MAKALAH METODOLOGI TAFSIR; pengertian metode dan metodologi, sumber-sumber tafsir dan urgensi tafsir al-qur’an




METODOLOGI TAFSIR AL-QUR’AN

A.     LATAR BELAKANG MASALAH
Al-Qur’anul Karim adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, mengandung hal-hal yang berhubungan denganm keimanan, ilmu pengetahuan, kisah-kisah, filsafat, peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku dan tata cara hidup manusia, baik sebagai makhluk individu ataupun sebagai makhluk sosial, sehingga berbahagia hidup di dunia dan di akhirat.
Al-Qur’anul Karim dalam menerangkan hal-hal tersebut di atas, ada yang dikemukakan secara terperinci, seperti yang berhubungan dengan hukum perkawinan, hukum warisan dan sebagainya,  dan ada pula yang dikemukakan secara umum dan garis besarnya saja. Yang diterangkan secara umum dan dan garis-garis besarnya ini, ada yang diperinci dan dijelaskan oleh hadits-hadits nabi muhammad SAW , dan ada pula yang di arahkan pada kaum muslimin sendiri yang disebut ijtihad.
Begitu pula halnya Tafsir Al-Qur’an kian berkembang mengikuti irama perkembangan masa dan memenuhi kebutuhan manusia dalam suatu generasi. Tiap-tiap masa dan generasi menghasilkan tafsir-tafsir al-qur’an yang sesuai dengan kebutuhan dan keperluan generasi itu dengan tidak menyimpang dari hukum-hukum agama.
Metode adalah satu sarana untuk mecapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam konteks pemahaman al-Quran, metode bermakna: “prosedur yang harus dilalui untuk mencapai pemahaman yang tepat tentang makna ayat-ayat al-Quran.” Dengan kata lain, metode penafsiran al-Quran merupakan: seperangkat kaidah yang seharusnya dipakai oleh penafsir ketika menafsirkan ayat-ayat al-Quran.
Makalah ini secara khusus ingin mencoba membahas persoalan mengenai Ilmu Tafsir. Apa makna dan pengertian Metode tafsir. Selain itu, akan dibahas juga mengenai pemagian metode ilmu tafsir serta uurgensinya.


B.      PENGERTIAN METODE TAFSIR
Kata metode berasal dari bahasa yunani “methodos” yang berarti “cara atau jalan”. Dalam bahasa Inggris kata ini ditulis “method” dan bahasa Arab menerjemahkannya dengan “thariqat” dan “manaj”. Dan dalam pemakaian bahasa Indonesia kata tersebut mengandung arti: “cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan”.[1]
Kata Tafsir di ambil dari kata Fassara –Yufassiru-Tafsiraan yang berarti keterangan penjelasan atau uraian.[2] Secara bahasa pengertian tafsir adalah menerangkan atau menjelaskan keterangan yang dapat mengeluarkan makna yang tersimpan  dalam kandungan ayat-ayat Al-Qur’an.[3]
Secara istilah tafsir berarti menjelaskan makna ayat Al-Qur’an, keadaan, kisah, dan sebab turunnya ayat tersebut, serta pengertian-pengertian dengan lafal yang menunjukan kepada makna zahir.[4] Al-Qur’an menggunakan  istilah tafsir dalam makna penjelasan,seperti yang terdapat dalam Surat Al-Furqon (25) ayat 33.
وَلاَ ياَتُوْنَكَ بَمَثَلٍ اِلاَّ جِئْنَكَ باِلْحَقِّ وَاَحْسَنُ تَفْسِيْرًا (33)
Artinya: “Tidaklah orang kafir itu datang kepadamu membawa sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penelasannya”.
Sementara itu, dapat dikatakan bahwa metode merupakan penjabaran dari pendekatan. Pendekatan memberikan gambaran konsep dasar yang mampu mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode tafsir. Sehubungan dengan penggunaannya, ada dua istilah yang sering digunakan dalam ilmu tafsir
1.      Metode tafsir, yaitu cara yang digunakan untuk menafsirkan Alquran.
2.      Metodologi tafsir, yaitu disiplin ilmu yang membahas tentang cara menafsirkan Al-Quran.     
Dengan demikian, metode tafsir merupakan kerangka atau kaidah yang digunakan dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran. Sementara itu, metodologi tafsir merupakan pembahasan ilmiah tentang metode-metode tafsir Al-Quran dan berkedudukan sebagai jalan yang harus ditempuh jika ingin sampai kepada tujuan[5].
C.     METODE-METODE TAFSIR
1.      Tafsir Ijmali (metode global)
a.         Pengertian
Secara bahasa, kata ijmal merupakan bentuk mashdar dari ajmala yang berarti penjumlahan, secara keseluruhan, ikhtisar, atau ringkasan. Kata ini berasal dari jamala-yajmulu-jamlah (جمل – يجمل - جملا), yang berarti jama'ahu (mengumpulkan atau menjumlah)[6].
Secara istilah menurut al-Farmawi yang dikutip oleh Amin Suma metode Tafsir Ijmali adalah penafsiran Al-Quran yang dialakukan dengan cara mengemukakan isi kandungan al-Quran melalui pembahasan yang bersifat umum (global), tampa uraian apa lagi pembahasan yang panjang dan luas, juga tidak dilakukan secara rinci.[7]
Jadi, Tafsir Al-Ijmali (metode Global) ialah menafsirkan Al-Quran dengan cara yang global dan singkat. Dalam metode ini, bahasa yang digunakan mudah dimengerti dan enak dibaca, sistematika penulisannya mengikuri susunan ayat dalam mushaf, serta  tidak terlalu jauh dari gaya bahasa Al-Quran. Mufasir menjelaskan  makna umum yang terkandung dalam ayat tanpa menjelaskan perangkat perangkat pendukungnya secara detail, seperti i'rab atau balaghah.

