MAKALAH HADIST; pengertian, ilmu hadist dan muthalahah hadis, perbedaan ilmu hadist dan muthalahah hadis, perkembangan ilmu hadis dan pembukuan hadist



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Hadits merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an .[1] Dengan demikian, kita mengetahui bahwa Hadits menempati posisi sangat penting dan strategis dalam buku kajian-kajian keislaman, setidaknya dalam melihat buku historis usaha para ulama itu dalam menelusuri dan mencari Hadits-Hadits yang dipandang otentik.
Sejarah penulisan dan pembukuan Hadits  dan Ilmu Hadits telah melewati serangkain fase historis yang sangat panjang. perkembangan dan penyebaran yang kompleks semenjak Nabi SAW, sahabat, tabi’in dan seterusnya hingga mencapai pada puncaknya pada kurun abad ketiga hijriah. Perjuangan ulama Hadits yang telah berusah dengan keras dalam melakukan penelitian dan penyeleksian terhadap Hadits mana yang Shahih dan mana yang Dha’id, telah menghasilkan metode-metode yang cukup kaya, mulai dari metode penyusunan dalam berbagai bentuknya (musnad, sunan, jami’ dan lain-lainnya), hingga kaidah-kaidah penelusuran Hadits. Kaidah-kaidah tersebut hingga menjadi disiplin ilmu tersendiri yang kemudian disebut dengan Ilmu Hadits.[2]
Di sinilah bekal pengetahuan ilmu Hadits menjadi sangat bermanfaat bagi para peneliti dan pengkaji Hadits karena untuk mempelajari dan mengkaji Hadits-Hadits Nabi, selain itu seseorang tidak bisa mengabaikan ilmu Hadits, oleh karena itu dalam penulisan makalah ini pemakalah akan menjelaskan tentang  Hadits, Ilmu Hadits, Ilmu Mustolahal Hadits, dll.




B.     Rumusan Masalah
Yang mejadi pokok pembahasan makalah ini diantaranya, yaitu :
1.      Apakah Ta’rif Hadits ?
2.      Apa itu Ilmu Hadits dan Ilmu mustolahal Hadits ?
3.      Apa Perbedaan Ilmu Hadits Dan Ilmu Mustolahal Hadits ?
4.      Bagaimanakan Perkembangan Ilmu Hadits ?
5.      Jelaskan Permulaam Pembukuan Hadits ?

C.    Tujuan Pembahasan
Makalah Hadits  ini ditulis dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Studi Islam Komprehensif, serta sebagai bahan untuk mengetahui :
1.      Ta’rif Hadits
2.      Ilmu Hadits dan Ilmu Mustolahal Hadits
3.      Perbedaan Ilmu Hadits dan Ilmu Mustolahal Hadits
4.      Perkembangan Ilmu Hadits
5.      Permulaam Pembukuan Hadits



BAB II
PEMBAHASAN
الحديث
A.    Ta’rif Hadits
Ta’rif Hadits yang pemakalah jelaskan di bawah ini telah mengambil dari beberapa sumber diantaranya, yaitu dari buku DR. Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, dan rujukan lainya. Untuk itu pemakalah akan menjelaskan pengertian Hadits dan ilmu Hadits secara etimologi dan terminologi.
1.      Menurut bahasa 
Kata Hadits berasal dari bahasa Arab,ج الحادث : الجديد )  الحديث)[3]. Secara Etimologis, kata Hadits memiliki banyak arti diantaranya ; Al-Jadid (yang baru), lawan dari Al-Qodim (yang lama), dan Al-Khabar (kabar atau berita)[4].
Penjelasan Endang Soetari yang dikutip dalm Lisan Al-Arab oleh Ibn Manzhur di atas dinyatakan pula oleh mahmud yunus[5], yang menyatakan bahwa kata sekurang-kurangnya memiliki dua pengertian yaitu : jadid (yang baru) dan khabar (berita/riwayat).
Berdasarkan penjelasan di atas defenisi Hadits adalah sesuatu yang baru (Al-Jadid) yang artinya sesuatu yang baru maksudnya menunjukkan pada waktu yang dekat atau waktu yang singkat seperti حديْث العهْد في الأسلام (orang yang baru memeluk /masuk agama islam). Hadits juga sering disebut dengan Al-Khabar, yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama maknanya dengan Hadits.  
