BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hadits merupakan sumber ajaran Islam kedua
setelah Al-Qur’an .[1]
Dengan demikian, kita mengetahui bahwa Hadits
menempati posisi sangat penting dan strategis dalam buku kajian-kajian
keislaman, setidaknya dalam melihat buku historis usaha para ulama itu dalam
menelusuri dan mencari Hadits-Hadits yang dipandang otentik.
Sejarah penulisan dan pembukuan Hadits dan Ilmu Hadits telah melewati serangkain
fase historis yang sangat panjang. perkembangan dan penyebaran yang kompleks semenjak
Nabi SAW, sahabat, tabi’in dan seterusnya hingga mencapai pada puncaknya pada
kurun abad ketiga hijriah. Perjuangan ulama Hadits yang telah berusah dengan
keras dalam melakukan penelitian dan penyeleksian terhadap Hadits mana yang Shahih
dan mana yang Dha’id, telah menghasilkan metode-metode yang cukup kaya,
mulai dari metode penyusunan dalam berbagai bentuknya (musnad, sunan, jami’ dan
lain-lainnya), hingga kaidah-kaidah penelusuran Hadits. Kaidah-kaidah tersebut
hingga menjadi disiplin ilmu tersendiri yang kemudian disebut dengan Ilmu Hadits.[2]
Di sinilah bekal pengetahuan ilmu Hadits menjadi sangat bermanfaat
bagi para peneliti dan pengkaji Hadits karena untuk mempelajari dan mengkaji Hadits-Hadits
Nabi, selain itu seseorang tidak bisa mengabaikan ilmu Hadits, oleh karena itu
dalam penulisan makalah ini pemakalah akan menjelaskan tentang Hadits, Ilmu Hadits, Ilmu Mustolahal Hadits,
dll.
B.
Rumusan Masalah
Yang mejadi
pokok pembahasan makalah ini diantaranya, yaitu :
1.
Apakah Ta’rif Hadits ?
2.
Apa itu Ilmu Hadits dan Ilmu mustolahal Hadits ?
3.
Apa Perbedaan Ilmu Hadits Dan Ilmu
Mustolahal Hadits ?
4.
Bagaimanakan Perkembangan Ilmu Hadits ?
5.
Jelaskan Permulaam Pembukuan Hadits ?
C.
Tujuan Pembahasan
Makalah Hadits
ini ditulis dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata
kuliah Studi Islam
Komprehensif, serta sebagai bahan untuk
mengetahui :
1.
Ta’rif Hadits
2.
Ilmu Hadits dan Ilmu Mustolahal Hadits
3.
Perbedaan
Ilmu Hadits
dan Ilmu Mustolahal Hadits
4.
Perkembangan Ilmu Hadits
5.
Permulaam Pembukuan Hadits
baca juga
MAKALAH METODOLOGI TAFSIR; pengertian metode dan metodologi, sumber-sumber tafsir dan urgensi tafsir al-qur’an
MAKALAH PENAFSIRAN AL-QUR’AN; pengertian, ilmu tafsir, perbedaan ilmu tafsir dan ilmu al-qur’an, peran bahasa arab dalam penafsiran al-qur’an
MAKALAH AL-QUR’AN; pengertian, nuzul al-qur’an, ayat-ayat pertama dan terakhir, kodefikasi al-qur’an pada zaman nabi, mushaf utsmani
MAKALAH PENAFSIRAN AL-QUR’AN; pengertian, ilmu tafsir, perbedaan ilmu tafsir dan ilmu al-qur’an, peran bahasa arab dalam penafsiran al-qur’an
MAKALAH AL-QUR’AN; pengertian, nuzul al-qur’an, ayat-ayat pertama dan terakhir, kodefikasi al-qur’an pada zaman nabi, mushaf utsmani
BAB II
PEMBAHASAN
الحديث
A.
Ta’rif Hadits
Ta’rif Hadits yang pemakalah jelaskan di bawah ini telah mengambil
dari beberapa sumber diantaranya, yaitu dari buku DR. Muhammad ‘Ajaj
Al-Khatib, dan rujukan lainya. Untuk itu pemakalah akan menjelaskan
pengertian Hadits dan ilmu Hadits secara etimologi dan terminologi.
1.
Menurut bahasa
Kata Hadits berasal dari bahasa Arab,ج
الحادث : الجديد ) الحديث)[3]. Secara Etimologis, kata Hadits
memiliki banyak arti diantaranya ; Al-Jadid (yang baru), lawan dari Al-Qodim
(yang lama), dan Al-Khabar (kabar atau berita)[4].
Penjelasan Endang Soetari yang dikutip dalm Lisan Al-Arab oleh
Ibn Manzhur di atas dinyatakan pula oleh mahmud yunus[5],
yang menyatakan bahwa kata sekurang-kurangnya memiliki dua pengertian yaitu : jadid
(yang baru) dan khabar (berita/riwayat).
