MAKALAH TEOLOGI ISLAM

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
      Pada hakikatnya segala aktifitas manusia dalam kehidupan sehari-hari akan terasa berarti jika ada aqidah dan keyakinan dalam hati dengan didasari kekuatan keimanan kepada Allah SWT. Untuk itu diperlukannya suatu pembelajaran mengenai Teologi Islam yang membahas tentang pemikiran ketuhanan. Terlebih lagi bagi orang muslim guna meningkatkan keimanan dan menjadi idealnya orang islam. Apalagi di era sekarang ini yang sudah banyak munculnya perbedaan – perbedaan pemikiran dan aqidah yang mengiringi. Masyarakat harus pandai-pandai dalam memilih dan memilah dengan berlandaskan ke pada al-Qur’an dan al-Hadist. Dijelaskan dalam sabda Rasulullah bahwa umat manusia akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga dan hanya satu yang benar.
      Maka dari itu sangat diperlukannya pembelajaran mengenai ketuhanan guna meningkat kan keimanan sejak dini, agar manusia tidak salah dalam memilih jalan. Hingga akhirnya selamat di dunia dan di akherat kelak.
1.2  Rumusan Masalah
a.       Apakah teologi islam itu?
b.      Bagaimana teologi islam itu muncul?
c.       Apa saja sumber teologi islam itu?
d.      Apa saja aliran aliran didalamnya?
e.       Bangaimana manfaat teologi islam?
1.3  Manfaat
a.       Mengetahui arti teologi
b.      Mengetahui proses munculnya teologi
c.       Mengetahui sumber-sumber teologi
d.      Mengetahui aliran aliran didalam teologi
e.       Mengetahui manfaat teologi islam
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Pengertian
        Theology islam, “theology dari segi etymology (bahasa maupun terminology). Menurut istilah “theology” terdiri dari perkataan “Theo”, artinya “tuhan” ,dan “logos” yang berarti “ilmu”. Jadi “theology” berarti “ilmu tentang tuhan” atau “ilmu ketuhanan”.
            Dalam encyclppedia everyman’s, disebutkan tentang theology sebagai ilmu pengetahuan tentang agama, yang membicarakan tentang tuhan dan manusia dalam pertaliannya dengan tuhan, baik berdasarkan kebenaran wahyu ataupun berdasarkan penyelidikan akal murni.[1]
2.2  Sejarah Munculnya Teologi Islam
            Di pertengahan ke dua dari abad ke enam M, Jalan dagang Timur Euphrat di Utara dan Laut merah di selatan, ke Yaman-hijaz-Syiria. Terjadi peperangan antara kerajaan Byzantium dan Persia myang membuat jalan utara tak selamat dan dan tak menguntungkan untuk berdagang. Kemudian berpindah lah perjalanan dagang Timur- Barat ke Semenanjung Arabia, Mekkah yang terletak di tengah-tengah garis perjalanan itu menjadi kota dagang. Pedagang-pedangan membeli barang dari timur dan di bawa ke utara untuk di jual di Syiria, sehingga kota mekkah menjadi kota kaya, yang dipegang oleh Quraisy . pemerintahan dijalankan melalui majlis suku bangsa yang anggotanya dipilih berdasarkan kekayaan dan pengaruh mereka.
            Untuk menjaga kesolidaritasan akhirnya pedagang –pedagang dan pengikut nabi Muhammad meninggalkan mekka dan pergi ke Yatrib di tahun 622. Suasa di yastrib berlainan dengan suasana kota Mekkah. Kota Yastrib adalah kota Petani dan masyarakatnyya tidak homogeny, tetapi terdiri dari dua bangsa arab dan bangsa yahudi. Bangsa arab sendiri terdiri dari suku khawarij dan suku Aus. Keadaan tidak menjadi aman ketika kedua suku tersebut mempersaiangkan untuk menjadi Kepala Masyarakat Madinah.