Allah pun memaki kata “Hadits” dengan arti “Khabar” dalam firmanya Q.S at-thur (52) : 34
فَلْيَأْتُوْا بِحَدِيْثٍ مِثْلِه اِنْ كَانُوْا صَادِقِيْنَ
Maka hendaklah mereka mendatangkan suatu khabar yang sepertinya jika mereka orang yang benar”
       Rosulullah s.a.w juga telah mempergunakan lafaz Hadits dengan arti khabar yang datang dari beliau :
يُوْشِكُ أَحَدُ كُمْ أَنْ يَقُوْلَ : هَذَا كِتَابُ اللهِ. مَاكَانَ فِيْهِ مِنْ حَلاَلٍ أَحْلَلْنَاهُ وَمَا كَانَ فِيْهِ مِنْ حَرَامٍ حَرَمْنَاهُ اِلَا مَنْ بَلَغَةُ عَنِّي حَدِيْثٌ فَكَذَ بَ بِهِ. فَقَدْ كَذَّ بَ ثَلَاثَةً : الله، وَرَسُوِلُهُ، وَ الَّذِى حَدَّثَ بِهِ. (رواه أحمد و الدارمى)
            “Hampir-hampir akan ada seseorang kamu yang akan berkata : ini kitabullah. Apa yang halal di dalamnya kami halalkan. Apa yang haram di dalamnya maka kami haramkan. Ketahuilah barang siapa sampai kepadanya sesuatu “Hadits” khibar dari padaku, lalu dia dutakan, berartilah dia telah mendustakan : allah, rosulnya, dan orang yang menyampaikan Hadits itu ” (HR. Ahmad dan Ad-Darimi).
Selain lafazh Hadits, dikenal juga lafazh-lafazh sunnah, khabar dan athsar. Menurut kalangan ahli Hadits, lafazh-lafazh tersebut adalah murodif dari lafazh Hadits yang mempunyai satu arti.
2.      Menurut istilah
Sedangkan menurut istilah (Terminologi), para ahli memberikan definisi yang berbeda-beda sesuai latar belakang disiplin ilmunya.
a)      Menurut Ahli Hadits, Pengertian Hadits Adalah.
اَقْوَا الُ النَّبِى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ اَفْعَالُهُ وَ اَحْوَالُه
                        Segala Perkataan Nabi, Perbuatan Dan Ikhwalnya”
Demikianlah kata Al-Hafidh dalam Syaroh Al-Bukhary. Dan Al Hafidh dari Shakhawi.[6]
            Yang dimaksud dengan hal ihwal ialah segal yang diriwiyatkan dari Nabi SAW. Yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaanya.[7]
b)      Menurut Ahli Ushul, Pengertian Hadits Adalah[8] :
أقواله و افعاله و تقريراته التي تثبت الأحكام وتقررها
segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara’ dan ketetapannya ”.
Berdasarkan pengertian Hadits menurut ahli ushul ini jelas bahwa Hadits adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW baik ucapan, perbuatan maupun yang ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan allah yang disyari’atkan kepada manusia.
c)      Menurut Istilah Fuqoha, Hadits Adalah[9] :
كل ما ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم و لم يكن من من باب الفرض ولاالواجب
segala sesuatu yang ditetpakan Nabi SAW yang tidak bersangkut paut dengan masalah-masalah fardhu atau wajib
Dalam hal ini ulama fuqoha menjelaskan Hadits berkenaan dengan ketetapan Nabi yang tidak berkenaan dengan masalah-masalah fardhu.
Sebagian muHaditsin berpendapat bahwa pengertian Hadits di atas merupakan pengertian yang sempit, adapun pengertian Hadits secara luas, sebagai mana dikatakan muhammad mahfuzh al-tarmizi, yang dikutip oleh Endang Soetari dalam Ikhtisar Mustolahal Hadits, meyatakan bahwa Hadits adalah :
أن الحديث لا يختص بالمرفوع إليه صلى الله عليه وسلم بل جاء بالموقوف وهوما أضيف إلى الصحابى و المقطوع وهو ما أضيف للتا بعى
bahwasanya Hadits bukan hanya untuk sesuatu yang marfu’ yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW melainkan bisa juga untuk sesuatu yang mauquf, yang disandarkan kepada sahabat, dan yang maqtuf, yaitu yang disandarkan kepada thabi’in
            Dalam hal ini jelas menunjukkan para ulama tidak  bersepakat bahwa dalam mendefinisikan Hadits, karena mereka berbeda tinjaun terhadap obyek Hadits itu sendiri.
            Dengan demikian secara terminologis, istilah Hadits terdapat perbedaan, yakni menurut ahli Hadits, Hadits adalah segala ucapan Nabi, perbuatan dan keadaanya, sedangkan menurut ahli ilmu ushul, Hadits adalah segala perkataan, Perbuatan, dan taqrir Nabi, yang bersangkut paut dengan hukum”, dan menurut istilah fuqoha, Hadits adalah  segala sesuatu yang ditetpakan Nabi SAW yang tidak bersangkut paut dengan masalah-masalah fardhu atau wajib.
