kamus arab
ini di mulai setelah turunnya al Quran, ketika kaum muslim menghadapi kesulitan
memahami beberapa kata dalam al quran, Rasulullah yang menjelaskan
kesulitan-kesulitan itu, dan para sahabat mencatatnya. Ibn’Abbas adalah orang
yang paling berjasa dan paling mengetahui kesulitan-kesulitan itu. Sehingga
kita kenal kamus gariibul qur’an yang dinisbahkan kepadanya, walaupun
beliau tidak pernah menulisnya.
Perkembangan
keilmuan pada masa Dinasti Abbasiyah mendorong berkembangnya bahasa Arab.
Sehingga di Basrah muncullah para ahli di bidang kebahasa araban. Seiring
dengan itu, kebutuhan terhadap sebuah daftar kata semakin mendesak, maka
bermunculan lah buku-buku (kamus) yang menghimpn berbagai kata. Perkamusan di
dunia arab Nampak sangat unik karena para ahli bahasanya menyusn kamus dalam
bentuk yang beragam. Penyusunan kamus (leksikografi) arab tersebut kemudian
dikenal dengan shina’atul al ma’aajim al’arabiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN KAMUS
Kamus di dalam
KBBI (kamus besar Bahasa Indonesia) mempunyai beberapa pengertian, diantaranya
adalah; buku acuan yang memuat kata dan ungkapan, biasanya disusun menurut
abjad berikut keterangan tentang makna, pemakaian, atau terjemahannya. Adapun
mu’jam sendiri tidak termaktub di dalam KBBI. Karena memang mu’jam sendiri
adalah Bahasa Arab bukan Bahasa Indonesia, berbeda dengan kamus yang diserap
dari qomus, dan sudah menjadi Bahasa Indonesia.
Qomus secara
bahasa mempunyai makna laut yang dalam, berasal dari kata qo-ma-sa yang artinya
juga mencelupkan (ke dalam air) atau tenggelam. Dalam dunia leksikografi
(perkamusan) Bahasa Arab, Abu Thohir Muhammad bin Ya’qub bin Ibrohim Al Fairuz
Abadi atau yang masyhur dengan sebutan
Alfairuz Abadi telah menyusun sebuah kamus Bahasa Arab dengan
menggunakan istilah qomus, yaitu Al Qomus Al Muhith.[3]
Istilah المعجم dan
القاموس, sebagaimana kita kenal sekarang, merupakam
dua istilah yang bersinonim, walaupun memiliki arti dasar yang berbeda. Kata
mu’jam berasal dari kata عجم
yang berarti kabur, samar dan tidak jelas. Dalam lisan al-‘arab disebutkan لا
يفصح ولا يبين كلامه الذيberarti yang
tidak dapat menjelasakan dan menerangkan pembicaraannya) disebutkan pula سمعت
البهينة عجماء لأنه لا تتكلّم)).orang arab menyebut negeri-negeri non arab
dengan بلاد العجم
karena bagi
mereka bahasa-bahasa tersebut tidak jelas dan tidak di mengerti. Adapun
penambahan huruf hamzah pada kata عجم sehingga menjadi أعجم mengubah arti semula menjadi menghilangkan atau menghapuskan
kekaburan, kesamaran dan ketidakjelasan.[4]
Kata mu’jam merupakan isim
maf’ul atau masdar mimi dari kata tersebut. Tidak jelas siapa orang
yang pertama kali menggunakan kata ini untuk arti yang kita kenal sekarang ini.
Adapun mu’jam dalam istilah yang dikenal sekarang adalah buku yang
menghimpun sejumlah besar kata yang dilengkapi dengan penjelasan dan arti, disusun
secara khusus, baik berdasarkan urutan huruf hijaiyah atau berdasarkan tema.[5]
Menurut Ba’labaki dalam bukunya
Acep Hermawan, mu’jam adalah rujukan yang memuat makna kata, cara
pelafalannya, pengejaannya, penggunaannya, asal-usulnya dan pembentukannya.[6]
Sedangkan menurut Wildan Taufik yang dikutip dari Mu’jam al-Arabiyah
al-Mu’ashirah, defenisi mu’jam adalah sebagai berikut :
معجم هو قاموس أي كتاب يضم مفردات لغوية
مرتبة ترتيبا معينا وشرحا لهذا المفردات أو ذكرما يقابلها بلغة أخرى
Mu’jam adalah kamus atau suatu buku yang
menghimpun kosakata yang disusun dengan susunan tertentu. Kemudian kosa kata
tersebut diberikan penjelasan lebih luas atau diberikan padanan katanya dalam
bahasa lain.[7]
Moch. Syarif Hidayatullah juga mengatakan dalam
bukunya, mu’jam dan kamus pada saat ini dianggap dua istilah yang
bersinonim, dan juga keduanya merupakan sebuah karya tulis buku yang memberikan
informasi tentang pelafalan, kosakata, struktur dan kata-kata entri dengan
tujuan menjelaskannya dengan disajikan pada susunan tertentu.[8]
Adapun mu’jam secara
terminology adalah istilah yang dikenal sekarang ialah buku yang menghimpun
sejumlah besar kata yang di lengkapi dengan penjelasan dan arti, dan disusun
secara khusus, baik berdasarkan urutan huruf hijaiyyah atau berdasarkan tema.[9]
Dalam defenisi yang lain kamus adalah Sebuah
buku yang menggabungkan kosakata bahasa dengan arti dalam berbagai kegunaannya,
disertai dengan Cara mengucapkan dan menulisnya,dan di urutkan berdasarkan
kata-kata dengan urutan kata yang sering mereka gunakannya. [10]
Ulama-ulama bahasa zaman dahulu memang banyak
menggunakan istilah-istilah laut sebagai nama karangannya, buka hanya Fairuz
saja yang menggunakan istilah laut pada karangannya Al Qomus Al Muhith, Ibnu Ubad
juga menggunakan istilah laut pada karangannya yang berjudul Al Muhith fi Al
Lughoh.
Karena Al Qomus Al Muhith karya Fairuz ini
disusun dengan sangat apik dan mudah digunakan, dan mencapai 20.000 kosa kata
lebih dengan penjelasan yang tidak bertele-tele, serta dilengkapi juga dengan
contoh-contoh, sehingga sering dijadikan rujukan oleh ulama-ulama lughoh
akhirnya menjadi tenar dan masyhur pada masa itu. Sehingga menimbulkan
pergeseran makna qomus yang tadinya hanya mempunyai makna laut yang dalam kini
juga mempunyai makna segala bentuk kamus kebahasaan.