Berdasarkan penjelasan di atas defenisi Hadits adalah sesuatu yang
baru (Al-Jadid) yang artinya sesuatu yang baru maksudnya menunjukkan
pada waktu yang dekat atau waktu yang singkat seperti حديْث العهْد في الأسلام
(orang yang baru memeluk /masuk agama
islam). Hadits juga sering disebut dengan Al-Khabar, yang berarti
berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada
orang lain, sama maknanya dengan Hadits.
Allah pun memaki kata “Hadits” dengan arti “Khabar” dalam
firmanya Q.S at-thur (52) : 34
فَلْيَأْتُوْا
بِحَدِيْثٍ مِثْلِه اِنْ كَانُوْا صَادِقِيْنَ
“Maka hendaklah mereka mendatangkan
suatu khabar yang sepertinya jika mereka orang yang benar”
Rosulullah s.a.w juga telah mempergunakan lafaz Hadits dengan arti
khabar yang datang dari beliau :
يُوْشِكُ أَحَدُ كُمْ أَنْ يَقُوْلَ : هَذَا كِتَابُ اللهِ. مَاكَانَ
فِيْهِ مِنْ حَلاَلٍ أَحْلَلْنَاهُ وَمَا كَانَ فِيْهِ مِنْ حَرَامٍ حَرَمْنَاهُ
اِلَا مَنْ بَلَغَةُ عَنِّي حَدِيْثٌ فَكَذَ بَ بِهِ. فَقَدْ كَذَّ بَ ثَلَاثَةً :
الله، وَرَسُوِلُهُ، وَ الَّذِى حَدَّثَ بِهِ. (رواه أحمد و الدارمى)
“Hampir-hampir akan ada seseorang kamu yang akan berkata : ini
kitabullah. Apa yang halal di dalamnya kami halalkan. Apa yang haram di
dalamnya maka kami haramkan. Ketahuilah barang siapa sampai kepadanya sesuatu “Hadits”
khibar dari padaku, lalu dia dutakan, berartilah dia telah mendustakan : allah,
rosulnya, dan orang yang menyampaikan Hadits itu ” (HR. Ahmad dan Ad-Darimi).
Selain lafazh Hadits, dikenal juga lafazh-lafazh sunnah, khabar dan
athsar. Menurut kalangan ahli Hadits, lafazh-lafazh tersebut adalah murodif
dari lafazh Hadits yang mempunyai satu arti.
2.
Menurut istilah
Sedangkan menurut istilah (Terminologi), para ahli
memberikan definisi yang berbeda-beda sesuai latar belakang disiplin ilmunya.
a)
Menurut
Ahli Hadits, Pengertian Hadits Adalah.
اَقْوَا الُ النَّبِى صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ اَفْعَالُهُ وَ اَحْوَالُه
“Segala Perkataan Nabi, Perbuatan Dan
Ikhwalnya”
Demikianlah
kata Al-Hafidh dalam Syaroh Al-Bukhary. Dan Al Hafidh dari Shakhawi.[6]
Yang dimaksud dengan hal ihwal ialah segal
yang diriwiyatkan dari Nabi SAW. Yang berkaitan dengan himmah, karakteristik,
sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaanya.[7]
b)
Menurut Ahli Ushul,
Pengertian Hadits Adalah[8]
:
أقواله و افعاله و تقريراته التي تثبت الأحكام وتقررها
“ segala perkataan Nabi
SAW, perbuatan, dan taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara’ dan
ketetapannya ”.
Berdasarkan
pengertian Hadits menurut ahli ushul ini jelas bahwa Hadits adalah segala
sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW baik ucapan, perbuatan maupun yang
ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan allah yang
disyari’atkan kepada manusia.
c)
Menurut
Istilah Fuqoha, Hadits Adalah[9]
:
كل ما ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم و لم يكن من من
باب الفرض ولاالواجب
“segala sesuatu yang
ditetpakan Nabi SAW yang tidak bersangkut paut dengan masalah-masalah fardhu
atau wajib ”
Dalam hal ini
ulama fuqoha menjelaskan Hadits berkenaan dengan ketetapan Nabi yang tidak
berkenaan dengan masalah-masalah fardhu.
Sebagian muHaditsin
berpendapat bahwa pengertian Hadits di atas merupakan pengertian yang sempit,
adapun pengertian Hadits secara luas, sebagai mana dikatakan muhammad mahfuzh
al-tarmizi, yang dikutip oleh Endang Soetari dalam Ikhtisar Mustolahal Hadits,
meyatakan bahwa Hadits adalah :
أن الحديث لا يختص بالمرفوع إليه صلى الله عليه وسلم بل
جاء بالموقوف وهوما أضيف إلى الصحابى و المقطوع وهو ما أضيف للتا بعى
“bahwasanya Hadits bukan hanya
untuk sesuatu yang marfu’ yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW
melainkan bisa juga untuk sesuatu yang mauquf, yang disandarkan kepada sahabat,
dan yang maqtuf, yaitu yang disandarkan kepada thabi’in”
Dalam
hal ini jelas menunjukkan para ulama tidak
bersepakat bahwa dalam mendefinisikan Hadits, karena mereka berbeda
tinjaun terhadap obyek Hadits itu sendiri.