b.      kelebihan
1)      Praktis dan mudah difahami
2)      Bebas dari penafsiran israiliyat
3)      akrab dengan bahasa al-Qur’an.

c.       Kekuarangan
1)       al-Quran seolah-olah bersifat parsial (terbagi tapi tidak mendalam).
2)       Tidak ada ruang untuk mengemukakan analisis yang memadai[8]
d.      Contoh kitab
1.)    Tafsir Al- Jalalayn, karya Jalal al-Din Al-Suyuthy dan Jalal al-Din Al-Mahally.
2.)    Tafsir Al-Qur'an al-'Adhim, karya Ustadz Muhammad Farid Wajdy.
3.)    Shafwah al-Bayan li Ma'any Al-Qur'an, karya Syaikh Husanain Muhammad Makhlut.
4.)    Tafsir Al-Qur'an, karya Ibn Abbas, yang dihimpun oleh Al-Fayruz Abady.
5.)    AI-Tafsir al- Wasith, produk Lembaga Pengkajian Universitas Al-Azhar, Mesir, karya suatu Committe Ulama.
6.)    Al-Tafsir al-Muyassar, karya  Syaikh 'Abd al-Jalil Isa.
7.)    Al-Tafsir al-Mukhtashar, produk  Majlis Tinggi Urusan Ummat Islam, karya suatu Committe  Ulama.[9].
2.      Metode Tafsir Tahlili (analisis)
a.       Pengertian
Secara etimologi atau bahasa, Al-Tahlili (التحليلى) berarti lepas atau terurai. Istilah ini berasal dari hallala, yuhallilu, tahlil (حلل يحلل تحليل).  Kata ini diartikan dengan فقها و نقضها  (menguraikan, menganalisis)[10].
Jadi, secara bahasa, metode tafsir tahlili adalah upaya menguraikan dan menganalisis ayat-ayat Al-Qur'an sehingga menjadi jelas maksudnya.
Secara istilah menurut al-Farmawi yang dikutip oleh Amin Suma metode Tafsir Tahlili adalah  metode penafsiran ayat-ayat Al-Qur'an yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan uraian-uraian makna yang terkandung, dalam ayat-ayat Al-Qur'an dengan mengikuti tertib susunan/urut-urutan surat-surat dan ayat-ayat Al-Qur'an itu sendiri dengan sedikit-banyak melakukan analisis di dalamnya[11].
b.      Kelebihan
1)         Ruang lingkupnya sangat luas
2)         Memuat berbagai ide
c.       Kekurangan
1)        Ayat-ayat al-qura’an seolah-olah menjadi bertantangan
2)        Melahirkan penafsiran yang subjektif
3)        Masuknya pemikiran dan riwayat israiliyat[12].
d.      Contoh
Berbentuk Tafsir Bi Al-Ma’tsur
1.)      Tafsir Ath-Thabari karya Ibnu Jarir Ath.Thabari (w. 310 H).
2.)      Ma'alim At-Tanzil karya Al-Baghawi (w. 516 H),
3.)      Tafsir AI-Qur'an Al-Azhim karya Ibnu Katsir (w. 774 H).
4.)      Ad-Durr AI- Mantsur fi At-Tafsir bi At-Ma'tsur karya As-Suyuthi (w. 911 H). 
Berbentut Tafsir bi Ar-Ra'yi 
1)      Tafsir Al-Khazin karya Al- Khazin (w. 741 H),
2)      Anwar At-Tanzil wa Asrar At-Ta'wil karya Al-Baidhawi (w. 691 H),
3)      Al-Kasysyaf karya Az-Zamakhsyari (w. 538 H),
4)      'Arais Al-Bayan fi' Haqa'iq AI-Qur'an karya Asy-Syairazi (w. 606 H),
5)      Tafsir Al-Jawahir fi Tafsir Al-Qur'an karya Thanthawi Jauhari, dan
6)      Tafsir Al-Manar karya Muhammad Rasyid Ridha (w. 1935 M).[13]
3.      Metode tafsir maqarran
a.       Pengertian
Kata muqaran merupakan bentuk mashdar dari qarana (قرنا يقارن - مقارنة) yang berarti perbandingan (qabata baina at'-syai'ain)[14]. Artinya, upaya mengkaji karakteristik, spesifikasi, dan persamaan-perbedaan sesuatu dengan yang lainnya dengan jalan membandingkan atau mendekatkan benda-benda yang diperbandingkan tersebut.     