Sedangkan mu’jam secara bahasa musytaq dari
a’jama yang mempunyai makna orang asing atau orang non arab. Sedangkan secara
istilahnya adalah kitab atau buku yang mengampu sekian banyak kosa kata bahasa
yang tersusun secara khusus sesuai dengan sistematis dan metodenya
masing-masing. Pengertian lainnya adalah kumpulan kosa kata bahasa yang
disertai penjelasan maknanya dan pecahan atau cabang-cabangnya dan cara
pengucapannya serta penjelasan penggunaannya.
Ada perbedaan pendapat siapa yang pertama kali
menggunakan kata mu’jam ini. Pendapat pertama mengatakan orang yang pertama
kali menggunakan kata mu’jam ini adalah Abu Qosim Abdullah bin Muhammad Al
Baghowi di dalam karangannya yang berjudul Al Mu’jam Al Shoghir dan Al Mu’jam
Al Kabir. Pendapat lain, menurut Abdul Ghofur Atthar, orang yang pertama kali
menggunakan kata mu’jam adalah Abu Ya’la At Tamimi dalam karyanya Mu’jam Al
Shohabah.[11]
Kedua karya tadi yang menggunakan kata mu’jam,
semuanya adalah kitab tentang ilmu rijalul hadis. Dan dengan seiring perkembangan
zaman, istilah mu’jam pun digunakan sebagai nama karya atau kitab kebahasaan
yang mengumpulkan kosa kata disertai makna dan penjelasannya. Seperti Mu’jam Al
Ain karya Kholil bin Ahmad (tokoh pencetus leksikografi Arab) dan Mu’jam Lisan
Al Arab karya Ibnu Mandhur (kamus bahasa terlengkap hingga saat ini).
Menurut Dr. Ibrohim As Samironi penggunaan
kata mu’jam-lah yang lebih tepat, karena menurutnya kata qomus ini sebenarnya
adalah nama karya Fairuz saja, sedangkan mu’jam lebih tepat digunakan untuk
menunjukan karya-karya leksikografi atau perkamusan lainnya. Dr. Abdul Ali
Alwadghiri juga berpendapat bahwa qomus mempunyai makna seluruh kitab atau
karya yang bertujuan sebagai pendidikan dan budaya. Adapaun mu’jam adalah
kumpulan satuan-satuan perkamusan yang tidak terbatas atau terbatas yang
dimiliki oleh suatu kaum bahasa tertentu dengan penjelasannya yang detail dan
rinci.
Dari sini bisa kita simpulkan, bahwasanya
mu’jam adalah kumpulan kosa kata yang terbatas atau tak terbatas berikut dengan
penjelasan maknanya yang masih dalam bahasa yang sama, dan metode penyusunnya
bermacam-macam. Sedangkan qomus adalah kumpulan unit kosa kata dengan metode
yang sesuai atau tertentu dan disertai dengan penjelasan bahasa yang sama atau
bahasa asing, dan kebanyakan metode penyusunannya sesuai urutan abjad.
Jadi dapat disimpulkan bahwa mu’jam merupakan kamus yang memuat
makna kata, cara pelafalannya, pengejaannya, penggunaannya, asal-usulnya dan
pembentukannya yang disusun dengan susunan tertentu serta diperluas dengan
penjelasan kosakata yang lebih mendalam.[12]
B.
FUNGSI KAMUS
Adapun beberapa fungsi kamus sebagai berikut:
1.
Menjelaskan arti kata-kata. Baik
kata itu berlaku dan terpakai pada masa sekarang saja, maupun arti kata itu
sesuai dengan perkembangan dari masa ke masa. Untuk itu biasanya kata-kata
ditampilkan dengan beberapa frasa (‘ibarah) atau kalimat (jumlah)
atau dalam berbagai konteks. Dengan demikian, arti kata dan macam-macam
penggunaanya dapat di ketahui oleh pengguna kamus.
2.
Menerangkan cara melafalkan kata. Dalam
kamus bahasa arab, biasanya dijelaskan harakat setiap kata, dengan mengatakan “
mengikuti bentuk kata seperti ini (‘ala wazan katza), atau dengan kata “
pelafalan kata ini sama dengan kata anu”, atau dengan membubuhkan harakat
lansung pada kata tersebut, atau bahkan dengan menegaskan jenis harakat,
misalnya “ dengan mem fathahkan huruf pertama “ (bi fathil awwal), dan
seterusnya.
3.
Menerangkan cara menuliskan kata,
lebih-lebih bila huruf alphabet yang di tulis tidak di wakili sepenuhnya oleh
suara yang di lafalkan, seperti kata (arrahman-maa
ah-hatza-ulaaika-assamawaat) dan lain-lain.
4.
Menetukan fungsi morfologi (wazhifatu
sharfiyah) dari kata, yaitu apakah kata itu isim, fi’il atau harf.
5.
Menentukan tempat tekanan (nabrah)
pada suku kata.[13]
Mu’jam haruslah
memiliki fungsi, yakni:
1.
Menjelaskan makna kata, baik itu
arti kata saat ini atau arti di zaman lain.
2.
Menerangkan cara pelafalan.
3.
Menerangkan cara penulisan kata.
4.
Merincikan derivasi kata.
5.
Menjelaskan derajat lafaz yang
dipergunakan dan keseragamannya pada tangga dialek yang berbagai macam.[14]
6.
Merincikan posisi tekanan pada
kata. Singkat kata, tekanan ialah menonjolkan satu bagian pada kata dari bagian
lain. Tekanan dalam bahasa Arab tidak boleh berpindah dari suku kata pada suku
kata lain sehingga merubah makna. Banyak penyusun mu’jam tidak begitu peduli
dengan penekanan ini, padahal penekanan itu penting untuk berbicara bahasa Arab
yang fasih. Tekan relatif penting pula dalam berbicara mengunakan dealek
Berbeda halnya
dengan kamus bahasa selain Arab, yang memiliki makna kata beragam sesuai
tekanannya, yang hanya cukup diperhatikan letak tekanan pada suku kata yang
ditekan. Contoh Import dalam bahasa Inggris jika ditekan pada suku kata pertama
yang dimaksud adalah nama, jika diberi
tekanan pada suku kata kedua arti yang dimaksud kata kerja. Seperti: Present,
Subject dll.
Melihat dialek
Arab modern, sudah selayaknya mu’jam saat ini menentukan letak tekanan pada
kata karena setiap daerah memiliki perbedaan. Seperti kata كتب di
Kairo tekanannya di awal sedangkan di dataran tinggi mesir menekankan suku kata
kedua.[15]
C.
PERKAMUSAN DI
DUNIA ARAB
Penyusunan mu’jam
bahasa Arab dalam bentuk sebagai karya linguistik yang komprehensif pertama
kali muncul pada abad kedua hijriyah, para linguitik Arab mengumpulkan bahasa
dari kabilah-kabilah Arab, usaha untuk memperoleh bahasa Arab dilakukan di
jazirah Arab, kemudian mereka hijrah ke dekat Iraq sehingga mereka memperoleh
ilmu bahasa di daerah Bashrah dan Kufah, para linguistik mengambil bahasa fusha
dan meninggalkan sighat dan lafaz yang tidak fusha. Kabilah-kabilah yang dekat dari Arab termasuk ke dalam
kategori fusha dan meninggalkan lahjah kabilah yang jauh dari fusha.