Dengan
demikian secara terminologis, istilah Hadits terdapat perbedaan, yakni menurut
ahli Hadits, Hadits adalah segala ucapan Nabi, perbuatan dan keadaanya,
sedangkan menurut ahli ilmu ushul, Hadits adalah segala perkataan, Perbuatan,
dan taqrir Nabi, yang bersangkut paut dengan hukum”, dan menurut istilah
fuqoha, Hadits adalah segala sesuatu
yang ditetpakan Nabi SAW yang tidak bersangkut paut dengan masalah-masalah
fardhu atau wajib.
Perbedaan
pendapat dalam mendefenisikan Hadits di atas disebabkan adanya perbedaan
disiplin ilmu yang mempunyai pembahasan masing-masing, sehingga menciptakan
pandangan yang berbeda pula terhadap pribadi Nabi SAW sesuai dengan disiplin
ilmu yang bersangkutan.
Selain
itu perbedaan antara ahli Hadits dan ahli ushul mengenai istilah tersebut.
Ulama Hadits mengambil segala hal yang berhubungan dengan Nabi SAW seperti
biografi, akhlak, berita-berita, ucaan dan perbuatanya baik yang berhubungan
dengan hukum syara’ maupun tidak sedangkan ulama ushul hanya membahas Rosulullah
SAW dengan memperhatikan segala ucapan dan perbuatan serta keputusan-keputusan
yang menetapkan hukum-hukum dan memutuskannya.
Dengan
demikian, Hadits yang dikemukakan oleh ahli ushul yang hanya mencakup aspek
hukum dari beberapa aspek hukum dari beberapa aspek hal ikhwal Nabi SAW pengunaanya
terbatas dalam lingkup pembicaraan tentang Hadits yang bersumber dari tasyri’.
Sedangkan defenisi Hadits yang dikemukakan oleh ahli Hadits mencakup hal-hal
yang lebih luas.
B.
Ilmu Hadits dan Mustholahal Hadits
1.
Ilmu Hadits
a.
Ta’rif Ilmu Hadits
Dalam pembahsan sub bab ini pemakalah akan mejelaskan ilmu Hadits
dan cabang-cabang ilmu Hadits .Terlebih dahulu akan kami jelaskan pengertian
“ilmu” dan “Hadits” .
Ilmu berasal dari bahasa arab adalah علم ج علوم yang berarti mengetahui.[10]
Selain itu juga bisa diartikan memahami sesuatu.[11]
Ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematik dan
sistemik. Dalam bidang atau disiplin tertentu, serta memiliki obyek bahasan yang
jelas.[12]
Ilmu Hadits adalah ilmu tentang Hadits. Ilmu Hadits ini sering pula
disebut ilmu Mustahalah Hadits, namun musthalahal Hadits memiliki arti
yang lebih luas.
Pengertian ilmu Hadits, menurut ulama mutaqqadimin adalah[13]
:
علم يبحث فيه عن كيفية اتصال الأ حاديث بالرسوله صلى الله عليه وسلم من حيث
معريفة أحوال رواتها ضبطا و عدالة و من حيت كيفية السنداتصالا و انقطاعا
“ilmu pengetahuan yang
membicarakan tentang cara-cara persambungan Hadits sampai kepada rasul SAW dari
segala hal ikhwal para perawinya, kedabitan, keadilan dan dari bersambung
tidaknya sanad dan sebagainya.”
Pada perkembangan selanjutnya, oleh ulama mutaakhirin, ilmu Hadits
ini dipecah menjadi dua, yaitu ilmu Hadits riwayah dan ilmu Hadits dirayah. Pengertian yang
diajukan oleh ulama mutaqaddimin itu sendiri, oleh ulama mutakhirin dimasukkan
ke dalam pengertian ilmu Hadits dirayah.
b.
Cabang-cabang ilmu Hadits[14]
1)
Ilmu Rijal al-Hadits
عِلْمُ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنْ رُوَاةٍ الْحَدِيْثِ مِنَ
الصَّحَا بَةِ وَالتَّا بِعِيْنَا وَمَنْ بَعْدَا هُمْ
“Ilmu yang
membahas para perawi Hadits, baik dari sahabat, dari tabi’in, maupun dari
angkatan-angkatan sesudahnya.”
2)
Ilmu Jarh wa
at-ta’dil
عِلْمٌ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنْ جَرْحِ الرَّوَاةِ
وَتَعْدِيْلِهِمْ بِاَ لْفَاظٍ مُخْصُوْصَةٍ وَعَنْ مَرَا تِبِ تِلْكَ
اْلأَلْفَاظِ
“
Ilmu yang menerangkan tentang hal cacat-cacat yang dihadapkan para perawi dan
tentang penta’dilannya (memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata
yang khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata itu.”
3)
Ilmu Fann
al-Mubhamat
عِلْمٌ يُعْرَفُ بِهِ الْمُبْهَمُ الَّذِى وَقَعَ فِى
الْمَتْنِ اَوْفِى السَّنَدِ
“Ilmu
untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebut di dalam matan atau di
dalam sanad.”