            Ketika pemuda-pemuda dari tiap golongan ini pergi Haji, dan mengetahui kedudukan Nabi Muhammad dalam suatu pertemuan, merekapun mengundang nabi Muhammad untuk datang ke Madinah. Mengingat desakan dan ancaman pedangan Mekkah, Raulullah pun hijrah ke Madinah. Disana beliau bertindak sebagai pengantar antara suku aus dan suku khawarij yang sedang bertentangan. Lambat laun dari pengantara Beliau pun diangkat menjadi Kepala Masyarakat Madinah. Selain menjadi kepala Pemerintahan Beliau juga menjadi kepala agama di Madinah.
            Ketika Rasulullah wafat pada tahun 632 daerah kekuasan beliau berkembang sampai pada Semenanjung Arabia. Islam merupakan system agama dan juga system politik. Rasulullah disamping Rasul juga menjadi ahli Negara. Sehingga tidak heran ketika Beliau wafat masyarakat madinah lebih sibuk memikirkan siapa pengganti Rasulullah daripada penguburannya. Timbullah masalah khilafah sebagai ganti Rasulullah.
Dalam sejarah meriwayatkan bahwa pengganti beliau adalau Abu Bakar as-Shiddiq lalu Umar bin Khottob disusul Utsman bin Affan dan selanjutnya adalah Ali bin Tholib.
            Pada awal masa Khalifah Ali bin Abu Tholib, Ali mendapat tantangan dari pemuka-pemuka ang ingin pula menjadi khalifah, terutama Talhah Zubeir dari Mekkah yang mendapat dukungan dari ‘Aisyah. Tantangan ini pun terselesaikan dalam pertempuran yang terjadi di Irak ditahun 656. Talhah dan Zubair mati terbunuh dan Aisyah dipulangkan kembali ke Mekah.
            Tantangan selanjutnya dating dari Mu’awiyyah, Gubernur Damaskus dan keluarga yang dekat dengan Utsman. Mereka tidak mau mengakui kekhalifah Ali bahkan menuduh ikut campur dalam pembunuhan Utsman. Salah seorang pemuka pemberontakan-pemberontakan di Mesir, yang dating ke Madinah dan kemudian membunuh Utsman adalah Muhammad bin abu Bakar, anak angkat dari Ali. Dan ali tidak mengambil tindakan keras bahkan Muhammad bin Abu Bakar diangkat menjadi Gubernur Mesir.
            Dalam pertempuran di Siffin tentara Ali dapat mendesak golongan Mu’aliyyah sehingga golongan tersebut bersedia untuk lari. ketika akan lari Amr bin Ash, tangan kanan Muawiyyah meminta perdamaian dengan mengangkat al-Quran ke atas.Qurra dari pihak Ali mendesak beliau agar mensetujui tawaran tersebut dengan mengadakan arbitrase. Sebagai pengantar keduannya amr bin Ash dari pihak muawiyyah dan Abu Musa al-Asy’ari dari pihak Ali. Dengan kelicikan Amr mampu mengalahkan perasaan takwa Abu Musa. Amr membuat kesepakatan dengan Musa bahwa mereka akan menjatuhkan kedua belah pihak Ali dan Mua’awiyyah. Mengikuti tradisi yang sudah ada yang tua yang dahulu, Musa pun mengumumkan putusan menjatuhkan Mu’awiyyah dan Ali, akan pada saat giliran Amr bin Ash, dia hanya menjatuhkan pihak Ali dan menolak menjatuhkan Mu’awiyyah.
            Peristiwa ini merugikan Ali dan menguntukan Mu’awiyyah. Mu’awiyyah yang sebenarnya hanya menjadi Gubernur kedudukannya kini naik menjadi Khalifah yang tidak resmi. Tidak mengerankan kalau keputusan ini di tolak Ali dan tak mau meletakkan jabatannya sampai dia terbunuh di tahun 661 M.
            Masyarakat memandang Ali bin Abu Tholib telah berbuat salah, dan oleh karena itu mereka meninggalkan barisannya. Golongan inilah yang disebut dengan golongan Khawarij yaitu golongan yaitu orang yang keluar dan memisahkan diri.