Bahasa fusha diambil dari kabilah Qais, Tamim, Asad, Huzail, dan sebagaian
kabilah Kinanah dan Tha’i.[16]
Para linguistik tidak mengambil
bahasa di daerah Syam, Irak dan Mesir karena sudah bercampur denhgan bahasa
lain, sedangkan kabilah Arab di Yaman bagian timur jazirah arab, kota Hijaz
juga tidak diambil karena bahasa mereka sudah bercampur dengan bahasa Hindi dan
Habsyi. Penyusunan kamus pada abad kedua hijrah ini dipelopori oleh al-Khalil
bin Ahmad al-Farahidi (100-170 H) seorang perintis studi linguistik Arab dan
penemu ilmu al-Arud. Nama kamus arab pertama adalah kitab “al-‘ain” merupakan
karya yang lahr dari ijtihad lughawi yang luar biasa karena sistematika
penyusunannya berdasarkan makgrij al-huruf dari huruf ‘Ain/artikulasi
huruf paling belakang (halq) pada kerongkongan manusia hingga “ya”
yang berartikulasi syafawi.
Dalam pelestarian mu’jam Arab
dilakukan kodifikasi dan sistematisasi paling tidak mengalami tiga periode
penting.Pertama, periode pembukuan (pencatatan) kata-kata tanpa
sistematiska tertentu dan pada umumnya tanpa ada penjelasan kata. Pada periode
ini, tepatnya pada akhir abad pertama hijrah, dijumpai beberapa buku mengenai
risalah al-Quran seperti “Gharib al-Quran” karya Abi Said al-Bakri (w.
141 H) dan kitab “al-Nawadir” karya beberapa orang seperti Abu Amr ibn
al-‘Ala (w. 157 H), Yunus ibn Habib (w. 182 H) dan al-Kisa’i (w. 198 H). Kedua,
periode penyusunan kosa kata secara sistematis dalam buku kecil mengenai
tema tertentu dan disistematisasikan berdasarkan huruf tertentu pula. Di antara
risalah yang disusun pada periode ini adalah kitab al-Mathar wa al-Laba’ wa al-Laban
karya Abu Zaid al-Anshari. Periode ini berlansung pada awal dan pertengahan
abad kedua hijriyah. Ketiga, kodifikasi mu’jam atau ensiklopedi
secara komprehensif pertama di dunia Islam adalah karya al-Kalil .[17]
Setelah itu, muncul para pakar
bahasa yang semuanya hidup pada akhir abad kedua dan awal abad ketiga hijriyah,
mereka mulai mengarang karya-karya mereka dan mengumpulkannya dalam sebuah
kitab, sebahagian dari karya mereka banyak yang sampai pada saat ini dalam
bentuk tema-tema tertentu dalam bidang bahasa, seperti kitab Shigir fil
Ibil, atau risalah Shigir fil Mathar dan sebagainya. Adapun
tokoh-tokoh bahasa yang populer pada masa ini adalah:
1.
Abu Zaid al Anshari (w. 215 h)
2.
Al Ashma’iy (w. 210 h)
3.
Abu Ubaidah (w. 209 h)
4.
Nadha bin Syamil (w. 204 h)
5.
Al Yazidiy (w. 202 h)
6.
Abu Amr Asy-Syaibaniy (w. 202 h)
Semua nama
yang disebutkan di atas termasuk tokoh bahasa kotemporer yang telah berupaya
keras untuk meriwayatkan kata-kata arab beserta nasnya, serta berusaha untuk
mengkodifikasikannya dan menjelaskan dalil-dalilnya dan juga mengemukakan
pandangan mereka sebagaimana terdapat dalam kitab Tarajim Asma’ serta
kitab-kitab lain yang sedikit sekali sampai kepada kita saat ini. Di antara
pakar bahasa di atas hanya satu orang yang berasal dari ulama Kufahbyaitu Abu
Amr asy-Syaibaniy, murid dari Adh Dhabiy yang telah berkontribusi dalam
mengumpulkan kata-kata arab dalam sebuah buku yang berjudul “al-Jim”,
kitab al-Ibil, dan Khalqu Insan. Di antara kitab-kitab di atas,
yang paling populer adalah kitab “al-Jim” dinamakan kitab “al-Jim” karena karangan tersebut
dimulai dengan huruf “Jim”.
D.
SYARAT-SYARAT
MU’JAM
Ada 2 Syarat yang harus dimiliki buku apa
pun yang menyusun dan menguraikan kosakata suatu bahasa, yaitu:
- Mencakup.
- Sistematis.
Pencakupan Mu’jam
tergolong hal yang relatif untuk direalisasikan, sedangkan sistematika
merupakan hal yang harus diterapkan jika tidak ingin kehilangan nilai Mu’jam
itu sendiri. Ada banyak cara sistematika Mu’jam Arab, perbedaan antara cara
yang mudah dan susah menjadi sebab berakhirnya suatu mu’jam dan keberlangsungan
lainnya, timbul dan tenggelam sebagiannya pula.[18]
E.
MACAM-MACAM
KAMUS
Mu’jam dapat
di klasifikasikan berdasarkan beberapa hal tergantng cara pandangnya,
diantaranya: berdasarkan bahasa yang dipakai dalam mu’jam itu sendiri,
berdasarkan kata dan berdasarkan jumlah entri.
1.
Klasifikasi berdasarkan bahasa yang
di pakai, yaitu:
a.
Kamus eka bahasa/monolingual (معاجم الهادية). Ma’ajim Ahhadiyah adalah kamus yang
menyajikan satu bahasa saja, seperti (كتاب
العين)
karya khalil bin ahmad al-farahidi (170 H), المعجم
الوسيط
karya Ibrahim anis dkk المعجم الوسيط (yang terkenal
dengan الصحة) karya al jahari (w. 393) dan lain-lain.
b.
Kamus dwi bahasa atau bilingual المعجم
الثنائية. Kamus dwi bahasa ini adalah kamus yang
menyajikan dua bahasa. Maksud utama kamus ini adalah untuk penerjemahan satu
bahasa ke bahasa yang lain, seperti kamus Al Munawwir (arab-indonesia)
karya ahmad Warson Munawwir, Mu’jam Lughah Al ‘Arabiyah Al Ma’aashir
(arab-inggris) karya Hans Wehr dan lain-lain.
c.
Kamus aneka bahasa atau
multilingual المعاجم المتعددات
اللغات
kamus aneka bahasa merupakan kamus yang menyajikan lebih dari dua bahasa,
seperti kamus arab-indonesia-inggris karya Abdullah bin Nuh dan Oemar Bakry dan
lain-lain.[19]
2.