4)
Ilmu Tashhif wa
at-Tahrif
عِلْمٌ يُعْرَفُ بِهِ مَا صَحِّفَ مِنَ اْلاَحَادِيْثِ وَمَا
حُرِّفَ مِنْهَا
”Ilmu
yang menerangkan Hadits-Hadits yang sudah diubah titiknya (yang dinamai
Mushahaf) dan bentuknya yang dinamai Muharraf.”
5)
Ilmu ‘Ilal al-Hadits
عِلْمٌ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنْ اَسْبَا بِ غَا مِضَةٍ خَفِيَّةٍ
خَادِجَةٍ فِى صِحَّةِ الْحَدِيْثِ
“Ilmu
yang menerangkan sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat merusak Hadits.”
6)
Ilmu Gharib al-Hadits
عِلْمٌ يُعْرَفُ بِهِ مَعْنَى مَا وَقَعَ فِى مُتُوْنِ
اْلاَحَادِيْثِ مِنَ اْلاَ لْفَاظِ اْلعَرَبِيَةِ عَنْ اَذْ هَا نِ الَّذِ يْنَ
بَعْدَ عَهْدِهِمْ بِا لْعَرَبِيَةِ الْخَا لِصَةِ
”Ilmu
yang menerangkan makna kalimat-kalimat yang terdapat dalam matan Hadits yang
sukar diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum.”
7)
Ilmu Nasikh wa
al-Mansukh
عِلْمٌ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنِ النَّا سِخِ وَالْمَنْسُوْخِ مِنَ
اْلاَ حَا دِيْثِ
“
Ilmu yang menerangkan Hadits-Hadits yang sudah di mansuhkan dan yang
menashihkannya.”
8)
Ilmu Asbab
Wurud al-Hadits
عِلْمٌ يُعْرُفُ بِهِ السَّبَبُ الَّذِى وَرَدَ لِاَجْلِهِ
الْحَدِيْثُ وَالزَّمَا نُ الَّذِى جَاءَ فِيْهِ
“Ilmu
yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan sabdanya dan masa-masanya Nabi
menuturkan itu.”
9)
Ilmu Talfiq al-Hadits
عِلْمٌ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنِ التَّوْفِيْقِ بَيْنَ
اْلاَحَادِيْثِ الْمُتَنَا قِضَةِ ظَا هِرًا
“Ilmu
yang membahas tentang cara mengumpulkan antara Hadits-Hadits yang berlawanan
zhahirnya.”
10)
Ilmu Musthalah
Ahli Hadits
عِلْمٌ يُبْحَثُ فِيْهِ عَمَّا اَصْطَلَحَ عَلَيْهِ
الْمُحَدِثُوْنَ وَتَعَارَفُوْهُ فِيْمَا بَيْنَهُمْ
“Ilmu
yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah yang dipakai oleh
ahli-ahli Hadits)”
2.
Ilmu Mustholah Hadits
a.
Ta’rif Ilmu Mustholah Hadits
Lafazh Mustholah Hadits menurut bahasa berarti “sesuatu yang telah
disetujui”. Pengertian musthalah menurut istilah muHaditsin adalah
“lafazh-lafazh yang diistilahkan untuk suatu makna oleh ulama Hadits dan
dipergunakan di dalam pembehasan mereka”.
Ilmu mustholahal Hadits ialah ilmu tentang dasar dan kaidah yang
dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan dari segi diterima dan
ditolaknya.[15]
Pengertian ilmu musthalah Hadits atau ilmu musthalah ahli Hadits
adalah :
علم
يعرف به مااصطلح عليه المحدسون و تعارفوه فيما بينهم.
“ilmu untuk mengetahui
tentang apa yang telah dimufakati oleh ahli Hadits dan telah lazim dipergunakan
dalam pembahasan diantara mereka”
Ta’rif ini dengan ringkas dirumuskan :
علم
يعرف به عرف المحدثين
“ilmu untuk mengetahui ‘uruf pada Muhaditsin”
Ilmu musthalah Hadits dalam engertian di atas merupakan ruang
lingkup yang luas yang mencangkup berbagai macam ilmu Hadits. Disebut ilmu
musthalah, di samping karena prosesnya yang terdiri dari kesepakatan pengunaan
istilah-istilah, juga karena ilmu Hadits memiliki dan terdiri dari banyak
sekali istilah-istilah yang sangat ketat pengertiannya antara satu sama lainya.
b.
Pembagian Ilmu Musthalah Ilmu Hadits
Dalam pembagian ilmu musthalahal Hadits pemakalah mengambil rujukan
dari buku Ushul Al-Hadits karangan Muhammad ‘Ajaj Al-Katib Alkhatib,
menyatakan bahwa pembagian musthalah Hadits ada dua yaitu[16]
:
1)
Ilmu Hadits Riwayah
Kata riwayah artinya periwayatan
atau cerita. Ilmu Hadits riwayah secara bahasa berarti ilmu Hadits yang
berupa periwayatan.[17]
Menurut Ibnu Al-Kafani, yang dikutip
oleh Nuruddin mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ilmu Hadits riwayah adalah[18]
:
عِلْمُ
اْلحَدِيْثِ اْلخَا صُّ بِالرِّوَايَةِ عِلْمٌ يَشْتَمِلُ عَلَى نَقْلِ أَقْوَالِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَفْعَالِهِ وَرِوَايَتِهَا وَضَبْتِهَا
وَتَحْرِيْرِ أْلفَاظِهَا.