            Karena selalu mendapat serangat dari kedua pihak ini yakni Mu’awiyyah dan Khawarij, Ali terlebih dahulu memusatkan usahanya untuk menghancurkan kaum khawarij, tetapi setelah kaum khawarij kalah, tentara Ali terlalu capek untuk meneruskan pertempuran dengan Muawiyyah. Hingga sampek Ali wafat muawiyyah tetap berkuasa di Damaskus dan mendapat mengakuan khalifah pada tahun 661 M.
            Persoalan –persoalan politik yang terjadi membawa kepada timbulnya persoalan teologi. Dalam arti mereka meributkan siapa yang kafir dan siapa yang tidak kafir, siapa yang masuk islam dan siapa yang masih tetap dalam islam.
            Khawarij memandang Ali, Muawiyyah, dan Abu Musa al-Asy’ari dan lain-lain yang menerima arbitrase adalah kafir Karena mereka berempat telah dipandang kafir dalam arti keluar dari agama islam/ murtad maka mereka harus dibunuh, tetapi sejarah mengatakan bahwa yang dibebani untuk dibunuh adalah Ali bin Abu Tholib.
            Seiring berjalannya waktu kaum khawarij pecah menjadi beberapa sekte. Konsep kafir turut pula mengalami perubahan. Tak hanya orang yang tidak menentukan hukum dengan al-Quran, tetapi orang yang berdosa besarpun dianggap kafir. Perbuatan dosa besar inilah yang berpengaruh besar dalam pertumbuhan teologi selanjutnya. Persoalan ini menimbulkan tiga aliran teologi dalam islam.
            Aliran kedua adalah aliaran Murji’ah yang menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar masih tetap mukmin dan bukan kafir adapun persoalan besar diserahkan kepada Allah swt untuk mengampuni atau tidak untuk mengampuninya.
            Kaum mu’tazilah sebagai aliran ketiga btidak menerima pendapat-pendapat diatas. Bagi kaum mu’tazilah orang yang berbuat dosa besar bukan kafir dan juga bukan mukmin. Mereka mengambil posisi tengah diantara kaum khawarij dan kaum Murjiah.
            Selain ketika aliran diatas terdapat juga 2 aliran yang muncul yakni al-qodariyyah dan al- jabariyyah. Menurut kaun qodariyyahmanusia mempunya kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya. Sedangkan jabariyyah sebaliknya, berpendapat bahwa manusia tidak mempunyaikemerdekaan dal kehendak dan perbuatannya, yang berarti segala tindak laku manusia berasal dari tuhan. Segara gerak gerik manusia sitentukan oleh Tuhan.
            Selanjutnya kaum mu’tazilah terpengaruh oleh pemakain rasio atau akal yang mempunyai kedudukan tinggi dalam kebudayaan Yunani. Kaum mu;tazilah membawa kepercayaan rasio ini ke dalam teologi islam sehingga teologi mereka mengambil teologi liberal dalam arti bahwa sungguhpun kaum Mu’tazilah banyak mempergunkan rasio, mereka tidak meninggalkan wahyu.
            Teologi rasionil dan liberal yang mereka bawa menarik perhatian kaum inteligen pada masa kerajaan islam Abbasiyyah dipermulaan abad ke-9 M sehingga Khalifah al-Ma’mun menjadikan teologi Mu’tazilah sebagai madzhab resmi yang dianut Negara. Karena resmi menjadi aliran pemerintahan, kaum mu;tazilah menyebarkan ajaran-ajaran mereka dengan paksa, terutama faham bahwa al Qur’an bersifat makhluk dalam arti diciptakan dan bukan bersifat qodim dalam arti kekal dan tidak diciptakan.
            Aliran ini mendapat tantangan kesar dari golongan Tradisionil Islam, terutama golongan Imam Hambali. Setelah al-Ma;mun meninggal ditahun 883 kekerasan Mu’tazilah berkurang, dan akhirnya madzhab Mu’tazilah dibatalkan oleh Khalifah al-Mutawwakil ditahun 856 M. Dan kaum Mu’tazilah mendapat perlawanan dari kalangan umat Islam.