Klasifikasi berdasarkan kata,
yaitu:
a.
Kamus kata (mu’jam alfazh).
Kamus kata-kata adalah kamus yang menghimpun kata-kata dengan memperlihatkan
unsur-unsur fonologis, morfologis, sintaksis, semantik dan konteks
tertentu, seperti pada jenis-jenis kamus di atas.[20]
b.
Kamus tematik (mu’jam alma’aaniy)
Kamus tematik adalah kamus yang di susun
berdasarkan tema-tema tertentu, seperti خلق الإنسان
والكيل
karya Amr Ibn Karkarah, al hasyarat karya abu kaherah al-‘arabi, dan lain-lain.
Termasuk jenis ini adalah kamus istilah ekonomi المعجم
الإصطلاحات الإقتصادية, kamus istilah kedokteran (المعجم
الإصطلاح الطبّية,) dan lain-lain.
3.
Klasifikasi berdasrkan jumlah
entri, yaitu:
a.
Kamus besar atau thesaurus, yaitu
kamus yang memuat lebih dari 200.000 kata kepala atau entri, seperti lisaanul
‘arab karya ibn manzhur (w. 711 H) dan taajul ‘urs karya Muhammad
bin ‘abd. Al-Razzaq Murtadha al-Zabidi (w. 1205 H).
b.
Kamus sedang, yait kamus yang
memuat tidak kurang dari 40.000 entri, seperti al qamuus al washith
karya al fairuzabadi (w. 817 H).
c.
Kamus kecil yaitu kamus yang memuat
tidak kurang dari 10.000 entri, al mu’jam al wasith karya Ibrahim anis,
dkk dan al mujid karya lois Ma’luf.[21]
4.
Macam-macam Mu’jam ‘Aroby menurut
Dr. Imel Ya’qub diantaranya:
a.
Kamus Bahasa (Lughawi)
Yaitu kamus yang secara khusus membahas lafal
atau kata-kata dari sebuah bahasa dan dilengkapi dengan pemakaian kata-kata
tersebut. Kamus bahasa hanya memuat satu bahasa, sehingga biasanya pemaknaan
kata hanya menyebut sinonim atau definisi kata tersebut. Misalnya, Kamus
Al-Munjid (Arab-Arab), Kamus Mukhtashar Ash-Shihah (Arab-Arab), Kamus Lengkap
Inggris-Inggris dan lain sebagainya.[22]
b.
Kamus Terjemah
Disebut juga kamus mazdujah (campuran) atau
kamus bilingual yang memadukan dua bahasa untuk menentukan titik temu makna dari
kosakata. Kamus terjemah memuat kata-kata asing yang kemudian dijelaskan satu
persatu dengan mencari padanan makna yang disesuaikan dengan bahasa nasional
atau bahasa pemakai kamus. Dalam penyusunan kamus terjemah dibutuhkan skill
penyusun yang mumpuni di bidang ilmu terjemah dua bahasa (bilingual) secara
baik. Pada dasarnya, kamus terjemah tergolong kamus yang paling dulu ada. Sebab
bangsa Smith di Irak, pada tahun 300 SM telah lama mengenal kamus terjemah.
c.
Kamus Tematik (Maudhu’i)
Disebut juga kamus maknawi, karena kata-kata
yang terhimpun di dalam kamus disusun secara tematik berdasarkan topik-topik
tertentu yang memiliki makna sebidang. Misalnya untuk tema lawn (warna)
dimasukan kata ahmar (merah), azraq (biru) dan seterusnya. Untuk kamus tematik,
penyusun mengklasifikasikan kata-kata yang memiliki makna serumpun ke dalam
tema-tema tertentu. Karena itu, kamus terjemah juga disebut kamus maknawi sebab
eksistensi sebuah kosakata terklasifikasi berdasarkan makna. Kamus Tematik
bahasa Arab versi kuno, antara lain: Kamus Al-Mukhassash karya Ali bin Ismail
(1007-1066 M) dari Andalus yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Siddah. Dalam
kamusnya yang berjumlah 17 jilid itu Ibnu Siddah menyusun katakata secara
sistematis tidak mnegikuti urutan alphabet, tapi berdasarkan makna.
d.
Kamus Derivatif (Isytiqaqi)
Disebut juga dengan istilah kamus Etimologis,
yaitu sebuah kamus yang membahasa asal usul sebuah kata, sehingga kamus
derivatif/etimologis berfungsi untuk menginformasikan asal-usul lafal/kosakata.
Apakah sebuah lafal/kata berasal dari bahasa Arab, Persi, Yunani atau lainnya?.
Pencarian asal usul kata selain menggunakan perangkat lunak (software) seperti:
Poliglot 3000, teknik pencarian asal kata juga bisa dilacak dalam berbagai
jenis kamus, sekalipun bukan khusus kamus derivatif.[23]
e.
Kamus Evolutif (Tathawwuri)
Adalah kamus yang lebih memprioritaskan
sejarah perkembangan makna dari sebuah kata, bukan lafalnya. Kamus evolutif
memberikan informasi tentang perluasan makna, perubahannya, sebab-sebab
perubahan makna dan sebagainya. Misalnya, perkembangan makna kata adab atau
sufi sejak masa jahiliyyah hingga masa kini. Untuk mencarinya, kini telah terafiliasi
dalam ensiklopedia atau bahkan buku-buku sejarah.
f.
Kamus Spesialis (Takhashshushi)
Yaitu kamus yang hanya menghimpun kata-kata
yang ada dalam satu bidang/disiplin ilmu tertentu. Ada kamus kedokteran, kamus
pertanian, kamus musik dan sebagainya. Contoh kamus spesialis adalah kamus
At-Tadzkirah yang ditulis oleh Dawud Al6 Anthaqi Al-Dharir. Kamus ini memuat
kata-kata yang khusus berhubungan dengan nama-nama tumbuhan dan serangga.
g.
Kamus Informatif (dairah, ma'lamah)
Yaitu kamus yang mencakup segala hal termasuk
sejarah pengguna bahasa, tokohtokohnya dan sebagainya. Kini, kamus informatif
lebih dikenal dengan ensiklopedia yang menjelaskan sebuah kata tidak hanya
sekedar membahas makna dan derivasi dari sebuah kata, tapi juga mencakup
segalam informasi lain diluar makna leksikon, seperti : sejarah, biografi,
peta, kronologi perang, dan sebagainya. Misalnya kata nahwu dalam kamus-kamus
lain hanya dibahas tentang maknanya yang berarti: contoh, tujuan yang berasal
dari kata naha yang berarti menuju, mengikuti jejak, miring, menyingkirkan.