“Ilmu Hadits yang khusus
berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang meliputi pemindahan (periwayatan)
perkataan Nabi SAW dan perbuatannya, serta periwayatannya, pencatatannya, dan
penguraian lafaz-lafaznya”.
Namun, defenisi ini mendapat sangahan karena tidak
komprehensif. Mengingat ia tidak menyebut ketetapan dan sifat-sifat Nabi SAW
sebagaiman defenisi ini juga tidak mengindahkan pendapat yang menyatakan bahwa Hadits
itu mencakup segala apa yang dinisbahkan kepada sahabat atau thabi’in.
Selain
itu dalam buku Muhammad ‘Ajaj Alkhatib menjelaskan, bahwa Hadits riwayah
adalah :
هو العلم الذي يقوم على نقل ماأضيف إلى النبي صلى الله عليه وسلم وسلم من
قول أو فعل أو صفة خلقية أو خلقية نقلادقيقا محررا
“yaitu ilmu yang
mengkaji pengutipan secara cermat dan akurat segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi SAW baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat fisik dan non
fisik ”
Dengan demikian dari
beberapa pendapat di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa ilmu Hadits riwyah
adalah ilmu yang membahas ucapan, perbuatan, ketetapan dan sifat-sifat Nabi SAW
periwayatan, pencatatan dan penelitian lafal-lafalnya.
Objek kajian ilmu Hadis Riwayah adalah
Hadis Nabi SAW dari segi periwayatan dan pemeliharaannya.[19]
Hal tersebut mencakup:
a) Cara periwayatan Hadis, baik dari segi cara
penerimaan dan demikian juga dari cara penyampaiannya dari seorang perawi ke
perawi lain;
b) Cara pemeliharaan Hadis, yaitu dalam bentuk
penghafalan, penulisan, dan pembukuannya.
Adapun
faedah mempelajari ilmu Hadits riwayah adalah untuk menghindari adanya
penukilan yang salah sehingga tidak sesuai dengan sumbernya yang pertama yaitu Nabi
Muhammad SAW.
Dengan
demikian, objek kajianya adalah sabda, perbuatan, taqrir dan sifat rosulullah SAW.
Dipandang dari sudut pengutipanya secara cermat dan akurat . jelasnya, ia
mengkaji penguasaan dan pengutipan setiap Hadits
2)
Ilmu Hadits Dirayah
Menurut ibn al-akfaniy dikutip oleh muhammad ‘ajaj al-khatib bahwa
ia berpendapat :
علم الحديث الخاص باالديراية : علم يعرف منه حقيقة الرواية و شروطها و
انوعها و احكامها و حال الرواة و شروطهم و اصناف المرويات وما يتعلق بها
“ilmu Hadits dirayah adalah ilmu yang darinya dapat diketahui
hakikat riwayat, syarat hukum-hukumnya, keadaan para periwayat, syarat-syarat
mereka, kelompok-kelompok riwayat dan hal-hal lain yang berkaitan denganya”
Dengan demikian, yang
dimaksud ilmu Hadits dirayah adalah : kumpulan kaidah dan masalah yang dapat
dipergunakan untuk mengetahui keadaan periwayat dan yang diriwayatkan,
dipandang dari segi diterima atau ditolaknya suatu Hadits.
Ilmu Hadits Dirayah ialah pembahasan
masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan yang diriwayatkan, untuk mengetahui
apakah bisa diterima atau ditolak.
Definisi yang lain seperti halnya yang
diungkapkan oleh Izzuddin bin Jama’ah yang dikutip oleh M. Agus Solahudin dan
Agus Suyadi adalah :[20]
عِلْمُ
بِقَوَانِيْنَ يُعْرَفُ بِهَا أَحْوَالُ السَّنَدِ وَاْلمَتْنِ.
“Ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad
dan matan”
Ibnu al-Akfani yang
dikutip oleh Munzier Suparta mendefinisikan ilmu Hadits dirayah sebagai
berikut: Agus Solahuddin, Agus Suyadi, op.cit.,
hlm 109
علم يعرف منه
حقيقة الر واية وشروطها وأنواعها وأحكا مها وحال الرواة وشروطهم واصناف المرويا ت
وما يتعلق بها.
“Ilmu pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat,
macam-macam dan hukum-hukumnya serta untuk mengetahui keadaan para perawi, baik
syarat-syaratnya, macam-macam Hadits yang diriwayatkan dan segala yang
berkaitan dengannya”.
Dari pengertian
tersebut, kita bisa mengetahui bahwa ilmu Hadits dirayah adalah ilmu yang
mempelajari kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara
menerima dan menyampaikan Hadits, sifat rawi dan lain-lain.[21]
Objek kajian atau pokok bahasan Ilmu Hadis
Dirayah ini, berdasarkan definisi di atas, adalah sanad dan matan Hadis.