Adapun makna metode Tafsir Muqaran tersebut adalah membandingkan ayat- ayat Al-Qur'an dengan ayat-ayat lainnya yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi tentang dua atau lebih masalah, atau membandingkan dengan ayat-ayat yang memiliki redaksi yang berbeda tentang masalah atau kasus yang sama atau diduga sama.[15] Termasuk dalam definisi itu adalah  memandingkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan Hadis Nabi secara lahiriyah nampak bertantangan dan memandingkan pendapat dari ulama tafsir yang menyangkut penafsiran Al-Qur'an.[16]
Dalam definisi lain Al-Tafsir Al-Muqaran ialah tafsir yang dilakukan dengan cara membanding-bandingkan ayat-ayat Al-Qur'an yang memiliki redaksi berbeda padahal isi kandungannya sama, atau antara ayat-ayat yang memiliki redaksi yang mirip padahal isi kandungannya berlainan. Juga termasuk ke dalam metode komparasi (Al-Manhaj Al-Muqaran) ialah menafsirkan ayat-ayat A1-Qur'an yang selintas tinjau tampak berlawanan dengan Al-Hadis, padahal dalam hakikatnya sama sekali tidak bertentangan[17].
Jadi, penulis cenderung pada pengertian menurut Amin Suma bahwa Tafsir Muqarran adalah menafsirkan ayat al-Qurán dengan membandingkan ayat al-Qur’an yang lain.
b.      Kelebihan
1)        Memberikan wawasan yang luas
2)        Menghargai pendapat orang lain
3)        Pintu pengetahuan semakin terbuka
4)        Menuntut kehati-hatian mufasir
c.       Kekurangan
1)        Tidak cocok untuk para pemula
2)        Kurang dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan sosial
3)        Lebih banyak menelusuri permasalahan terdahulu.
d.      Contoh Karya-Karya yang Menggunakan Tafsir Al-Muqaran
1)        Ibnu Jarir Ath- Thabari dalam Jami' Al-Bayan fi Ta'wil AI-Qw'an.
2)        Ibnu Katsir dalam Tafsir Al- Qur'an Al-'Azhim,
3)        Asy-Syanqithi dalam Adhwa' Al-Bayan fi idhah Al-Qur'an  bi Al-al-qur’an
4)        Abu Abdirrahman Ibnu Uqail Azh-Zhahiri dalam Tafsir  At-Tafasir.[18]
4.      Metode Tafsir Maudhu’i
a.       Pengertian
Istilah الموضوعي secara bahasa, berasal dari kata maudhu'i yang merupakan isim maf 'ul dari kata wadha'a (وضع), yang berarti sesuatu  yang diletakkan, masalah, atau pokok pembicaraan.[19]
Secara istilah menurut Musthafa Muslim yang dikutip oleh Amin Suma, Tafsir Al-Maudhu'i ialah tafsir yang membahas tentang masalah-masalah Al-Qur'an al-Karim yang (memiliki) kesatuan makna atau tujuan dengan cara menghimpun ayat-ayatnya yang terpisah-pisah untuk melakukan penalaran (analisis) terhadap isi kandungannya menurut cara-cara tertentu guna menjelaskan makna-maknanya dan mengeluarkan unsur-unsurnya serta menghubung-hubungkannya antara yang satu dengan yang lain dengan korelasi yang bersifat komprehensif.[20]
b.      Kelebihan
1)        Dapat menjawab tantangan zaman
2)        Praktis dan sistematis
3)        Dinamis
4)        Membuat pemahaman menjadi utuh
c.       Kekurangan
1)        Memenggal ayat-ayat Al-Qur'an
2)        Membatasi pemahaman ayat pada suatu tema[21].
d.      Contoh
1)        Al-Insan fi al-Qur'an dan al-Mar'ah fi al-Qur'an karya Mahmud al-Aqqad.
2)        Al-Riba fi al-Qur'an karya Abu al-A'Ia al-Maudhudi.
3)        Al-Tibyan fi Aqsam Al-Qur'an, karangan Ibnu Qayyim al-Jawziyyah (671-751 H1291-1350 M)
4)        Ayat al-Jihad fi al-Qur'an al-Karim karya Dr. Kamil Salamah al-Daqs.
5)        Makanah al-Mar'ah fi al-Qur'an al-Karim wa al-Sunnah al-Shalihah karya Muhammad Biltaji.
6)        Nahw Tafsir Maudhu'i li Suwar al-Qur'an al-Karim karya Muhammad al-Ghazali. 
7)        Ushul al-Din wa Ushul al-iman fi al-Qur'an karya Ayatullah al-Syeikh Muhammad al-Yazdi[22].