Dairah Al-Ma’arif atau ensiklopedia berbahasa Arab yang hingga kini masih
popular diantaranya: ensiklopedi karya Bitrisy Al-Bustani (1819-1833 M) dan
Ensiklopedi karya Afram Al-Bustani.[24]
h.
Kamus Visual
Yaitu kamus yang menjelaskan makna kata lebih
menonjolkan gambar dari kata yang dimaksud daripada sebuah istilah yang
definitif. Sebuah gambar, memang terbilang efektif dalam menjelaskan definisi
atau pengertian sebuah kata. Penggunaan lambang-lambang dalam sebauh kamus
termasuk hasil inovasi baru dibidangleksikologi. Dalam perkembangan kamus-kamus
berbahasa Arab, penggunaan gambar dalam menjelaskan makna kosa-kata, telah
dimulai sejak munculnya kamus Al-Munjid pada tahun 1908. Bahkan, beberapa
gambar yang dicantumkan Oleh Lewis Al-Ma’luf, penyusun kamus Al-Munjid banyak
menuai kritik sebab di sana ada beberapa gambar para nabi bahkan ada ilustrasi
tentang proses penciptaan adam dan hawa dari tulang rusuk Adam yang juga
menampakan wujud tuhan. Ada juga gambar patung nabi Musa, Nai Ibrahim hingga
Nabi Isa (Yesus/Yohanna). Hal ini mendorong para leksikolog Arab menolak kamus
Al-Munjid dan kamus-kamus lain yang menggunakan gambar.
i.
Kamus Buku (mu’jam al-kitab)
Yaitu kamus yang khusus dibuat untuk memahami
makna dari kosakata yang termuat dalam sebuah buku. Umumnya, buku yang memiliki
mu’jam al-kitab adalah bukubuku teks pelajaran. Karena memang kamus jenius ini
berfungsi sebagai buku pembantu (kitab musa’id) bagi siswa, terutama guru,
untuk memahami kosakata dalm buku atau bahan ajar. Misalnya kita mengenal tiga
buah buku pelajaran bahasa Arab berjudul Al-Arabiyyah Baina Yadaika, buku
tersebut dilengkapi juga dengan buku berjudul Mu’jam Al-Arabiyyah Baina
Yadaika. Buku itu membantu untuk memahami kosakata yang terdapat pada buku ajar
dan terbatas pada materi buku ajar.
j.
Kamus Digital
Yaitu perangkat lunak computer (software) yang
memuat program terjemah atau kamus bahasa yang bisa dijalankan melalui media
elektronik seperti computer, handphone, PDA, dan perangkat lainnya. Software
kamus digital dinilai lebih praktis dan mudah dijalankan oleh pengguna kamus
dan biasanya operasional kamus digital hanya menggunakan sismten al-nutqi.
Sekalipun demikian, kelebihan kamus digital terletak pada muatan entri atau
kosakata yang jumlahnya tak terbatas. Beberapa software kamus bahasa Arab yang
telah populer antara lain:
a. Al-Mawrid Al-Quareeb (Arab-Inggris,
Inggris-Arab).
b. Kamus Mufid 1.0 (Indonesia-Arab, Arab
Indonesia).
c. Kamus Golden Al-Wafi Arabic Translator
(Arab-Inggris, Inggris Arab).
k.
Kamus On-Line
Yaitu kamus yang bisa diakses melalui
internet. Para netter sering memanfaatkan jasa terjemahan kamus on-line pada
saat browsing ke situs-situs di internet. Salah satu kamus on-line yang populer
adalah Google Translate yang menyediakan jasa penerjemahan lebih dari 20 bahasa
asing, termasuk bahasa Arab.[25]
5.
Macam-macam Mu’jam
‘Aroby berdasarkan tujuannya
Menurut
Ali Al-Qasimy, fungsi kamus sebagai buku pedoman untuk memahami makna, maka
dalam proses penyusunan kamus, penyusunannya tidak bisa mengabaikankan eksistensi
calon pembaca atau pengguna kamusnya. Karena itu, dilihat dari sisi para
pengguna/pembaca, tujuan penyusunan kamus, terlebih kamus-kamus bilingual
dibedakan menjadi 7 (tujuh) macam, yaitu:
a.
Kamus Lughah Matan
v Lughah Syarah
Kamus
Lughah Matan adalah tujuan penyusunan kamus ini adalah diperuntukkan bagi
penutur bahasa asli (bahasa sumber/lughah hadaf). Misalnya, Kamus Arab-Arab
adalah kamus yang menerangkan kosakatabahasa daengan penjelasan bahasa arab.
Diperuntukkan untuk penutur asli. Lawannya adalah Kamus Lughah Syarah, yakni
yang menunjukkan makna kata bagi penutur asing. Misalnya kamus Arab-Indonesia.
b.
Kamus Lughah
Kitabah v Lughah Lisan
Kamus
Lughah kitabah disebut juga kamus fusha, yaitu kamus yang bertujuan menjelaskan
bahasa tulis yang biasa digunakan sebagai bahasa resmi. Lawannya adalah kamus
bahasa lisan atau ‘amiyyah, yaitu kamus yang bertujuan untuk menjelaskan
kat-kata yang biasa digunakan sebagai bahasa komunikasi. Misalnya kamus bahasa
‘amiyyah, bahasa gaul, dsb
c.
Kamus Qori’ v
Kamus Mutarjim
Kamus
Qari’ adalah sebuah kamus yang ditujukan untuk para pembaca bahasa asing.
Lawannya adalah Kamus mutarjim yang diperuntukkan bagi para penerjemah bahasa
asing. Kamus ini menyantumkan sinonim atau padanan setiap katanya.[26]
d.
Kamus Ta’bir v
Kamus Isti’aab
Kamus
ta’bir atau ungkapan adalah kamus yang bertujuan sebagai pedoman bagi
pengguna/pembaca yang ingin menguasai skill kalam yang benar sehingga
ungkapannya dapat dipahami oleh pendengar. Lawanya adalah kamus Isti’aab, yaitu
kamus yang keberadaan berfungsi sebagai pedoman untuk menguasai bahasa. Biasanya
dilengkapi dengan pedoman tata bahasa.
e.
Kamus tarikh v
Kamus Washfi
Kamus
yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena kata yang disusun secara kronologis
dengan penambahan kata yang terkait dengan kata tersebut. Sedangkan kamus
Washfi adalah kamus yang hanya menyuguhkan makna kata secara deskriptif
f.
Kamus ‘Aam v kamus
Khas
Kamus
‘Aam diperuntukkan untuk umum. Sedangkan kamus Khas biasanya diklasifikasikan
pada disiplin ilmu tertentu.
g.