            Perbedaan pendapat dalam mendefenisikan Hadits di atas disebabkan adanya perbedaan disiplin ilmu yang mempunyai pembahasan masing-masing, sehingga menciptakan pandangan yang berbeda pula terhadap pribadi Nabi SAW sesuai dengan disiplin ilmu yang bersangkutan.
            Selain itu perbedaan antara ahli Hadits dan ahli ushul mengenai istilah tersebut. Ulama Hadits mengambil segala hal yang berhubungan dengan Nabi SAW seperti biografi, akhlak, berita-berita, ucaan dan perbuatanya baik yang berhubungan dengan hukum syara’ maupun tidak sedangkan ulama ushul hanya membahas Rosulullah SAW dengan memperhatikan segala ucapan dan perbuatan serta keputusan-keputusan yang menetapkan hukum-hukum dan memutuskannya.
Dengan demikian, Hadits yang dikemukakan oleh ahli ushul yang hanya mencakup aspek hukum dari beberapa aspek hukum dari beberapa aspek hal ikhwal Nabi SAW pengunaanya terbatas dalam lingkup pembicaraan tentang Hadits yang bersumber dari tasyri’. Sedangkan defenisi Hadits yang dikemukakan oleh ahli Hadits mencakup hal-hal yang lebih luas.
B.     Ilmu Hadits dan Mustholahal Hadits
1.      Ilmu Hadits
a.      Ta’rif Ilmu Hadits
Dalam pembahsan sub bab ini pemakalah akan mejelaskan ilmu Hadits dan cabang-cabang ilmu Hadits .Terlebih dahulu akan kami jelaskan pengertian “ilmu” dan “Hadits” .
Ilmu berasal dari bahasa arab adalah  علم ج علوم yang berarti mengetahui.[10] Selain itu juga bisa diartikan memahami sesuatu.[11]
Ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematik dan sistemik. Dalam bidang atau disiplin tertentu, serta memiliki obyek bahasan yang jelas.[12]
Ilmu Hadits adalah ilmu tentang Hadits. Ilmu Hadits ini sering pula disebut ilmu Mustahalah Hadits, namun musthalahal Hadits memiliki arti yang lebih luas.
Pengertian ilmu Hadits, menurut ulama mutaqqadimin adalah[13] :
علم يبحث فيه عن كيفية اتصال الأ حاديث بالرسوله صلى الله عليه وسلم من حيث معريفة أحوال رواتها ضبطا و عدالة و من حيت كيفية السنداتصالا و انقطاعا
ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara persambungan Hadits sampai kepada rasul SAW dari segala hal ikhwal para perawinya, kedabitan, keadilan dan dari bersambung tidaknya sanad dan sebagainya.
Pada perkembangan selanjutnya, oleh ulama mutaakhirin, ilmu Hadits ini dipecah menjadi dua, yaitu ilmu Hadits riwayah  dan ilmu Hadits dirayah. Pengertian yang diajukan oleh ulama mutaqaddimin itu sendiri, oleh ulama mutakhirin dimasukkan ke dalam pengertian ilmu Hadits dirayah.
b.      Cabang-cabang ilmu Hadits[14]
1)      Ilmu Rijal al-Hadits
عِلْمُ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنْ رُوَاةٍ الْحَدِيْثِ مِنَ الصَّحَا بَةِ وَالتَّا بِعِيْنَا وَمَنْ بَعْدَا هُمْ
“Ilmu yang membahas para perawi Hadits, baik dari sahabat, dari tabi’in, maupun dari angkatan-angkatan sesudahnya.”
2)      Ilmu Jarh wa at-ta’dil
عِلْمٌ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنْ جَرْحِ الرَّوَاةِ وَتَعْدِيْلِهِمْ بِاَ لْفَاظٍ مُخْصُوْصَةٍ وَعَنْ مَرَا تِبِ تِلْكَ اْلأَلْفَاظِ
“ Ilmu yang menerangkan tentang hal cacat-cacat yang dihadapkan para perawi dan tentang penta’dilannya (memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata itu.”
3)      Ilmu Fann al-Mubhamat
عِلْمٌ يُعْرَفُ بِهِ الْمُبْهَمُ الَّذِى وَقَعَ فِى الْمَتْنِ اَوْفِى السَّنَدِ
“Ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebut di dalam matan atau di dalam sanad.”
4)      Ilmu Tashhif wa at-Tahrif
عِلْمٌ يُعْرَفُ بِهِ مَا صَحِّفَ مِنَ اْلاَحَادِيْثِ وَمَا حُرِّفَ مِنْهَا
”Ilmu yang menerangkan Hadits-Hadits yang sudah diubah titiknya (yang dinamai Mushahaf) dan bentuknya yang dinamai Muharraf.”
5)      Ilmu ‘Ilal al-Hadits
عِلْمٌ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنْ اَسْبَا بِ غَا مِضَةٍ خَفِيَّةٍ خَادِجَةٍ فِى صِحَّةِ الْحَدِيْثِ
“Ilmu yang menerangkan sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat merusak Hadits.”