D.    MACAM-MACAM TAFSIR BERDASARKAN SUMBERNYA/CARANYA
a.    Pengertian
Kata Al-Ma'tsur adalah isim Maf 'ul (okjek) dari kata atsara-ya’tsiru/ya’tsuru-atsran-wa-atsaratan  yang secara etimologis berarti                                                                                                      menyebutkan atau mengutip (Naqala) dan memuliakan atau menghormati (akrama). Al-Atsar juga berarti sunnah, hadis, jejak, bekas, pengaruh dan kesan. Jadi, kata-kata at-ma'tsur, al-naqll al-manqul, dan al-riwayah pada hakikatnya mengacu pada makna yang sama yaitu mengikuti atau mengalihkan sesuatu yang sudah ada dari orang lain atau masa lalu sehingga tinggal mewarisi dan meneruskan apa adanya.
Muhammad bin Ali al- Shabuni, memformulasikan tafsir bi al-riwayah yang dikutib oleh Amin Suma, Tafsir bi al-riwayah ialah tafsir yang terdapat dalam Al-Qur'an, atau as-Sunnah atau pendapat sahabat, dalam rangka menerangkan apa yang dikehendaki Allah Swt. tentang penafsiran Al-Qur'an berdasar al-Sunnah al-Nabawiyah. Dengan demikian, maka tafsir bi al-ma'tsur adakalanya ialah menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an, atau menafsirkan Al-Qur'an dengan al-Sunnah al-Nabawiyah atau menafsirkan Al-Qur'an dengan yang dikutip dari pendapat sahabat[23].
b.        Jenis-jenis tafsir al-ma’tsur
1)      Tafsir Al-Qur'an bi Al-Qur'an
2)      Tafsir Al-Qur'an bi As-Sunah
3)      Tafsir Al-Qur'an bi dengan pendapat sahabat
c.         Kelebihan
1)      Menafsirkan ayat Al-Qur'an dengan ayat al-qur’an yang lain
2)      Menafsirkan ayat Al-Qur'an dengan hadis Rasulullah
3)      Menafsirkan ayat Al-Qur'an dengan pendapat sahabat
4)      Menafsirkan ayat Al-Qur'an dengan pendapat tabi’in[24]
d.        Kekurangan
1)      Bercampurnya riwayat yang shahih dengan yang dha'if karena dikutip tanpa sanad yang jelas.
2)      Riwayat kadang tercampur dengan riwayat isra'iliyat yang dipenuhi oleh khurafat.
3)      Orang yang berpegang pada satu mazhab tertentu mengeluarkan pendapat untuk mendukung mazhab-nya tersebut.
4)      Orang-orang zindik berdusta dan memasukkan pendapat mereka ke dalam hadis[25].
e.          Kitab tafsir bil ma'tsur yang paling populer
1)      Jami'al-Bayan Fi Tafiir aI-Qur an. karya Ibn Jarir al-Thabari (w. 310 H).
2)      Bahrum Ulum, karya Abu al-Laits al-Samarqandi (w. 373 H).
3)      Ma’alim al-TanZil, karya Abu Muhammad al-Husain al-Baghawi (w. 510 H).
4)      Al-Kasyf wa al-Bayan An Tafsir al-Quran, karya Abu Ishaq al-Tsa'labi (w. 546 H).
5)      Al-Muharrar al-wajiz Fi Tafsir al-Kitab al-AZiZ karya Ibn Athi- yyah al-Andalusi (w. 546 H).
6)      Tafsir al-Qur’an al-Adzhim, karya al-Hafidh Ibn Katsir (w.774 H)[26].
2.      Tafsir Ar- Ara’yi (Ad-Dirayah/Al-Ma’qul/Al-Ijtihad)
a.         Pengertian
kata dirayah (د راية) berakar pada kata dara-yadri-daryan- wadiryatan-wa-dirayatan دري – يدري – دريا – ودرية - ودراية)) yang artinya mengerti. mengetahui. dan memahami. Kata dirayah mcrupakan sinonim dengan kata ra'yun ( رأي) yang berasal dari kata ra'a-yar'i-ra'yan-wa-ru'yatan (رأي – يري – رأيا – ورؤية) yang berarti melihat (bashara), mengerti (adraka), menyangka, mengira atau menduga (hasiba).
Adapun yang dimaksud dengan tafsir bi-al-ra'yi yang dikutip oleh Amin Suma dari kitab al-Tafsir wa al-mufassirun karangan Muhammad Husain Al-Dzahabi ialah: penafsiran Al-Qur'an yang dilakukan berdasarkan ijtihad mufassir setelah mengenali lebih dahulu bahasa Arab dari berbagai aspeknya serta mengenali lafal-lafal bahasa Arab dan segi-segi argumentasinya yang dibantu dengan menggunakan syair-syair jahili serta mempertimbangkan sabab nuzul, dan lain-lain sarana yang dibutuhkan oleh mufassir[27].
 Intinya, yang dimaksud dengan tafsir bi al-ra'yi ialah menafsirkan Al-Qur'an dengan lebih mengutamakan pendekatan kebahasaan dari berbagai  seginya yang sangat luas.
b.          Kelebihan
1)      Melakukan tafsir bi ar-ra’yi sama saja melakukan perintah Allah, yaitu  beriitihad. 
2)      Tafsir bi ar-ra'yi merupakan upaya untuk mengetahui makna-makna kitab Allah. 
3)      Tafsir bi ar-ra’yi menjadikan disiplin ilmu Al-qu’ran terus berkembang. Tafsir bi ar-ra’yi dapat mengadaptasikan Al-quran sesuai dengan kehidupan masa kini[28]
c.         Kekurangan
Kemungkinan penafsiran yang dipaksakan, subjektif dan pada hal-hal tertentu mungkin sulit dibedakan antara pendekatan ilmiah yang sesungguhnya dengan kecendrungan subjektifitas mufassirnya[29].