Kamus Lughah v Kamus
Mausu’ah
Kamus
Lughah adalah kamus yang secara spesifik hanya membahas tentang kebahasaan yang
meliputi; makna kosakata, tata bahasa, struktur marfologis dan sintaksis,
contoh-contoh, dan sebagainya. Lain halnya dengan kamus mausu’ah (ensiklopedia)
yang memuat berbagai informasi yang berhubungan dengan kata yang dibahas dan
buj=kan hanya tentang kebahasaan, seperti biografi tokoh, kronologi sejarah,
cabang ilmu pengetahuan dsb.
6.
Macam-macam Kamus
menurut aspek penggunaan bahasa
Klasifikasi
kamus, dilihat dari aspek penggunaan bahasa, dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu ;
a.
Kamus Ekabahasa
(Uhadiyatul Lughah)
Kamus
ini hanya menggunakan satu bahasa. Kata-kata (entri) yang dijelaskan dan
penjelasan maknanya terdiri dari bahasa yang sama. Misalnya Al-Munjid Arab-Arab,
AL-Mu’jam Al-Wajiz, Kamus Dewan, KBBI, dan sebagainya.[27]
b.
Kamus Dwibahasa (
Tsunaiyatul-Lughah)
Kamus
ini mengguanakan dua bahasa,yakni kata masukan (entri) dari sebuah bahasa yang
dikamuskan diberi padanan atau pemerian takrifnya dengan menggunakan bahasa
yang lain. Disebut juga, kamus terjemah. Misalnya, Al-Mawrid (Inggris-Arab),
Al-Munawwir Arab Indonesia, Mahmud Yunus, Al Bisri dan sebagainya.
c.
Kamus Multi Bahasa
Kamus
ini sekurang-kurangnya menggunakan tiga bahasa atau lebih. Misalnya, kata bahasa
Melayu bahasa Inggris dan bahasa Cina secara bersamaan. Seperti Kamus
Melayu-Cina-Inggris Pelangi karya Yuen Boon Chan pada tahun 2004.
7.
Macam-macam Kamus
berdasarkan bentuk atau ukurannya
Menurut
Bo Sevensen, sebuah kamus dilihat dari sisi bentuk dan ukurannya, dapat
dibedakan menjadi 4 macam;
a.
Kamus Saku (Mu’jam
Al-Jaib)
Kamus
saku memuat kosakata/entri antara 5000 hingga 15.000 kata. Umumnya kamus saku
didesain dengan bentuk mungil dan disesuaikan dengan ukuran saku. Tujuannnya
agar ia mudah dibawa kemana-mana.
b.
Kamus Ringkas (Mu’jam
Al-Wajiz)
Kamus
yang mengandung kata-kata (entri) kurang lebih dari 30.000 kata.
c.
Kamus Sedang (Mu’jam
Al-Wasith)
Kamus
yang mengandung kata-kata (entri) kurang lebih antara 35.000 sampai dengan
60.000 kata.
d.
Kamus Besar (Mu’jam
Al-Kabir)
Kamus
yang mengandung kata-kata (entri) kurang lebih dari 60.000 kata.[28]
F.
Sistematika
Penyusunan Kamus
Menyusun kamus
tidak hanya sekedar mengumpulkan kata-kata saja, kemudian menulisnya, tetapi
harus memperhatikan beberapa hal, sehingga kamus yang tersusun justru
memberikan kemudahan bagi pembacanya. Oleh karena itu, penyusunan kamus
semestinya memberikan hal-hal berikut ini:
1. Mengumpulkan
berbagai pengetahuan tentang kata, makna kata, karakter morfologis dan
sintaksis. Kamus hendaknya hanya menghimpun kata-kata yang berlaku, yang dalam
istilah al-khalil disebut “al musta’mal”. Dengan demikian, fungsi kamus adalah
mencatat bahasa, bukan membuat bentuk atau pola baru. Hal ini mengharuskan
penyusun kamus berpegang pada syawahid. Seperti penggunaan kata
بسن tidak boleh
digunakan seperti هذا بسنtidak boleh
digunakan seperti هذا
حسن بسن, tetapi harus disandingkan dengan kata sifat seperti إنه لحسن بسن
(yang wataknya
baik) hal ini merujuk pada perkataan orang arab terdahulu, yaitu إنه
لحسن بسن.
2. Memilih entri.
3. Mengurutkannya
berdasarkan sistematika tertentu.
4. Menulis materi
kamus dalam hal ini perlu diperhatikan dua cara yaitu:
5. Penulisan
berdasarkan ejaan, yaitu apabila kata yang di tulis sama dengan kata yang di
ucapkan.
6. Penulisan
berdasarkan suara, yaitu apabila kata yang di tulis tidak persis sama dengan
yang di ucapkan, seperti kata haza, pengucapan suara vocal pada huruf “ha”
dipanjangkan.
7. Mencetak kamus
dalam bentuk dan model yang menarik.[29]
G.
Sistematika
Pengurutan Entri
Ada beberapa
cara yang digunakan para penyusun kamus dalam mengurutkan entrinya. Kusus kamus
tematik, penyusunannya di tuliskan hanya dengan mengurutkan kata berdasarkan
tema. Kamus bentuk ini telah dahulu ada dari kamus lainnya. Cara-cara yang
dimaksud antara lain:
1.
System pengurutan berdasarkan
urutan makharijul huruf (tempat-tempat keluarnya huruf) dan system
rolling (acak) atau disebut nizhamul alqalibaat assauthiyah, yaitu
mengurutkan huruf pertama setiap kata berdasarkan makhraj huruf (tempat
keluarnya huruf) tersebut kemudian mengacak huruf-huruf kata tersebut sehingga
membentuklah kata-kata lain. Cara seperti ini dilakukan oleh al khalil bin
ahmad al-farahidi (w.170 H ) dalam menyusun kitab al ‘ain,dengan urutan
entri di mulai dari makhraj yang paling dalam yaitu aqsha al-halaq sampai
yang paling luar yaitu al syafah, sebagaimana dalam table berikut ini:
No. Urut
|
Tempat
Keluar Suara
|
Urutan Huruf
|
1-5
|
الآصوات
الحلقية
Tenggorokan
|
ع
– ح – ه - خ-غ
|
6-7
|
الأصوات
اللهوية
Anak lidah
|
ق-
ك
|
8-10
|
الأصوات
الشحرية
Tengah lidah
|
ج
- ش- ض
|
11-13
|
الأصوات
الأسلية
Runcingnya
Lidah
|
ص-
س - ز
|
14-16
|
الأصوات
النطعية
Langit
bagian Depan
|
ط
– د - ت
|
17-19
|
الأصوات
اللثوية
Kepala lidah
bagian atas
|
ظ
– ذ - ث
|
20-22
|
الأصوات
الدلقية
Kepala lidah
bagian bawah
|
ر
– ل - ن
|
23-25
|
الأصوات
الشفوية
Bibir
|
ف
– ب - م
|
26
|
الأصوات
الهوائية
Perut
|
و
– أ – ي - ء
|
Kemudian dalam mengacak misalnya dari
kata ‘aqada bisa didapatkan entri – entri lainnya, yaitu: da’aqa- ‘adaqa-
qada’a- qa’ada dan daqa’a.[30]
Sistematika seperti ini dilakukan pula oleh Abu Manshur Muhammad ibn Ahmad al-
Harawi dalam tazhiybul lughah dan ismail
al-Qali dalam al-baari’.