6)      Ilmu Gharib al-Hadits
عِلْمٌ يُعْرَفُ بِهِ مَعْنَى مَا وَقَعَ فِى مُتُوْنِ اْلاَحَادِيْثِ مِنَ اْلاَ لْفَاظِ اْلعَرَبِيَةِ عَنْ اَذْ هَا نِ الَّذِ يْنَ بَعْدَ عَهْدِهِمْ بِا لْعَرَبِيَةِ الْخَا لِصَةِ
Ilmu yang menerangkan makna kalimat-kalimat yang terdapat dalam matan Hadits yang sukar diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum.”
7)      Ilmu Nasikh wa al-Mansukh
عِلْمٌ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنِ النَّا سِخِ وَالْمَنْسُوْخِ مِنَ اْلاَ حَا دِيْثِ
“ Ilmu yang menerangkan Hadits-Hadits yang sudah di mansuhkan dan yang menashihkannya.”
8)      Ilmu Asbab Wurud al-Hadits
عِلْمٌ يُعْرُفُ بِهِ السَّبَبُ الَّذِى وَرَدَ لِاَجْلِهِ الْحَدِيْثُ وَالزَّمَا نُ الَّذِى جَاءَ فِيْهِ
“Ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan sabdanya dan masa-masanya Nabi menuturkan itu.”
9)      Ilmu Talfiq al-Hadits
عِلْمٌ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنِ التَّوْفِيْقِ بَيْنَ اْلاَحَادِيْثِ الْمُتَنَا قِضَةِ ظَا هِرًا
“Ilmu yang membahas tentang cara mengumpulkan antara Hadits-Hadits yang berlawanan zhahirnya.”
10)   Ilmu Musthalah Ahli Hadits
عِلْمٌ يُبْحَثُ فِيْهِ عَمَّا اَصْطَلَحَ عَلَيْهِ الْمُحَدِثُوْنَ وَتَعَارَفُوْهُ فِيْمَا بَيْنَهُمْ
“Ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah yang dipakai oleh ahli-ahli Hadits)”
2.      Ilmu Mustholah Hadits
a.      Ta’rif Ilmu Mustholah Hadits
Lafazh Mustholah Hadits menurut bahasa berarti “sesuatu yang telah disetujui”. Pengertian musthalah menurut istilah muHaditsin adalah “lafazh-lafazh yang diistilahkan untuk suatu makna oleh ulama Hadits dan dipergunakan di dalam pembehasan mereka”.
Ilmu mustholahal Hadits ialah ilmu tentang dasar dan kaidah yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan dari segi diterima dan ditolaknya.[15]
Pengertian ilmu musthalah Hadits atau ilmu musthalah ahli Hadits adalah :
علم يعرف به مااصطلح عليه المحدسون و تعارفوه فيما بينهم.
ilmu untuk mengetahui tentang apa yang telah dimufakati oleh ahli Hadits dan telah lazim dipergunakan dalam pembahasan diantara mereka
Ta’rif ini dengan ringkas dirumuskan :
علم يعرف به عرف المحدثين
                        ilmu untuk mengetahui ‘uruf pada Muhaditsin”
Ilmu musthalah Hadits dalam engertian di atas merupakan ruang lingkup yang luas yang mencangkup berbagai macam ilmu Hadits. Disebut ilmu musthalah, di samping karena prosesnya yang terdiri dari kesepakatan pengunaan istilah-istilah, juga karena ilmu Hadits memiliki dan terdiri dari banyak sekali istilah-istilah yang sangat ketat pengertiannya antara satu sama lainya.
b.      Pembagian Ilmu Musthalah Ilmu Hadits
Dalam pembagian ilmu musthalahal Hadits pemakalah mengambil rujukan dari buku Ushul Al-Hadits karangan Muhammad ‘Ajaj Al-Katib Alkhatib, menyatakan bahwa pembagian musthalah Hadits ada dua yaitu[16] :
1)      Ilmu Hadits Riwayah
Kata riwayah artinya periwayatan atau cerita. Ilmu Hadits riwayah secara bahasa berarti ilmu Hadits yang berupa periwayatan.[17]
Menurut Ibnu Al-Kafani, yang dikutip oleh Nuruddin mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ilmu Hadits riwayah adalah[18] :
عِلْمُ اْلحَدِيْثِ اْلخَا صُّ بِالرِّوَايَةِ عِلْمٌ يَشْتَمِلُ عَلَى نَقْلِ أَقْوَالِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَفْعَالِهِ وَرِوَايَتِهَا وَضَبْتِهَا وَتَحْرِيْرِ أْلفَاظِهَا.
“Ilmu Hadits yang khusus berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang meliputi pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi SAW dan perbuatannya, serta periwayatannya, pencatatannya, dan penguraian lafaz-lafaznya”.