Pembahasan tentang naqh as-sanad
meliputi:
a) Segi
persambungan sanad (ittishal al-sanad), yaitu bahwa suatu rangkaian sanad Hadis
haruslah bersambung mulai dari Sahabat sampai pada Periwayat terakhir yang
menuliskan atau membukukan Hadis tersebut; oleh karenanya, tidak dibenarkan
suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus, tersembunyi, tidak diketahui
identitasnya atau tersamar.
b) Segi
kepercayaan sanad (tsiqat al-sanad), yatu setiap perawi yang terdapat di dalam
sanad suatu Hadis harus memiliki sifat adil dan dhabith (kuat dan cermat
hafalan atau dokumentasi Hadisnya );
c) Segi
keselamatan dan kejanggalan (syadz);
d) Keselamatan
dan cacat (‘illat)[22]
Pembahasan mengenai matan adalah meliputi segi
ke-shahih-an atau ke dhaifan-nya, pokok pembahasan meliputi :
a)
Dari
kejanggalan redaksi (rakakat al-faz);
b)
Dari cacat atau
kejanggalan dari maknanya (fasad al- ma’na), karena bertentangan dengan akal
dan panca indera, atau dengan kandungan dan makna al-qur’an, atau dengan fakta
sejarah; dan
c)
Dari kata-kata
asing (gharib), yaitu kata-kata yang tidak bisa dipahami berdasarkan maknanya
yang umum dikenal.
Adapun tujuan dan
faedah ilmu Hadits dirayah adalah:
a)
Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan Hadits da ilmu Hadits dari masa ke
masa sejak masa Nabi SAW sampai sekarang.
b)
Mengetahui tokoh-tokoh dan usaha-usaha yang telah dilakukan dalam
mengumpulkan, memelihara, dan meriwayatkan Hadits.
c)
Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam
mengklasifikasikan Hadits lebih lanjut.
d)
Mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai dan kriteria-kriteria Hadits
sebagai pedoman dalam menentukan suatu hukum syara’
C.
Perbedaan Ilmu Hadits dan Ilmu Mustolah Hadits
Berdasarkan Analisis yang telah kami lakukan
terdapat persamaan diantara ilmu Hadits dan ilmu Musthalah Hadis yaitu obyek kajian nya sama-sama membahas
tentang Hadis. Sedangkan perbedaannya Ilmu Hadis adalah ilmu pengetahuan yang
membicarakan tentang cara-cara persambungan hadis sampai kepada Rasul SAW dari
segi hal ihwal para perawinya, kedabitan, keadilan, dan dari bersambung
tidaknya sanad, dan sebagainya.
Sedangkan ilmu musthalah hadis adalah ilmu tentang dasar dan kaidah
yang dengannya dapat diketahui keadaan Sanad Dan Matan dari segi diterima dan
ditolaknya.
D.
Perkembangan Ilmu Hadits
Dalam tataran praktiknya,ilmu Hadits sudah ada sejak periode awal
islam atau sejak periode Rosulullah SAW. Ilmu ini muncul bersamaan dengan mulainya periwayatan Hadits yang
disertai dengan tingginya perhatian dan selektivitas sahabat dalam menerima
riwayat yang sampai kepada mereka.
Pada periode Rosulullah SAW, kritik atau penelitian terhadap suatu riwayat (Hadits) yang menjadi cikal
bakal ilmu Hadits terutama ilmu Hadits dirayah dilakukan dengan cara yang
sederhana sekali. Apabila seorang sahabat ragu-ragu menerima Hadits dari
sahabat lainnya, ia segera menemui Rosulullah SAW.
Pada periode sahabat, penelitian Hadits yang menyangkut sanad
maupun matan Hadits semakin menampakkan wujudnya. Abu Bakar Ash-Shidiq
misalnya,tidak mau menerima suatu Hadits yang disampaikan oleh seseorang,
kecuali yang bersangkutan mampu mendatangkan saksi untuk memastikan sebagai
riwayat yang disampaikan.
Demikian, pula Umar Bin Khatab bahkan mengancam akan memberi
sanksi terhadap siapa saja yang meriwayatkan Hadits jika tidak mendatangkan
saksi. Ali Bin Abi Thalib khalifah terakhir dari Al-Khulafa Rasyidin menetapkan
persyaratan tersendiri. Ia tak mau menerima suatu Hadits yang disampaikan oleh
seseorang, kecuali orang yang menyampaikannya bersedia diambil sumpah atas
kebenaran riwayat tersebut. [23]
Adapun sahabat Nabi selain Khulafah
ar-Rasyidin, juga menunjukan kehati-hatian dalam periwayatan hadis, seperti
Anas bin Malik, Abdullah bin Umar bin Khatab, dan lain-lain.
Dalam pada itu diakui bahwa kegiatan periwayatan hadis pada masa sahabat
sesudah periode Khulafah ar-Rasyidin, telah lebih banyak dan luas dibandingkan
zaman khalifah yang empat itu.