Oleh karena itu, kata ‘aqala dapat
kita temukan pada bab ‘ain sebelum kata ‘aqaba dan ‘aqaba sebelum
kata ‘aqara. Karena huruf ‘ain merupakan huruf yang paling jauh
makhrajnya, maka di jadikan awal bab dalam penyusunan kamus tersebut.
2.
Sistematika pengurutan berdasarkan
alphabet khusus
Maksudnya
adalah bahwa dalam mengurutkan entrinya menggunakan urutan huruf yang
dikemukakan oleh Nash ibn ‘Ashim, yaitu:
أ
– ب – ت – ث – ج – ح – خ – د – ذ – ر – ز – س – ش – ص – ض – ط – ظ – ع – غ – ف – ق
– ك – ل - م – ن – ه - و – ي
Kemudian di acak seperti yang dilakukan oleh
Khalil bin Ahmad al-farahidi. System seperti ini dilakukan ibn Duraid al-Azdi
dalam jumhur lughah.
3.
Sistem alfabetis yang duurutkan
berdsarkan system qafiyah.
Yakni pengurutan berdasarkan huruf terakhir
dari setiap kata, seperti yang dilakukan oleh isma’il ibn Hammad al-jauhari
dalam as-shihah dan ibnu manzhur dalam lisaanul ‘arab. System ini
menggunakan cara dengan menginventarisasikan huruf,-huruf asal dan memisahkannya
dari huruf-huruf tambahan, kemudian menjadikan huruf akhir sebagai bab,
kemudian menjadikan huruf pertama dan seterusnya sebagai fasl (pasal/sub
bab) sebagai contoh kata alkhadza, maka dapat kita temukan pada bab dza,
fasl alif.[31]
4.
Sistem alfabetis yang di urutkan
berdasarkan huruf pertama dari setiap kata dasar, setelah huruf-huruf tambahannya
dibunag, seperti yang dilakukan oleh ibnu faris dalam mu’jam maqaayiys dan
mu’jam al-washith yang disusun oleh tim dari
majma’ al-lughah al-‘arabiyah di Cairo dan dipimpin lansung Oleh Ibrahim Anis.
5.
Sistem alfabetis yang di urutkan
berdasarkan pengucapan, system seperti ini dilakukan denganmengurutkan entri
apa adanya tanpa membuang huruf tambahannya, hal ini karena banyak yang merasa
bahwa system-sistem sebelumnya terasa sulit, sebagaiman yang dilakukan oleh al
jurjani dalam kitab at ta’rifaat dan Abdullah al-‘alayani dalam kitabnya
almarja’.[32]
Adapun
kamus-kamus berbahasa arab umumnya di urutkan berdasarkan susunan alphabet
latin,yaitu: A-B-C-D-E-F-G-H-I-J-K-L-M-N-O-P-Q-R-S-T-U-V-W-X-Y-Z.
H.
PERIODESASI
PENYUSUNAN KAMUS ARAB
Pertumbuhan
dan perkembangan leksikografi/perkamusan arab tidak langsung jadi dan matang,
tetapi melalui proses perjalanan. Untuk itu disini dikemukakan bentuk
periode-periode yang dilalui oleh kerja yang mulia ini disebut periode
pencatatan Gharib Al-Quran.
Cikal bakal
penyusunan kamus bahasa arab di mulai beberapa decade setelah turunnya al
Quran, ketika kaum muslim menghadapi kesulitan memahami beberapa kata dalam
al-quran. Pada masa rasulullah SAW, para sahabat tidak yerlalu dipusingkan
dengan kata-kata yang tidak mereka mengerti, hal ini karena beliau lansung
menjelaskan kesulitan-kesulitan itu. Tetapi ketika beliau wafat dan islam telah
tersebar ke seluruh penjuru, termasuk wilayah ‘ajam, hajat terhadap penjelasan
kata-kata yang sulit itu semakin mendesak. Dengan demikian, penyusunan kamus
arab pada mulanya hanyalah sebgai sarana berkhidmat kepada al quran dan hadits.
Ibn ‘abbas
adalah orang yang paling berjasa danpaling mengetahu kesulitan-kesulitan itu.
Hal ini, paling tidak, bisa kita lihat dari dialog yang dilakukan oleh nafi’
bin al-Azraq dan najdah ibn ‘uraim dengan ibnu abbas dalam menafsirkan dan
memahami arti kata-kata gharib dalam al-Quran. Dalam dialog itu ibn ‘abbas
ditanya sebanyak 250 pertanyaan dan beliau menjawabnya dengan tepat dan dengan
argumentasi yang kuat. Ketika di Tanya tentang arti kata لكنود
dalam ayat إن الإنسان لربه
beliau menjawab
وهو النعم كفور الذّي يكفر وجده ويمنع وفده ويجيع
Menurut
beliau, orang yang mengingkari nikmat adalah orang yang mengingkari keberadaan
nikmat, tidak mau memberikannya serta membuat orang lain lapar. Kemudian nafi’ bertanya kembali: apakah
orang arab mengetahui itu? Lalu neliau menjawab: tentu. Tidakkah kamu mendengar
perkataan penyair:
ولم
أك للمعروف ثمّ كنودا شكرت له يوم العكاظ
نواله
(Saya berterima kasih
padanya pada hari ‘kaz atas bagiannya, dan aku tidak mengingkari kebaikannya.)
Dengan demikian, ibnu abbas merupakan orang
pertama yang menjelaskan dan menyusun kata-kata gharib dalam al-Quran, sehingga
muncul kamus gharibul Quran yang di nisbatkan kepadanya.[33]
1. Periode
Pengumpulan kata-kata secara tidak beraturan
Pada akhir
abad pertama sampai akhir abad kedua hijriyah, para penulis arab mulai
mengumpulkan dan mencatat kata-kata bahasa arab yang mereka dapatkan dari
penduduk arab asli yang tinggal di pedalaman setelah mereka melakukan
perjalanan dan peneltian. Mereka mencatat apa yang mereka dengar melalui
interaksi lansung. Pada periode ini, pencatatn daftar kata-kata tersebut belum
beraturan karena mereka menulis lansung apa yang mereka dengar tanpa
mengurutkannya.