            Perlawanan ini membentuk aliran teologi tradisionil yang disusun oleh Abu Hasan al-Asy’ari ( 935 M ).  Pada awalnya Asy’ari adalah golongan mu’tazilah tetapi setelah beliau bermimpi bertemu dengan Rasulullah, dimana dalam mimpinya Rasulullah mengatakan bahwa ajaran-ajaran Mu’tazilah adalah ajaran sesat, Asy-ari pun keluar dan membuat ajaran baru yang dikenal dengan  teologi al-asy’ariyyah.
            Di daerah Samarkand juga terdapat aliran yang mnentang Mu’tazilah yakni teologi al- Maturidiah yang didirikan oleh Abu Mansur Muhammad al –Maturidi, alairan ini tidak se tradisionil Asy’ariyyah dan tidak se liberal Mu’tazilah.
            Ahl Sunnah wal Al-Jamaah adalah aliran yang dibawa oleh Hasan Asy’ari dan Al-Maturidi yang tetap ada sampai sekarang dan banyak dianut oleh umat Islam. Aliran Maturidibanyak diikuti oleh umat bermadzhab  Imam Hanafi dan aliran Asy’ari dipakai oleh umat Islam Sunni lainnya.[2]
2.3 Sumber Teologi Islam
        Sumber utama theology islam ialah Qur’an dan hadits-hadits sendiri yang banyak berisi penjelasan-penjelasan tentang wujud tuhan,keesaannya, sifat-sifatnya dan persoalan-persoalan theologi islam lainnya. Kaum muslimin dengan segala ketekunan memahami qur’an dan hadits-hadits rasul yang bertalian dengan soal-soal tersebut, menguraikan dan menganalisanya, dan masing-masing golongan theology islam berusaha memperkuat pendapat-pendapatnya dengan ayat-ayat qur’an dan hadits-hadits tersebut.
            Dalil-dalil akal pikiran yang telah dipersubur dengan filsafat yunani dan peradaban-peradaban lain, juga menjadi sumber yang tidak kurang pentingnya dalam memperkembang theology islam. Bahasa arab, sebagai alat memahami qur’an dan hadits (kedua-duanya sumber theology islam), juga sangat penting. Karena itu pembicaraan-pembicaraan theology islam, selalu berdasarkan kepada dua hal, yaitu dalil naqli (qur’an dan hadits) dan dalil ‘aqli (pikiran-pikiran murni).
            Tidak benar kiranya kalau dikatakan bahwa theology islam itu merupakan ilmu keislaman yang murni, seperti ilmu tafsir dan ilmu hadits, karena diantara pembahasan-pembahasannya banyak yang berasal dari luar islam, sekurang-kurangnya dalam metode. Tetapi juga tidak benar kalau dikatakan bahwa theology islam itu timbul dari filsafat yunani semata-mata, karena banyak ayat-ayat qur’an dan hadits-hadits nabi yang dijadikan dalil di samping pikiran-pikiran yunani. Yang tepat ialah kalau dikatakan bahwa theology islam itu merupakan campuran dari ilmu keislaman dan filsafat yunani, tetapi kepribadian islam lebih jelas dan lebih kuat.[3]
2.4 Aliran-Aliran Teologi Islam
a. Aliran Mu’tazilah
            Aliran mu’tazilah merupakan aliran theologi islam yang terbesar dan tertua, yang telah memainkan peranan penting dalam sejarah pemikiran dunia islam. Orang yang hendak mengetahui filsafat islam sesungguhnya dan yang berhubungan dengan agama dan sejarah islam, haruslah menggali buku-buku yang dikarang oleh orang-orang mu’tazilah, bukan oleh mereka yang lazim disebut filosof-filosof islam.
            Aliran mu’tazilah lahir kurang lebih pada permulaan abad pertama hijrah dikota basrah (irak), pusat ilmu dan peradaban islam dikala itu, tempat peraduan aneka kebudayaan asing dan pertemuan bermacam-macam agama.pada waktu itu banyaklah orang-orang yang hendak menghancurkan islam dari segi aqidah, baik mereka yang menamakan dirinya islam ataupun tidak. Sebagaimana diketahui,sejak islam meluas banyaklah bangsa-bangsa yang masuk islam dan hidup dibawah naungannya.