d.        Contoh
1)      Madarik al-Tanzil wa Haqaiq al-Ta’wil karangan Al-Ustadz Mahmud  Al-Nasafy.
2)      Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta'wil karangan Al-Ustadz Al-Baydlawy.
3)      Lubab al-Ta'wil fy Ma'any al-tanzil karangan Al-Ustadz Al-Khazin. 
4)      Ruh al-Ma'any fy Tafsir al-Qur 'an wa al-Sab'u al-Matsany  karangan al-ustadz al-alusy
5)      Al-tafsir al-kabir “mafatih al-ghayb” karangan al-ustadz al-fakhr al-razy[30].
E.       CORAK-CORAK PENAFSIRAN
1.      Tafsir Falsafi
Yang dimaksud dengan tafsir falsafi (al-tafsir al-falsafi) ialah penafsiran ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan pendekatan logika atau pemikiran filsafat yang bersifat liberal dan radikal.
Di antara contohnya penafsiran sebagian Filsuf yang mengingkarib kemungkinan isra’ nabi Muhammad SAW dengan fisik di samping ruhnya. Mereka hanya menyakini kemungkinan mi’raj Nabi Muhammad SAW hanya dengan roh tanpa jasad.
2.      Tafsir Ilmi
Tafsir Ilmi (al-tafsir al-iImiy) ialah penafsiran Al-Qur'an yang pembahasannya lebih menggunakan pendekatan istilah-istilah (term-term) ilmiah dalam mengungkapan Al-Qur'an; dan seberapa dapat berusaha melahirkan berbagai- cabang-ilmu pengetahuan yang berbeda dan melibatkan pemikiran-pemikiran filsafat.
Di antara ulama yang memberi lampu hijau untuk mengembangkan tafsir ilmi ialah al-Ghazali (450-505 H1057-1111 M),Jalal al-Din al-Suyuthi (w. 911 H1505 M), Thanthawijauhari (1287 -1358 H1870-1939 M), dan Muhammad Abduh (1265-1323 H1849-1905 M).
Di antara buku yang mengkhususkan pembahasan pada ayat-ayat ilmu pengetahuan (ayat al-'ulum/ayat al-kawniyah) ialah:
a.       Al-Jawahir fi Tafsir Al-Qur'an (Berbagai Mutiara dalam menafsirkan    Al-Qur'an), karya Thanthawi Jawhari (1287-1358 Fl) yang terdiri atas 13    jilid, 26 juz dan 6335 halaman.
b.      Al-Tafsir al-llmi Ii al-Ayat al-Kawniyah fi Al-Qur'an (Penafsiran lmiah bagi Ayat-ayat Kawniyah dalam Al-Qur'an), karya Hanafi Ahmad, Mishr: Dar al-Fikr, t.t.. 
c.       Tafsir al-Ayat al-Kawniyah (Tafsir Ayat-ayat Kawniyah), susunan Dr. Abdullah  Syahatah yang diterbit H1980 M.  kan di al-Qahirah, Mishr: Dar al-I'tisham, 1400
3.      Tafsir Tarbawi
Tafsir tarbawi ialah tafsir yang berorientasi kepada ayat-ayat tentang pendidikan (ayat al-tarbawi). Dibandingkan dengan corak-corak tafsir yang lain, terutama tafsir ahkam, kitab tafsir yang khusus tarbawi relatif masih amat sedikit. Di antara contoh kitab tafsir tarbawi ialah
a.       Namadzij Tarbawiyah min Al-Qur'an al-Karim (Model-mode Pendidikan dari Al-Qur'an al-Karim), buah tangan Ahmad Zaki Tafahah, Beirut-Lubnan: Dar al-Kitab al-Lubnani, 1980 M. 
b.      Nadzariyyah al-Tarbiyah ji Al-Qur'an wa Tathbiqatuha fi Ahd al-Rasul Alqyh al- Shalatu wa al-Salam (Teori Pendidikan dalam Al-Qur'an dan Penerapannya pada Masa Rasul Saw.), karya Dr. Aminah Ahmad Hasan, al-Qahirah: Dar al-Ma'arif, 1985 M.
5.      Tafsir Akhlaqi      
Tafsir akhlaqi (al-tafsir al- akhlaqi), yaitu penafsiran yang lebih cenderung kepada ayat-ayat tentang akhlak dan menurut pendekatan ilmu-ilmu akhlak.
Kitab tafsir yang secara khusus hanya membahas ayai-ayat akhlak agaknya relatif langka. Tetapi penafsiran ayat-ayat akhlak dalam kitab-kitab tafsir tahlili teramat banyak. Satu di antaranya ialah: lafsir an-Nasai (4 jilid 1374 halaman), karya al-Imam al-Jalil al-Alamah Ali aI-Barakat Abdullah bin Ahmad bin Mahmud al-Nasafi yang dalam menafsirkan ayat-ayat Ai-Qur'an sangat kental dengan hal-hal yang bersifat etik moral.
6.      Tatsir Ayat Ahkam/Fiqhi     
Tafsir fiqhi yang kemudian lebih populer dengan sebutan tafsir ayat al-ahkam atau tafsir ahkam saja ialah tafsir yang lebih berorientasi kepada ayat-ayat hukum dalam Al-Qur'an (ayat al-ahkam). Berlainan dengan tafsir-tafsir yang lain semisal tafsir.
Di antara kitab-kitab tafsir ayat ahkam ialah:
a.       Ahkam Al-Qur'an al-Jashshash,  disusun oleh al-lmam Hujjat al-lslam Abi Bakr Ahmad bin Ali al-Razi al-Jashshash (305-370 H917-980 M), salah seorang ahli fikih dari kalangan Mazhab Hanafi. 
b.      Ahkam Al-Qur'an Ibn al-Arabi, merupakan karya monumental Abi Bakar Muhammad bin Abdillah, yang lazim populer dengan sebutan Ibn al-Arabi (468-543 H1075-1148 M)[31]