Sumber utama
daftar kata pada periode ini adalah as-sima’ mencatat lansung dari orang
arab pedalaman dan interaksi lansung dengan mereka. Sedangkan sumber lainnya
Al-Qur’an dan hadits serta syair-syair jahili.[34]
2. Periode
Penyusunan Kamus Tematik
Periode ini di
mulai pada abad kedua hijriyah yang ditandai dengan kemunculan kamus yang
mencatat kata-kata dalam risalah risalah kecil yang menghimpun kata-kata yang
berkaitan dengan tema tertentu atau kelompok kata tertentu (ini diangggap
sebagai bentuk pertama) seperti khuluqul insan (budi pekerti manusia)
dan al khailu (kuda) karya abu malik ‘amr bin karkarah, berikutnya
muncul kamus al hasyarat (serangga) karya abu al khairah al-arabi.:
a.
Risalah yang memuat beberapa tema
(bentuk kedua) seperti asshafat, algharibul manshaf dan
lain-lain.
b.
Risalah yang berdasarkan salah satu
huruf asal (bentuk ketiga), seperti al hamru, kamus ini menghimpun
kata-kata ynag berhuruf akhir hamzah dan dibagi menjadi dua puluh delapan bab.
c.
Risalah yang berdasarkan pada ikatan
tertentu (bentuk keempat), seperti al-idhdad karya abu hatim sahl bin Muhammad bin utsman
al-sijistani. Pada abad ini kamus bentuk pertama masih banyak yang bermunculan,
seperti: assalah karya Nadhr Ibn Syumail.
3. Periode
Penyusunan Kamus secara sistematis
Periode
berikutnya adalah periode penyusunan kamus secara lengkap dan sistematis yang
lebih identik dengan kamus kata. Periode ini muncul pada abad kedua hijriyah,
beberapa saat setelah munculnya kamus tematik, dan di pelopori oleh khalil ibn
ahmad al-farahidi guru dari imam al-nuhat sibawaih, yang menulis kamusnya kitabul
‘ain, setelah munculnya kamus kitabul ‘ain tersebut,bermunculan
kamus-kamus kata dengan berbagai coraknya, terutama dilihat dari sistematika
pengurutan dan penyusunan entrinya, sebagaimana yang telah dibahas.[35]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
mu’jam adalah buku memuat sejumlah besar mufaradat
(kosakata) bahasa arab dengan memaparkan penjelasannya, interpretasi atau
penafsiran maknanya yang disusun secara sistematis, adakalanya berdasarkan
alfabetis/abjadnya, dan adakalanya berdasarkan tema-tema (makna).
Dari mu’jam dapat diketahu
perkembangan/ perubahan makna suatu bahasa seperti penyempitan makna, perluasan
makna, Kenaikan makna dan penurunan makna.
Diantara
macam-macam kamus adalah:
1.
Kamus eka bahasa/monolingual
2.
Kamus dwi bahasa atau bilingual
3.
Kamus aneka bahasa atau
multilingual
4.
Kamus kata (mu’jam alfazh)
5.
Kamus tematik (m’jam alma’aaniy)
6.
Kamus besar atau thesaurus
7.
Kamus sedang
8.
Kamus kecil
Dan kamus ini terdiri dari tujuh sistematika
penulisan dan beberapa periodesasi penulisan kamus tersebut.
B.
Saran
Pembahasan kamus yang dalam ilmu
dalalah ini hanyak sekelumit dari banyak lagi pembahasan dalaah. Penulis
berharap pembahasan makalah ini dapat member manfaat kepada seuruh pembaca.
Disamping itu, penulis sangat mengaharapkan saran dan masukan dari pembaca agar
penulisan makalah ini lebih baik lagi.
[1]
Imil Badi’ ya’qub, -ma’aajim allughawiyah
al-‘arabiayah (Beirut: darul ilmi lil’alayin, 1985), h. 24
[3]
http://uqyyy.blogspot.com/2018/05/qomus-dan-mujam-pengertian-dan.html diakses pada
tanggal 10 desember 2018
[4]Moh. Matsna HS, Kajian Semantik Arab:
Klasik dan Kontemporer, (Jakarta: Kencana, 2016), hal. 214-215
[7] Wildan Taufiq, Fiqih Lughah (Pengantar
Linguistik Arab), (Bandung: Nuansa Aulia, 2015), hal. 182-183
[11]http://uqyyy.blogspot.com/2018/05/qomus-dan-mujam-pengertian-dan.html diakses pada
tanggal 10 desember 2018
[12]http://uqyyy.blogspot.com/2018/05/qomus-dan-mujam-pengertian-dan.html diakses pada
tanggal 10 desember 2018
[17] Muhbib Abdul Wahab, Epistimologi dan Metodologi
Pembelajaran Bahasa Arab, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2008), h. 271
[19] Abdul mujid al hur, al mu’jamiyat wal
ma’ajim al-‘arabiyah (libanon: darul fakra al-‘arabi, 1993) h. 28
[22]http://wandimashum.blogspot.com/2017/04/makalah-macam-macam-mujam-al-aroby.html diakeses
pada tanggal 10 desember 2018
[23]http://wandimashum.blogspot.com/2017/04/makalah-macam-macam-mujam-al-aroby.html diakeses
pada tanggal 10 desember 2018
`[24]http://wandimashum.blogspot.com/2017/04/makalah-macam-macam-mujam-al-aroby.html diakeses
pada tanggal 10 desember 2018
[25]http://wandimashum.blogspot.com/2017/04/makalah-macam-macam-mujam-al-aroby.html diakeses
pada tanggal 10 desember 2018
[26]http://wandimashum.blogspot.com/2017/04/makalah-macam-macam-mujam-al-aroby.html diakeses
pada tanggal 10 desember 2018
[27]
http://wandimashum.blogspot.com/2017/04/makalah-macam-macam-mujam-al-aroby.html diakeses
pada tanggal 10 desember 2018
[28]http://wandimashum.blogspot.com/2017/04/makalah-macam-macam-mujam-al-aroby.html diakeses
pada tanggal 10 desember 2018
[29] Moh. Matsna, Kajian Semantik Arab Klasik
dan kontemporer ..., h. 218
[30] Al-khalil ibn ahmad al-farahidi, kitab
al-ain tabqiq Abdullah al-darwis
(Baghdad al-‘ain, 1967), h. 159
[33] Muhammad Ali al-sulthani, at tazkirah fi al
ma’ajim al-‘arabiyah ma’ajim al nasyatuha wa tathawwuraha (Damaskud: Dar al-Isham,
2001), h. 5
[34] Muhammad Ali al-sulthani, at tazkirah fi
al ma’ajim al-‘arabiyah ma’ajim al nasyatuha wa tathawwuraha …, h. 6
[35] Muhammad Ali al-sulthani, at tazkirah fi
al ma’ajim al-‘arabiyah ma’ajim al nasyatuha wa tathawwuraha …., h. 6-7
0 komentar:
Post a Comment