     Namun, defenisi ini mendapat sangahan karena tidak komprehensif. Mengingat ia tidak menyebut ketetapan dan sifat-sifat Nabi SAW sebagaiman defenisi ini juga tidak mengindahkan pendapat yang menyatakan bahwa Hadits itu mencakup segala apa yang dinisbahkan kepada sahabat atau thabi’in.
Selain itu dalam buku Muhammad ‘Ajaj Alkhatib menjelaskan, bahwa Hadits riwayah adalah :
هو العلم الذي يقوم على نقل ماأضيف إلى النبي صلى الله عليه وسلم وسلم من قول أو فعل أو صفة خلقية أو خلقية نقلادقيقا محررا
yaitu ilmu yang mengkaji pengutipan secara cermat dan akurat segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat fisik dan non fisik
     Dengan demikian dari beberapa pendapat di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa ilmu Hadits riwyah adalah ilmu yang membahas ucapan, perbuatan, ketetapan dan sifat-sifat Nabi SAW periwayatan, pencatatan dan penelitian lafal-lafalnya.
Objek kajian ilmu Hadis Riwayah adalah Hadis Nabi SAW dari segi periwayatan dan pemeliharaannya.[19] Hal tersebut mencakup:
a)      Cara periwayatan Hadis, baik dari segi cara penerimaan dan demikian juga dari cara penyampaiannya dari seorang perawi ke perawi lain;
b)      Cara pemeliharaan Hadis, yaitu dalam bentuk penghafalan, penulisan, dan pembukuannya.
Adapun faedah mempelajari ilmu Hadits riwayah adalah untuk menghindari adanya penukilan yang salah sehingga tidak sesuai dengan sumbernya yang pertama yaitu Nabi Muhammad SAW.
Dengan demikian, objek kajianya adalah sabda, perbuatan, taqrir dan sifat rosulullah SAW. Dipandang dari sudut pengutipanya secara cermat dan akurat . jelasnya, ia mengkaji penguasaan dan pengutipan setiap Hadits
2)      Ilmu Hadits Dirayah
Menurut ibn al-akfaniy dikutip oleh muhammad ‘ajaj al-khatib bahwa ia berpendapat :
علم الحديث الخاص باالديراية : علم يعرف منه حقيقة الرواية و شروطها و انوعها و احكامها و حال الرواة و شروطهم و اصناف المرويات وما يتعلق بها
ilmu Hadits dirayah adalah ilmu yang darinya dapat diketahui hakikat riwayat, syarat hukum-hukumnya, keadaan para periwayat, syarat-syarat mereka, kelompok-kelompok riwayat dan hal-hal lain yang berkaitan denganya
       Dengan demikian, yang dimaksud ilmu Hadits dirayah adalah : kumpulan kaidah dan masalah yang dapat dipergunakan untuk mengetahui keadaan periwayat dan yang diriwayatkan, dipandang dari segi diterima atau ditolaknya suatu Hadits.
       Ilmu Hadits Dirayah ialah pembahasan masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan yang diriwayatkan, untuk mengetahui apakah bisa diterima atau ditolak.
Definisi yang lain seperti halnya yang diungkapkan oleh Izzuddin bin Jama’ah yang dikutip oleh M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi  adalah :[20]
عِلْمُ بِقَوَانِيْنَ يُعْرَفُ بِهَا أَحْوَالُ السَّنَدِ وَاْلمَتْنِ.
“Ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan”
Ibnu al-Akfani yang dikutip oleh Munzier Suparta mendefinisikan ilmu Hadits dirayah sebagai berikut: Agus Solahuddin, Agus Suyadi, op.cit., hlm 109

علم يعرف منه حقيقة الر واية وشروطها وأنواعها وأحكا مها وحال الرواة وشروطهم واصناف المرويا ت وما يتعلق بها.
“Ilmu pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam dan hukum-hukumnya serta untuk mengetahui keadaan para perawi, baik syarat-syaratnya, macam-macam Hadits yang diriwayatkan dan segala yang berkaitan dengannya”.  
Dari pengertian tersebut, kita bisa mengetahui bahwa ilmu Hadits dirayah adalah ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara menerima dan menyampaikan Hadits, sifat rawi dan lain-lain.[21]
Objek kajian atau pokok bahasan Ilmu Hadis Dirayah ini, berdasarkan definisi di atas, adalah sanad dan matan Hadis.