F.        URGENSI TAFSIR
Ketahuilah bahwa individu dan umat tidak dapat berkembang dan maju keeuali dengan bimbingan ajaran al-qur’an yang merupakan kunci kebahagiaan; sementara pengamalan ajaran-ajaran ini tidak akan terwujud kecuali dengan mempelajari tafsir- nya serta rnengerti makna-maknanya. Dengan demikian, tanpa tafsir seseorang tidak mungkin sampai kepada pemahaman terhadap jiwa al-Quran dan maknanya yang terdalam, yang akan menghantarkan manusia kepada kebahagiaan dunia akhirat.   
Andai kata kamu ingin mengetahui rahasia keberhasilan orang-orang shaleh terdahulu, meskipun jumlah mereka sedikit dan dengan fasilitas terbatas, kamu akan mengetahui bahwa mereka itu sangat giat mempelajari al-Quran dan, dengan anugerah Allah yang berupa tabiat dan kemampuan yang luar biasa, mereka berhasil menggali segala kandungan al-Quran tersebut.
Rasulullah berkenan menafsirkan Kalamullah untuk para  sahabamya itu tidak lain adalah pengamalan firman Allah, dan sekali- gus merupakan realisasi dari kedudukan beliau sebagai rahmat bagi alam semesta, untuk mengantarkan mereka kepada kesempurnaan dan membimbing mereka menuju keridhaan Allah Ta'ala.  Demikianlah, kita sangat membutuhkannya sebagaimana para sahabat dulu membutuhkannya; lebih dari itu, kita justru memerlukan hukum-hukum yang dulu tidak atau belum diperlukan oleh mereka. Karena kita tidak mempunyai pengetahuan mendalam mengenai seluk beluk bahasa Arab karena tidak mempelajarinya, maka kita sangat memerlukan karya tafsir.
Sebagaimana telah diketahui, bahwa kesempurnaan agama dan duniawi, sekarang maupun nanti, tidak akan sempuma kecuali  melalui ilmu-ilmu syariah dan pengetahuan agama. Dan ilmu-ilmu ini hanya diperoleh melalui orang yang dipercaya yang tidak dinodai oleh kesalahan, dan melalui al- Kitab yang diturunkan kepada orang yang terpercaya terscbut. Al-kitab itu adalah al-qur’an dan orang yang terpecaya tersebut tidak lain adalah nabi Muhammad SAW. Penafsiran al-kitab al-karim melalui Nabi ini adalah jalan menuju keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat[32]