            Akan tetapi tidak semuanya memeluk agama ini dengan segala keikhlasan. Ketidak-ikhlasan ini terutama dimulai sejak permulaan masa pemerintah khilafat umawi, disebabkan karena khalifah-khalifah umawi menopoli segala kekuasaan negara kepada orang-orang islam dan bangsa arab sendiri. Tindakan mereka menimbulkan kebencian terhadap bangsa arab dan menyebabkan ada keinginan untuk menghancurkan islam itu sendiri dari dalam, karena islam menjadi sumber kejayaan dan kekuatan mereka, baik psychis maupun mental.
            Diantara lawan-lawan islam dari dalam ialah golongan rafidah yaitu golongan syi’ah ekstrim yang banyak kemasukan unsur-unsur kepercayaan yang jauh sama sekali dari ajaran islam, seperti kepercayaan agama manu, aliran agnostik yang pada waktu itu tersebar luas di kufah dan basrah. Termasuk lawan islam juga ialah golongan tasawuf-hulul (inkarnasi) yang mempercayai bertempatnya tuhan pada manusia. Aliran mu’tazilah menjawab, bahwa tuhan tidak mungkin mengambil tempat apapun juga. Dalam keadaan demikian muncullah aliran mu’tazilah yang kemudian berkembang dengan pesatnya’ serta mempunyai metode dan paham sendiri.
            Tokoh aliran mu’tazilah banyak jumlahnya dan masing-masing mempunyai pikiran dan ajaran-ajaran sendiri yang berbeda dengan tokoh-tokoh sebelumnya atau tokoh-tokoh pada masanya sehingga masing-masing tokoh mempunyai aliran sendiri. Dari segi geografis, aliran mu’tazilah dibagi menjadi dua, yaitu aliran mu’tazilah basrah dan aliran mu’tazilah bagdad. Aliran basrah lebih dahulu munculnya, lebih banyak mempunyai kepribadian sendiri dan yang pertama-tama mendirikan aliran mu’tazilah.
            Perbedaan antara kedua aliran mu’tazilah tersebut pada umumnya disebabkan karena situasi geografis dan kulturil. Kota basrah lebih dahulu didirikan daripada kota bagdad dan lebih dahulu mengenal peraduan aneka ragam kebudayaan dan agama dalam pada itu, meskipun bagad kota terbelakang didirikan, namun menjadi ibu kota khilafat abbasiah.[4]
b. Aliran Asy’ari
            Namanya abu al-hasan ali bin ismail al-asy’ari, dilahirkan dikota basrah (irak) pada tahun 260 H/873 M dan wafat pada tahun 324 H/935 M, keturunan abu musa al-asy’ari seorang sahabat dan perantara dalam sengketa antara ali r.a. dan mu’awiyah r.a. pada waktu kecilnya, al-asy’ari berguru pada seorang tokoh mu’tazilah terkenal, abu ali al-jubbai, untuk mempelajari ajaran-ajaran mu’tazilah dan memahaminya. Aliran ini dianutnya sampai ia berusia 40 tahun dan tidak sedikit dari umurnya digunakan untuk mengarang buku-buku kemu’tazilahan.
            Menurut suatu riwayat, ketika ia mencapai usia 40 tahun, ia mengasingkan diri dari orang banyak dirumahnya selama 15 hari, dimana kemudian ia pergi ke masjid besar basrah untuk menyatakan di depan orang banyak, bahwa ia mula-mula memeluk paham aliran mu’tazilah,antara lain. Qur’an itu makhluk, tuhan tidak dapat dilihat dengan mata kepala, manusia sendiri yang menciptakan pekerjaan-pekerjaan dan keburukan. Kemdian ia mengatakan “saya tidak lagi mengikuti paham-paham tersebut dan saya harus menunjukkan keburukan-keburukan dan kelemahan-kelemahannya.”