Pembahasan tentang naqh as-sanad meliputi:
a)      Segi persambungan sanad (ittishal al-sanad), yaitu bahwa suatu rangkaian sanad Hadis haruslah bersambung mulai dari Sahabat sampai pada Periwayat terakhir yang menuliskan atau membukukan Hadis tersebut; oleh karenanya, tidak dibenarkan suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus, tersembunyi, tidak diketahui identitasnya atau tersamar.
b)      Segi kepercayaan sanad (tsiqat al-sanad), yatu setiap perawi yang terdapat di dalam sanad suatu Hadis harus memiliki sifat adil dan dhabith (kuat dan cermat hafalan atau dokumentasi Hadisnya );
c)      Segi keselamatan dan kejanggalan (syadz);
d)      Keselamatan dan cacat (‘illat)[22]
Pembahasan mengenai matan adalah meliputi segi ke-shahih-an atau ke dhaifan-nya, pokok pembahasan meliputi :
a)      Dari kejanggalan redaksi (rakakat al-faz);
b)      Dari cacat atau kejanggalan dari maknanya (fasad al- ma’na), karena bertentangan dengan akal dan panca indera, atau dengan kandungan dan makna al-qur’an, atau dengan fakta sejarah; dan
c)      Dari kata-kata asing (gharib), yaitu kata-kata yang tidak bisa dipahami berdasarkan maknanya yang umum dikenal.
Adapun tujuan dan faedah ilmu Hadits dirayah adalah:
a)      Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan Hadits da ilmu Hadits dari masa ke masa sejak masa Nabi SAW sampai sekarang.
b)      Mengetahui tokoh-tokoh dan usaha-usaha yang telah dilakukan dalam mengumpulkan, memelihara, dan meriwayatkan Hadits.
c)      Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam mengklasifikasikan Hadits lebih lanjut.
d)      Mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai dan kriteria-kriteria Hadits sebagai pedoman dalam menentukan suatu hukum syara’
C.    Perbedaan Ilmu Hadits dan Ilmu Mustolah Hadits
Berdasarkan Analisis yang telah kami lakukan terdapat persamaan diantara ilmu Hadits dan ilmu Musthalah Hadis yaitu obyek kajian nya sama-sama membahas tentang Hadis. Sedangkan perbedaannya Ilmu Hadis adalah ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadis sampai kepada Rasul SAW dari segi hal ihwal para perawinya, kedabitan, keadilan, dan dari bersambung tidaknya sanad, dan sebagainya.
Sedangkan ilmu musthalah hadis adalah ilmu tentang dasar dan kaidah yang dengannya dapat diketahui keadaan Sanad Dan Matan dari segi diterima dan ditolaknya.
D.    Perkembangan Ilmu Hadits
Dalam tataran praktiknya,ilmu Hadits sudah ada sejak periode awal islam atau sejak periode Rosulullah SAW. Ilmu ini muncul bersamaan  dengan mulainya periwayatan Hadits yang disertai dengan tingginya perhatian dan selektivitas sahabat dalam menerima riwayat yang sampai kepada mereka.
Pada periode Rosulullah SAW, kritik atau penelitian terhadap  suatu riwayat (Hadits) yang menjadi cikal bakal ilmu Hadits terutama ilmu Hadits dirayah dilakukan dengan cara yang sederhana sekali. Apabila seorang sahabat ragu-ragu menerima Hadits dari sahabat lainnya, ia segera menemui Rosulullah SAW.
Pada periode sahabat, penelitian Hadits yang menyangkut sanad maupun matan Hadits semakin menampakkan wujudnya. Abu Bakar Ash-Shidiq misalnya,tidak mau menerima suatu Hadits yang disampaikan oleh seseorang, kecuali yang bersangkutan mampu mendatangkan saksi untuk memastikan sebagai riwayat yang disampaikan.
Demikian, pula Umar Bin Khatab bahkan mengancam akan memberi sanksi terhadap siapa saja yang meriwayatkan Hadits jika tidak mendatangkan saksi. Ali Bin Abi Thalib khalifah terakhir dari Al-Khulafa Rasyidin menetapkan persyaratan tersendiri. Ia tak mau menerima suatu Hadits yang disampaikan oleh seseorang, kecuali orang yang menyampaikannya bersedia diambil sumpah atas kebenaran riwayat tersebut. [23]
Adapun sahabat Nabi selain Khulafah ar-Rasyidin, juga menunjukan kehati-hatian dalam periwayatan hadis, seperti Anas bin Malik, Abdullah bin Umar bin Khatab, dan lain-lain. Dalam pada itu diakui bahwa kegiatan periwayatan hadis pada masa sahabat sesudah periode Khulafah ar-Rasyidin, telah lebih banyak dan luas dibandingkan zaman khalifah yang empat itu.
Periwayatan hadis pada periode Tabi'in tampak semakin semarak, namun tetap dalam kehati-hatian. Mereka mulai menyelidiki sanad dan matan hadis agar terhindar dari kepalsuan, bahkan tidak segan-segan melakukan perjalanan jauh untuk mengecek dan menylidiki kebenaranya, seperti peristiwa berikut:
1.      Said bin Al-Musayyab (94 N/ 712 M) seorang tabi'iy besar di kota Madinah, mengaku telah mengadakan perjalanan siang-malam untuk mendapatkan hanya sebuah Hadits Nabi SAW.