G.    KESIMPULAN
1.      Metode tafsir al-Quran adalah suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat al-Quran.
2.      Metode-metode penafsiran dibagi dalam  empat cara yaitu :
a.         Metode Ijmali (Global) adalah  suatu metoda tafsir yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara mengemukakan makna global.
b.         Metode Tahlil (analisis) adalah menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.
c.         Metode Muqaran (Komparatif/Perbandingan) adalah menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan merujuk pada penjelasan-penjelasan para mufassir.
d.         Metode Maudhu’iy (Tematik) adalah membahas ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan.
3.      Macam-macam tafsir berdasarkan sumbernya
a.     Tafsir bi al-riwayah ialah tafsir yang terdapat dalam Al-Qur'an, atau as-Sunnah atau pendapat sahabat, dalam rangka menerangkan apa yang dikehendaki Allah Swt. tentang penafsiran Al-Qur'an berdasar al-Sunnah al-NabawiyahTafsir Ar- Ara’yi (Ad-Dirayah/Al-Ma’qul/Al-Ijtihad)
b.     tafsir bi al-ra'yi ialah menafsirkan Al-Qur'an dengan lebih mengutamakan pendekatan kebahasaan dari berbagai  seginya yang sangat luas.
4.      Corak-corak penafsiran
a.      tafsir falsafi (al-tafsir al-falsafi) ialah penafsiran ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan pendekatan logika atau pemikiran filsafat yang bersifat liberal dan radikal. Tafsir Ilmi
b.     Tafsir Ilmi (al-tafsir al-iImiy) ialah penafsiran Al-Qur'an yang pembahasannya lebih menggunakan pendekatan istilah-istilah (term-term) ilmiah dalam mengungkapan Al-Qur'an
c.      Tafsir tarbawi ialah tafsir yang berorientasi kepada ayat-ayat tentang pendidikan (ayat al-tarbawi). Tafsir Akhlaqi      
d.     Tafsir akhlaqi (al-tafsir al- akhlaqi), yaitu penafsiran yang lebih cenderung kepada ayat-ayat tentang akhlak dan menurut pendekatan ilmu-ilmu akhlak.
e.      Tafsir fiqhi yang kemudian lebih populer dengan sebutan tafsir ayat al-ahkam atau tafsir ahkam saja ialah tafsir yang lebih berorientasi kepada ayat-ayat hukum dalam Al-Qur'an (ayat al-ahkam).