Periwayatan hadis pada periode Tabi'in
tampak semakin semarak, namun tetap dalam kehati-hatian. Mereka mulai
menyelidiki sanad dan matan hadis agar terhindar dari kepalsuan, bahkan tidak
segan-segan melakukan perjalanan jauh untuk mengecek dan menylidiki
kebenaranya, seperti peristiwa berikut:
1. Said bin Al-Musayyab (94 N/ 712 M) seorang
tabi'iy besar di kota Madinah, mengaku telah mengadakan perjalanan siang-malam
untuk mendapatkan hanya sebuah Hadits Nabi SAW.
2.
Abu Amru Abdurrahman bin Amr Al-Auza'iy (157 H) 1774
M) menyatakan, apabila dia dan ulama sejawatnya menerima riwayat hadis, maka
hadis itu diteliti bersama. Apabila ulama menyimpulkan bahwa riwayat itu memang
hadis Nabi, maka Auza'iy mengambilnya dan apabila mereka mengingkarinya, maka
dia meninggalkanya.
Bukti-bukti di atas menunjukan kesungguhan, kehati-hatian, dan kekuasan
pengetahuan ulama tabi'in.
Periwayatan hadis pada zaman tabi'in ini tidak memperoleh hadis langsung
dari Nabi. Mereka menerima riwayat dari sahabat yang bertemu dengan mereka,
atau dari sesama periwayatan hadis pada zaman tabi'in ini tidak memperoleh
hadis lansung dari Nabi. Mereka menerima riwayat dari sahabat yang bertemu
dengan mereka, atau dari sesama tabi'in yang sesama dengan mereka, atau dari
tabi'it-tabi'in yang banyak ilmunya.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa periwayatan hadis pada zaman tabi'in
telah semakin meluas. Rangkaian para periwayat hadis yang beredar dimasyarakat
menjadi lebih panjang dibandingkan dengan periode sahabat.
Pada masa tabi'in inilah mulai usaha pembukuan hadis yang dilakukan secara
resmi atas perintah dan permintaan Khalifah Umar bin Abdul Azis, memerintaili
(99-101H/718M), dan berlanjut terus pada periode-periode berikutnya.
E.
Permulaam Pembukuan Hadits
Permulaan zaman pembukuan Hadits dapat dipahami bahwa dalam abad
pertama hijriah mulai dari zaman rosul, masa khulafa ar-rasyidin dan sebagian
besar zaman ‘amawiyah, yakni hingga akhir abad pertama hijriah Hadits-Hadits
itu berpindah dari mulut kemulut. Masing-masing perawi meriwayatkannya
berdasarkan kepada kekuatan hafalanya.
Pada masa itu mereka belum mempunyai keinginan untuk mengerakkan
mereka membukukannya. Hafalan mereka terkenal kuat di akui sejarah kekuatan
hafalan para sahabat dan tabi’in itu.
Dimasa khalifah dipegang oleh umar ibn abdil aziz yang dinobatkan
dalam tahun 99 H. Seorang khalifah dari dinasti ‘amawiyah yang terkenal adil
dan wara’, sehingga beliau dipandang sebagai khalifah rosyidin yang kelima.
Tergeraklah hatinya untuk membukukan Hadits. Beliau sadar bahwa para perawi
yang membendaharakan Hadits dalam dadanya, karena semakin lama semakin banyak
yang meningal. Beliau khawatir apabila tidak segera dibukukan dan dikumpulkan
dalam buku-buku Hadits dari para perawinya, mungkinlah Hadits-Hadits ini akan
lenyap dari permukaan bumi di bawa bersama oleh para penghafalnya ke alam
barzah.
Untuk menghasilkan maksud mulia itu, pada tahun 100 H khalifah
meminta kepada gubernur madinah, abu bakar ibnu muhammad ibnu amr ibnu hazmin
(120 H) yang menjadi guru makmar, al-laits, al-auza’y, malik, ibnu ishaq, dan
ibnu abi dzi’bin supaya membukukan Hadits rosul yang terdapat pada penghafal
wanita yang terkenal, yaitu amrah binti abdir rahman ibnu sa’ad ibnu zuroroh
ibn ades, seorang ahli fiqih murid aisyah. R.a (20 H/642 M- 98 H/716 M atau 106
H = 724 M) dan Hadits-Hadits yang ada pada al-qasim ibn muhammad ibn abi bakr
ash – shiddieq. ( 107 H = 725 M ), Seorang pemuka tabi’y dan salah seorang
fuqaha madinah yang tujuh .
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan makalah kami di atas dapat
kami simpulkan bahwa :
Kata Hadits berasal dari bahasa Arab,ج
الحادث : الجديد ) الحديث).
Secara Etimologis, kata Hadits memiliki banyak arti
diantaranya ; Al-Jadid (yang baru), lawan dari Al-Qodim (yang
lama), dan Al-Khabar (kabar atau berita).