            Tokoh aliran asy’ariah merupakan tokoh-tokoh kenamaan ,tokoh tersebut antara lain: Al-baqillani (wafat 403 H), Ibnu Faurak (wafat 406 H), Ibnu ishak al-isfaraini (wafat 418 H), Abdul kahir al-bagdadi (wafat 429 H), imam al-haramain al-juwaini (wafat 478 H), Abdul mudzaffar al-isfaraini (wafat 478 H), Al-ghazali (wafat 505 H), Ibnu tumart (wafat 524 H), As-syihristani (wafat 548 H), Ar-razi (1149-1209 M), Al-iji (wafat 756 H/1359 M), As-sanusi (wafat 895 H).[5]
c. Aliran al-Maturidiah
            Aliran al-Maturidiah didirikan oleh Abu Mansur Muhammad bin Muhammad, dilahirkan di daerah Samarkand pada pertengahan abad ke tiga H dan meninggal pada tahun 333 H.
            Dalam bidang fiqhi, al Maturidiah mengikuti madzhab Imam Hanafi dan mendalami sendiri soal-soal teologi islam yang bersandarkan kepada aliran fuqoha dan muhaditsin, seperti hal Asy’ari. Dalam berpendapat al-Maturidi dan Asy’ari terdapat perbedaan akan tetapi hasil yang diperoleh banyak yang sama.
            Kebanyakan ulama-ulama Maturidiah terdiri dari orang-orang pengikut aliran fiqih Hanafiah seperti Fahruddin al-Bazdawi, at-taftazani, an-nasafi dan ibnul hammam. tapi mereka tidak sekuat aliran asy’ariah.
            Sistem pemikiran al-maturidi tidak bisa meninggalkan pemikiran-pemikiran al-asy’ari dan aliran mu’tazilah. Sebab mereka tidak bisa lepas dari suasana masanya. Baik al-asy’ari ataupun al-maturidi keduanya hidup semasa dan mempunyai tujuan yang sama , yaitu membendung dan melawan aliran mu’tazilah bedanya kalau al-asy’ari menghadapi negeri kelahiran mu’tazilah (basrah dan irak). Maka al-maturidi menghadapi negerinya aliran mu’tazilah yaitu samarkand dan iran.
            Meskipun pemikiran-pemikiran al-asy’ari dan al-maturidi sering berdekatan karena persamaan lawan yang dihadapinya, namun perbedaan itu masih slalu ada. Menurut syech moh abduh, perbedaan keduanya tidak besar, hanya kurang lebih dari 10 masalah.tapi orang lain mengumpulkan perbedaan-perbedaan itu sehingga mencapai jumlah 40 masalah.
            Bisa jadi perbedaan yang tidak begitu banyak ada pertaliannya dengan perbedaan dasar-dasar mazhab syafi’i yang dianut oleh imam al-asy’ari dan dasar-dasar mazhab abu hanifah yang dianut oleh al-maturidi. Oleh karena itu kebanyakan pengikut al-maturidi terdiri dari orang-orang mazhab hanafi, sedang pengikut aliran asy’ariah terdiri dari orang-orang mazhab syafi’i.
            Berbeda dengan pendapat syekh moh abduh dan amin, maka syekh abu zahrah mengatakan bahwa perbedaan antara al-asy’ari dan al-maturidi sebenarnya lebih jauh lagi,baik secara berfikir maupun dalam hasil pemikirannya, karena al-maturidi memberikan kekuasaan yang luas kepada akal dari  pada yang diberikan oleh al-asy’ari.[6]
d. Aliran Salafiah
            Aliran salaf terdiri atas orang-orang hanabilah yang muncul pada abad keempat hijrah dengan mempertalikan dirinya dengan pendapat-pendapat imam ahmad bin hanbal, yang dipandang oleh mereka telah menghidupkan dan mempertahankan pendirian ulama salaf.
            Antara golongan hanabilah dengan aliran asy’ariah sering terjadi pertentangan, baik bersifat mental maupun yang bersifat fisik, karena dimana terdapat aliran asy’ariah yang kuat maka situ pula terdapat orang-orang hanabilah. Masing-masing mengaku bahwa dirinya berhak mewakili ulama salaf.