2.      Abu Amru Abdurrahman bin Amr Al-Auza'iy (157 H) 1774 M) menyatakan, apabila dia dan ulama sejawatnya menerima riwayat hadis, maka hadis itu diteliti bersama. Apabila ulama menyimpulkan bahwa riwayat itu memang hadis Nabi, maka Auza'iy mengambilnya dan apabila mereka mengingkarinya, maka dia meninggalkanya.
Bukti-bukti di atas menunjukan kesungguhan, kehati-hatian, dan kekuasan pengetahuan ulama tabi'in.
Periwayatan hadis pada zaman tabi'in ini tidak memperoleh hadis langsung dari Nabi. Mereka menerima riwayat dari sahabat yang bertemu dengan mereka, atau dari sesama periwayatan hadis pada zaman tabi'in ini tidak memperoleh hadis lansung dari Nabi. Mereka menerima riwayat dari sahabat yang bertemu dengan mereka, atau dari sesama tabi'in yang sesama dengan mereka, atau dari tabi'it-tabi'in yang banyak ilmunya.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa periwayatan hadis pada zaman tabi'in telah semakin meluas. Rangkaian para periwayat hadis yang beredar dimasyarakat menjadi lebih panjang dibandingkan dengan periode sahabat.
Pada masa tabi'in inilah mulai usaha pembukuan hadis yang dilakukan secara resmi atas perintah dan permintaan Khalifah Umar bin Abdul Azis, memerintaili (99-101H/718M), dan berlanjut terus pada periode-periode berikutnya.
E.     Permulaam Pembukuan Hadits
Permulaan zaman pembukuan Hadits dapat dipahami bahwa dalam abad pertama hijriah mulai dari zaman rosul, masa khulafa ar-rasyidin dan sebagian besar zaman ‘amawiyah, yakni hingga akhir abad pertama hijriah Hadits-Hadits itu berpindah dari mulut kemulut. Masing-masing perawi meriwayatkannya berdasarkan kepada kekuatan hafalanya.
Pada masa itu mereka belum mempunyai keinginan untuk mengerakkan mereka membukukannya. Hafalan mereka terkenal kuat di akui sejarah kekuatan hafalan para sahabat dan tabi’in itu.
Dimasa khalifah dipegang oleh umar ibn abdil aziz yang dinobatkan dalam tahun 99 H. Seorang khalifah dari dinasti ‘amawiyah yang terkenal adil dan wara’, sehingga beliau dipandang sebagai khalifah rosyidin yang kelima. Tergeraklah hatinya untuk membukukan Hadits. Beliau sadar bahwa para perawi yang membendaharakan Hadits dalam dadanya, karena semakin lama semakin banyak yang meningal. Beliau khawatir apabila tidak segera dibukukan dan dikumpulkan dalam buku-buku Hadits dari para perawinya, mungkinlah Hadits-Hadits ini akan lenyap dari permukaan bumi di bawa bersama oleh para penghafalnya ke alam barzah.
Untuk menghasilkan maksud mulia itu, pada tahun 100 H khalifah meminta kepada gubernur madinah, abu bakar ibnu muhammad ibnu amr ibnu hazmin (120 H) yang menjadi guru makmar, al-laits, al-auza’y, malik, ibnu ishaq, dan ibnu abi dzi’bin supaya membukukan Hadits rosul yang terdapat pada penghafal wanita yang terkenal, yaitu amrah binti abdir rahman ibnu sa’ad ibnu zuroroh ibn ades, seorang ahli fiqih murid aisyah. R.a (20 H/642 M- 98 H/716 M atau 106 H = 724 M) dan Hadits-Hadits yang ada pada al-qasim ibn muhammad ibn abi bakr ash – shiddieq. ( 107 H = 725 M ), Seorang pemuka tabi’y dan salah seorang fuqaha madinah yang tujuh .



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan 
Dari pembahasan makalah kami di atas dapat kami simpulkan bahwa :
Kata Hadits berasal dari bahasa Arab,ج الحادث : الجديد )  الحديث). Secara Etimologis, kata Hadits memiliki banyak arti diantaranya ; Al-Jadid (yang baru), lawan dari Al-Qodim (yang lama), dan Al-Khabar (kabar atau berita).