Ilmu Hadits adalah ilmu tentang Hadits. Ilmu Hadits ini sering pula
disebut ilmu mustahalahal Hadits, namun musthalahal Hadits memiliki arti yang
lebih luas
Cabang-Cabang Ilmu Hadits
1. Ilmu Rijal al-Hadits
2. Ilmu Jarh wa at-ta’dil
3. Ilmu Fann al-Mubhamat
4. Ilmu Tashhif wa at-Tahrif
5. Ilmu ‘Ilal al-Hadits
6. Ilmu Gharib al-Hadits
7. Ilmu Nasikh wa al-Mansukh
8. Ilmu Asbab Wurud al-Hadits
9. Ilmu Talfiq al-Hadits
10. Ilmu Musthalah Ahli Hadits
Ilmu mustholal Hadits
ialah ilmu tentang dasar dan kaidah yang dengannya dapat diketahui keadaan
sanad dan matan dari segi diterima dan ditolaknya.
Pembagian ilmu
mustolah Hadits
1.
Ilmu Hadits Riwayah
2.
Ilmu Hadits Dirayah
B.
Kritik dan saran
Demikianlah makalah yang penulis susun, tentunya masih banyak
kesalahan karena minimnya pengetahuan penulis. Kritik dan saran sangat penulis
harapkan guna memperbaiki makalah selanjutnya. Akhirnya, kurang dan lebih
penulis minta maaf. Semoga bermanfaat dan dapat menambah khasanah keilmuan bagi
kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Khatib, Muhammad
‘Ajaj,Ushulul Hadits, (Jakarta, Gaya Media Pratama), Cet.4 2007
Suparta Munzeir, Ilmu Hadits, (Jakarta
: Raja Grafindo Persada) Cet. 3 2002
Fairus Munawwir, Muhammad, Kamus Al-Munawir Indonesia-Arab (Surabaya
: Pustaka Progresif ) Cet. 1 2007
Soetari Endang
, Ilmu Hadits, (Bandung : Amal Bakti Press), cet. 2 1997
Yunus muhamad, Arab-Indonesia, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an,
Jakarta
Ash Shiddieqy M. Hasbi, Sejarah Dan
Pengantar Ilmu Hadits, Jogjakarta
Nuruddin, Ulumul Hadits,
(Bandung-Remaja Rosda karya) Cet. 1 1994, Hal 8
Al-Qothan Manna’, Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta Timur :
Pustaka Al-Kausar), cet. 2 2006
Solahuddin Agus,
Suyadi Agus, Ulumul Hadits, Pustaka Setia, Bandung, Cet.2 2011
Mudasir, Ilmu Hadits, Pustaka Setia, Bandung, Cet.5 2010
Rudliyana M. Dede, Perkembangan Pemikiran Ulumul Al-Hadits Dari
Klasik Sampai Modern, Pustaka Setia, Bandung, Cet.1
[1]Muhammad
‘Ajaj Al-Khatib,Ushulul Hadits, (Jakarta, Gaya Media Pratama), Cet.4
2007, Hal.v
[2]Munzeir Suparta, Ilmu Hadits, (Jakarta : Raja Grafindo Persada) Cet.
3 2002, Hal vi
[3] Munawwir, Muhammad Fairus, Kamus Al-Munawir
Indonesia-Arab (Surabaya : Pustaka Progresif ) Cet. 1 2007 Hal. 242
[4]Endang Soetari, Ilmu Hadits,
(Bandung : Amal Bakti Press), cet. 2
1997, Hal. 1
[5]Yunus muhamad, Arab-Indonesia, Yayasan Penyelenggara Penerjemah
Al-Qur’an, Jakarta, Hal 98
[6] M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadits,
jogjakarta, hal.22
[7]Munzeir Suparta, Op.Cit., Hal 2
[8]Ibid., Hal. 3-4
[9] Endang Soetari, Op.Cit, hal 2
[10]Munawir muhammad fairuz, Op.Cit., hal. 333
[11]Nuruddin, Ulumul Hadits, (Bandung-Remaja Rosda karya) Cet. 1 1994, Hal 8
[12] Endang Soetri, Op.Cit., Hal. 12
[13] Munzier suparta, Op.Cit., Hal. 23
[14] Ibid., Hal.30-44
[15] Manna’ Al-Qothan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta Timur :
Pustaka Al-Kausar), cet. 2 2006, hal. 109
[16] Muhammad ‘ajaj al-khatib, Op.Cit., hal.xi
[17]
Agus Solahuddin, Agus Suyadi, Ulumul Hadits, Pustaka Setia, Bandung,
Cet.2 2011, Hlm.106
[18] Nurudin, Op.Cit., hal. 14
[19] Mudasir, Ilmu Hadits,
Pustaka Setia, Bandung, Cet.5 2010 Hlm.42-43
[20] Agus
Solahuddin, Agus Suyadi, Op.Cit, Hlm.109
[21] Mudasir, Op.Cit.,
Hlm.45
[22] Agus
Solahuddin, Agus Suyadi, op.cit., hlm 110
[23]M. Dede Rudliyana, Perkembangan
Pemikiran Ulumul Al-Hadits Dari Klasik Sampai Modern, Pustaka Setia,
Bandung, Cet.1, Hlm.22
0 komentar:
Post a Comment