DAFTAR PUSTAKA


Baidan,  Nasaruddin, 2002, Metode Penafsiran Al-Quran, Yogjakarta: Pustaka Pelajar
Anwar,  Rosihon, 2000,Ilmu Tafsir, Bandung: Pustaka Setia
Anwar, Abu, 2009,  Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar, Pekanbaru : Amzah
M. yusuf, Kadar, 2014, studi Al-Qur’an edisi kedua, Jakarta: Amzah
Al-Munawwir, , 1997 Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progresif
Suma. Amin , 2013, UlumulQur'an, Jakarta: Rajawali Pers
Hasan, Ali, 1992, Sejarah Dan Metodologi Tafsir, Jakarta :Rajawali Pers
Zulheldi , 2017, 6 langkah metode tafsir maudhu’i, Depok : Rajawali Press
Shihab, Muhammad Quraish,1995, Membundingkan Al-qur'an, Bandug: Mizan
Samsurrahman, 2014, Pengantar Ilmu Tafsir, Jakarta: Amzah
Yunus Hasan Abidu, 2007, Tafsir Al-Qur’an, Jakarta: Gaya Media Pratama
Al-Hayy Al-Farmawi, 1994, Metode Tafsir Maudhu’i, Jakarta: Rajawa wali Pers




[1] Nasaruddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Quran, (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h. 54.
[2] Rosihon anwar,Ilmu Tafsir,( pustaka setia bandung), hlm, 141
[3] Abu anwar, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar,(Pekanbaru : amzah) cet.3 2009, hlm,97
[4] Kadar m. yusuf, studi Al-Qur’an edisi kedua,(Jakarta: amzah,) cet.2 2014, hlm,121
[5] Samsurrahman, Pengantar Ilmu Tafsir (Jakarta:Amzah,2014)hlm.118
[6] Al-Munawwir, Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997). hIm 211
[7] Amin Suma. UlumulQur'an (Jakarta: Rajawali Pers, 2013). hIm 381;.
[8] Samsurrahman, pengantar ilmu tafsir, (jakarta: amzah, 2014)hlm 130-133
[9] Ali Hasan, Sejarah Dan Metodologi Tafsir, (Jakarta :Rajawali Pers, 1992) hlm 74
[10] Al-Munawwir, Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997). hIm 291
[11] Amin Suma. UlumulQur'an (Jakarta: Rajawali Pers, 2013). hIm 379
[12] Samsurrahman, Pengantar Ilmu Tafsir, (jakarta: amzah, 2014)hlm.120-134
[13] Ibid,. hlm.129-138
[14] Al-Munawwir, Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997). hIm 1113
[15] Zulheldi, 6 langkah metode tafsir maudhu’i, (Depok : Rajawali Press, 2017) hlm 21-22
[16] Muhammad Quraish Shihab, Membundingkan Al-qur'an, (Bandug: Mizan,  1995), hlm 118.
[17] Amin Suma. UlumulQur'an (Jakarta: Rajawali Pers, 2013). hIm 383
[18] Samsurrahman, Pengantar Ilmu Tafsir (Jakarta:Amzah,2014)hlm.129-138
[19]  Al-Munawwir, Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997). hIm 1567
[20] Amin Suma. UlumulQur'an (Jakarta: Rajawali Pers, 2013). hIm 391
[21] Samsurrahman, pengantar ilmu tafsir, (jakarta: amzah, 2014)hlm 132-134
[22] Zulheldi, 6 langkah metode tafsir maudhu’i, (Depok : Rajawali Pers, 2017) hlm 37

[23] Amin Suma. UlumulQur'an (Jakarta: Rajawali Pers, 2013). hIm 333
[24] Samsurrahman, pengantar ilmu tafsir, (jakarta: amzah, 2014)hlm 142
[25] Ibid, hlm 156
[26] Yunus Hasan Abidu, Tafsir Al-Qur’an,(Jakarta: gaya Media Pratama, 2007) hlm 67
[27] Amin Suma. UlumulQur'an (Jakarta: Rajawali Pers, 2013). hIm 351
[28] Samsurrahman, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Amzah, 2014)hlm 170
[29] Op. Cit hlm 368
[30] Ali hasan al-‘aridl, Sejarah Dan Metodologi Tafsir, (Jakarta :Rajawali pers, 1992) hlm 54
[31] Amin Suma. UlumulQur'an (Jakarta: Rajawali Pers, 2013). hIm 396-400
[32] Al-Hayy Al-Farmawi, metode tafsir MAUDHU’I,(Jakarta: Rajawa wali Pers, 1994) hlm 4

Share on Google Plus

About Epal Yuardi

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar:

Post a Comment