Ilmu Hadits adalah ilmu tentang Hadits. Ilmu Hadits ini sering pula disebut ilmu mustahalahal Hadits, namun musthalahal Hadits memiliki arti yang lebih luas
Cabang-Cabang Ilmu Hadits
1.      Ilmu Rijal al-Hadits
2.      Ilmu Jarh wa at-ta’dil
3.      Ilmu Fann al-Mubhamat
4.      Ilmu Tashhif wa at-Tahrif
5.      Ilmu ‘Ilal al-Hadits
6.      Ilmu Gharib al-Hadits
7.      Ilmu Nasikh wa al-Mansukh
8.      Ilmu Asbab Wurud al-Hadits
9.      Ilmu Talfiq al-Hadits
10.  Ilmu Musthalah Ahli Hadits
Ilmu mustholal Hadits ialah ilmu tentang dasar dan kaidah yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan dari segi diterima dan ditolaknya.
Pembagian ilmu mustolah Hadits
1.      Ilmu Hadits Riwayah
2.      Ilmu Hadits Dirayah


B.     Kritik dan  saran
Demikianlah makalah yang penulis susun, tentunya masih banyak kesalahan karena minimnya pengetahuan penulis. Kritik dan saran sangat penulis harapkan guna memperbaiki makalah selanjutnya. Akhirnya, kurang dan lebih penulis minta maaf. Semoga bermanfaat dan dapat menambah khasanah keilmuan bagi kita semua.



DAFTAR PUSTAKA
Al-Khatib, Muhammad ‘Ajaj,Ushulul Hadits, (Jakarta, Gaya Media Pratama), Cet.4 2007
Suparta Munzeir, Ilmu Hadits, (Jakarta : Raja Grafindo Persada) Cet. 3 2002
Fairus Munawwir, Muhammad, Kamus Al-Munawir Indonesia-Arab (Surabaya : Pustaka Progresif ) Cet. 1 2007
Soetari Endang  , Ilmu Hadits, (Bandung : Amal Bakti  Press), cet. 2 1997
Yunus muhamad, Arab-Indonesia, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, Jakarta
Ash Shiddieqy M. Hasbi, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadits, Jogjakarta
Nuruddin, Ulumul Hadits, (Bandung-Remaja Rosda karya) Cet. 1 1994, Hal 8
Al-Qothan Manna’, Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta Timur : Pustaka Al-Kausar), cet. 2 2006
Solahuddin Agus, Suyadi Agus, Ulumul Hadits, Pustaka Setia, Bandung, Cet.2 2011
Mudasir, Ilmu Hadits, Pustaka Setia, Bandung, Cet.5 2010
Rudliyana M. Dede, Perkembangan Pemikiran Ulumul Al-Hadits Dari Klasik Sampai Modern, Pustaka Setia, Bandung, Cet.1




[1]Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib,Ushulul Hadits, (Jakarta, Gaya Media Pratama), Cet.4 2007, Hal.v
[2]Munzeir Suparta, Ilmu Hadits, (Jakarta : Raja Grafindo Persada) Cet. 3 2002, Hal vi
[3] Munawwir, Muhammad Fairus, Kamus Al-Munawir Indonesia-Arab (Surabaya : Pustaka Progresif ) Cet. 1 2007 Hal. 242
[4]Endang  Soetari, Ilmu Hadits, (Bandung : Amal Bakti  Press), cet. 2 1997, Hal. 1
[5]Yunus muhamad, Arab-Indonesia, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, Jakarta, Hal 98
[6] M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadits, jogjakarta, hal.22
[7]Munzeir Suparta, Op.Cit., Hal 2
[8]Ibid., Hal. 3-4
[9] Endang  Soetari, Op.Cit, hal 2
[10]Munawir muhammad fairuz, Op.Cit., hal. 333
[11]Nuruddin, Ulumul Hadits, (Bandung-Remaja Rosda karya) Cet. 1 1994, Hal 8
[12] Endang  Soetri, Op.Cit., Hal. 12
[13] Munzier suparta, Op.Cit., Hal. 23
[14] Ibid., Hal.30-44
[15]  Manna’ Al-Qothan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta Timur : Pustaka Al-Kausar), cet. 2 2006, hal. 109
[16] Muhammad ‘ajaj al-khatib, Op.Cit., hal.xi
[17] Agus Solahuddin, Agus Suyadi, Ulumul Hadits, Pustaka Setia, Bandung, Cet.2 2011, Hlm.106
[18] Nurudin, Op.Cit., hal. 14
[19] Mudasir, Ilmu Hadits, Pustaka Setia, Bandung, Cet.5 2010 Hlm.42-43
[20] Agus Solahuddin, Agus Suyadi, Op.Cit, Hlm.109
[21] Mudasir, Op.Cit., Hlm.45
[22] Agus Solahuddin, Agus Suyadi, op.cit., hlm 110

[23]M. Dede Rudliyana, Perkembangan Pemikiran Ulumul Al-Hadits Dari Klasik Sampai Modern, Pustaka Setia, Bandung, Cet.1, Hlm.22

Share on Google Plus

About Epal Yuardi

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar:

Post a Comment