            Pada abad ketujuh hijrah, aliran salaf mendapat kekuataan baru dengan munculnya ibnu taimiah di siria (661-728 H) yang telah memberikan daya vitalitas kepadanya dan memperkaya problim-problim yang dibicarakannya, yang diambilnya dari keadaan masanya. Kemudian pada abad kedua belas hijrah aliran salaf dihidupkan kembali disaudi arabia dengan munculnya syekh muhammad bin abdil wahab, dimana pendapat mereka terkenal dengan sebutan “aliran wahabiah”. Pengaruh aliran salaf tidak hanya terbatas dinegeri saudi saja, tetapi juga melampaui batas negeri itu seperti india, indonesia dan sebagainya.
            Aliran salaf sudah membicarakan berbagai persoalan theology islam seperti sifat-sifat tuhan, perbuatan manusia, kemakhlukan qur’an atau bukan dan sifat/ayat yang mengesankan penyerupaan (tasbih) tuhan dengan manusia. Semua bisa digolongkan menjadi satu persoalan. Keesaan mempunyai tiga segi yaitu keesaan zat dan sifat, keesaan penciptaan  dan keesaan ibadah.
e.Aliran Wahabiyah
            Aliran wahabi didirikan oleh Muhammad bin Abdul wahab. Dia adalah pedagang yang aktifitasnya berpindah dari satu Negara ke Negara lain. Diantara Negara yang pernah disinggahi adalah Baghdad,Iran, India dan Syam. Kemuadian terpengaruhi oleh Mr.Hempher sebagai mata-mata Inggris dan juga untuk menyebarkan ajaran baru yang dibawa inggris. Bahkan Inggrisberhasil mendirikan agama baru ditengah-tengah umat islam seperti ahmadiyyah dan Baha’i. Muhammad bin Abdul Wahab termasuk dalam target program kerja kolonil dengan alirannya wahabi.
            Pada awalnya Muhammad bin Abdul Wahab hidup pada lingkungan sunni yang bermadzhab Hambali, setelah mimpi ayahnya Syaikh Abdul Wahab menjadi kenyataan yakni firasat yang kurang baik kepada anaknya sampai dengan menyebarkan kesesatan, tak hanya ayah dan kakaknya saja yang menentang tetapi juga guru-gurunya.
            Salah satu ajaran yang  diyakini oleh Muhammad bin Abdul Wahab adalah mengkufurkan kaum muslim sunni yang mengamalkan tawassul, ziarah kubur, mauled nabi, dan lain-lain. Berbagai dalil akurat yang disampaikan ahlusunnah wal jamaah berkaitan dengan tawassul, ziarah kubur, dan mauled nabi, ditolak tanpa alasan yang dapat diterima.
            Sekalipun dinasehati ayah dan gurunya Muhammad bin Abdul Wahab sama sekali tidak menggubris dan tetap menyebarkan ajarannya disekitar wilayah Najed. Orang yang pengetahuannya sangat minim banyak yang terpengaruh, diantara pengikut Muhammad bin Abdul Wahab adalah penguasa Dariyyah, Muhammad bin Saud, yang kemudian menjadi mertuanya. Dia mendukung secara penuh dan memanfaatkannya untuk perluasan wilayah. Ibnu saud sendiri sangat patuh pada perintah Muhammad bin Abdul Wahab bahkan sampek membunuh dan merampaspun ia lakukan dengan keyakinan bahwa kaum muslim telah kafir dan syirik selama 600 tahun lebih dan membunuh orang musyrik dijamin surga.
            Gerakan kaum wahabi ini membuat Sultan Mahmud II  penguasa Kerajaan usmani, Istambul Turki, murka. Sehingga ia pengutus prajuritnya dengan dipimpinn Muhammad Ali untuk Melumpuhkannya. Pada 1813 Madinah dan Mekkah dapat direbut kembali. Gerakan Wahabi surut. Tapi pada awal abad ke-20 Abdul Aziz bin Saud bangkit kembali mengusung paham Wahabi. Tuhun 1924, ia berhasilmenduduki mekkah, lalu Madinah dan Jeddah, memanfaatkan kelemahan Turki akibat kekalahannya pada perang dunia I.
            Sejak itu sampai sekarang, paham wahabi mengendalikan pemerintahan di Arab Saudi.  Dunia islam menjadi tidak pernah tenang penuh dengan pergolakan pemikiran,  kelompok ektrem yang menghalau pemikiran dan pemahaman agama sunni-syafii yang sudah mapan.
2.5 Manfaat Mempelajari Teologi Islam
            Teologi islam sebagai salah satu disiplin ilmu merupakan salah satu dari tiga pondasi islam yang pemahamannya harus ada pada setiap orang yang beriman . Diantara tiga pondasi itu adalah Ilmu Kalam ( teologi islam ), filsafat,dan tasawuf. Ketiga ilmu ini memiliki tujuan yang sama, yakni mencari kebenaran dengan metode yang berbeda.
            Orang yang beriman yang pertama harus menyatakan keislaman secara lisan harus berlandaskan ilmu yang kuat yang diantaranya adalah ilmu teologi islam/ilmu kalam. Kedua, melaksanakan keislaman dengan fisik dengan berlandasakan ilmu yang hak yaitu ilmu fiqhi. Dan yang ketiga adalah membenarkan islam dalam hati yang berdasarkan kepada ilmu tassawuf.  Sehingga sangat penting sekali mempelajari ilmu teologi islam dalam pencarian kebenaran, keyakinan atau keberagamaan dan juga teologi islam dapat meningkatankan aqidah dan memberi ukhwah islamiyah dalam beri’tiqod.
            Selain itu dengan mempelajari ilmu teologi islam akan mencegah terjadinya konfilk ataupun diskriminasi antara satu aliran dengan aliran yang lain.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
                   Teologi merupakan ilmu yang mempempelajari tentang ketuhanan yang berdasarkan kebenaran wahyu dan atau dengan pemikiran akal. Teologi dalam islam biasanya disebut juga ilmu kalam, yang memberikan dalil naqli terhadap adanya Allah SWT.
Teologi islam mulai muncul pada masa khalifah yang berhubungan dengan gejola politik,  selain itu juga karena adanya perbedaan pemikiran antar imam, guru dan murid.
Sumber daripada teologi islam ini adalah al-quran dan juga al-Hadist, yang menjadi sumber utama dalam mempelajari dan menganalisis masalah ketuhanan. Para pemuka pemuka islam menjadikan al-Quran dan al-Hadist sebagai penguat dalam berpendapat.
Salah satu penyebab munculnya teologi adalah adanya perbedaan pemikiran. Hingga muncul beberapa aliran, diantarannya aliran mu’tazilah, asy’ariyah, al- maturidiah, as-salafiyah dan aliran wahabiyah.
Dengan mempelajari teologi islam secara tidak langsung keyakinan dan akidah seseorang akan bertambah. Kebenaran pun akan ditegakkan.
3.2 Kritik dan Saran
            Demikan makalah yang dapat kami berikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Adapun kritik dan saran sangat membantu demi tercapainya makalah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun. TEOLOGI ISLAM aliran aliran sejarah analisa perbandingan.Jakarta: UI-press,1986
Hanafi, Ahmad. THEOLOGY ISLAM.Jakarta:Pustaka,1989
Hanafi, Ahmad. THEOLOGY ISLAM ( ILMU KALAM ). Jakarta: Bulan bintang,1996
MAKALAH
TEOLOGI ISLAM
Dosen : H. Zainal Fanani, M.Ag

Kelompok   
Disusun Oleh :
Rizki Nurhasanah  D20163078 ( 085784011592 )
Sandy Diana Mardlatillah D20163053 ( 08574869519 )
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER


[1] Ahmad Hanafi, Theology islam, hal : 14
[2] Harun Nasution, teologi islam aliran aliran sejarah analisa perbandingan, hal :1-10
[3] Ahmad Hanafi, theology islam, hal : 16
[4] Ahmad Hanafi, theolohy islam ilmu kalam , 39
[5] Ahmad Hanafi,  theology islam ilmu kalam , hal : 58
[6] Ahamad Hanafi, theology islam , hal : 133
 
 
sumber
http://teoloriislamrnh.blogspot.com/2016/10/teologi-islam.html
Share on Google Plus

About Epal Yuardi

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar:

Post a Comment