BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Syariah islam ialah tata cara
pengaluran tentang perilaku hidup manusia untuk mencapai keridhaan Allah SWT.
Seperti yang dirumuskan dalam Al-Qur’an surat Asy-Syara ayat 13 yang artinya:
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kamu wahyukan kepadamu dan apa
yang telah kami wasiatan kepada Ibrahim Musa dan Isa”.
Kehidupan manusia di dunia merupakan
anugerah dari Allah SWT. Dengan segala pemberian-Nya manusia dapat mengecap
segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh dirinya. Tapi dengan anugerah
tersebut kadangkala manusia lupa akan dzat Allah SWT yang telah memberikannya.
Untuk hal tersebut manusia harus mendapatkan suatu bimbingan sehingga di dalam
kehidupannya dapat berbuat sesuai dengan bimbingan Allah SWT. Hidup yang
dibimbing syariah akan melahirkan kesadaran untuk berprilaku yang sesuai dengan
tuntutan dan tuntunan Allah dan Rasulnya yang tergambar dalam hukum Allah yang
Normatif dan Deskriptif (Quraniyah dan Kauniyah).
Sebagian dari syariat terdapat aturan
tentang ibadah, baik ibadah khusus maupun ibadah umum. Sumber syariat adalah
Al-Qur’an dan As-Sunnah, sedangkan hal-hal yang belum diatur secara pasti di
dalam kedua sumber tersebut digunakan ra’yu (Ijtihad). Syariat dapat
dilaksanakan apabila pada diri seseorang telah tertanam Aqidah atau keimanan.
Semoga dengan bimbingan syariah hidup kita akan selamat dunia dan akhirat.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa
pengertian dan ruang lingkup syariah ?
2. Apa
saja fungsi syariah ?
3. Bagaimana
prinsip-prinsip syariah
4. Bagaimana
implementasi syariah ?
1.3 TUJUAN
1. Mahasiswa
mengetahui dan memahami pengertian dan ruang lingkup syariah
2. Mahasiswa
mengetahaui dan memahami fungsi syariah
3. Mahasiswa
mengetahui dan memahami prinsip syariah
4. Mahasiswa
mengetahui dan memahami bagaimana implementasi syaraiah
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian dan Ruang Lingkup Syariah
A. Pengertian Syariah
Kata
syara’ secara etimologi berarti jlan-jalan yang dapat ditempuh air, maksudnya
adalah jalan yang dilalui manusia untuk menuju Allah, apabila kata hukum di
rangkai dengan kata syara’ yaitu Hukum Syara’ berarti seperangkat peraturan
berdasarkan kepada ketentuan Allah Swt tentang tingkah laku manusia yang dikui
dan diyakini berlaku serta mengikat untuk semua umat yang beragama Islam (Amir
Syarifudin I, 1997 :281). Istilah syara’ juga sering disebut dengan hukum. Dua
istilah ini secara etimologi sama, bahkan istilah syara’ dalam pemakaiannya
dipersempit pad aspek-aspek hukum yang dipahami sekarang yaitu aturan-aturan
Allah berkenaan dengan kehidupan atau aktivitas manusia.
Syariah
adalah ketentuan-ketentuan agama yang merupakan pegangan bagi manusia di dalam
hidupnya untuk meningkatkan kwalitas hidupnya dalam rangka mencapai kebahagiaan
dunia dan akhirat. Syariah Islam adalah tata cara pengaturan tentang perilaku
hidup manusia untuk mencapai keridhoan Allah SWT yang dirumuskan dalam
Al-Qur’an, yaitu :
1. Surat Asy-Syura ayat 13
Artinya : “Dia telah mensyariahkan
bagi kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang
telah kamu wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim,
Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah
tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka
kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan
memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). “(Quran
surat Asy-Syura ayat 13).
2. Surat Asy-Syura ayat 21
Artinya : Apakah mereka mempunyai
sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariahkan untuk mereka agama yang tidak
diijinkan Allah ? sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah
tentukanlah mereka dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu
akan memperoleh azab yang pedih. (Qur’an Surat Asy-Syura Ayat : 21).
3. Surat Al-Jatsiyah ayat 18
Artinya : Kemudian kami jadikan kamu
berada di atas syariah (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah
syariah itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak
mengetahui.(Qur’an Surat Al-Jatsiyah ayat : 18)
Adapun
pengertian syariah secara etimologis kata Syari’ah berakar kata syara’a
yang berarti “sesuatu yang dibuka secara lebar kepadanya”. Dari sinilah
terbentuk kata syari’ah yang berarti “sumber air minum”. Kata ini
kemudian dikonotasikan oleh bangsa Arab dengan jalan yang lurus yang harus
diikuti. Secara terminologis, Muhammad Ali al-Sayis mengartikan syari’ah dengan
jalan “yang lurus”. Kemudian pengertian ini dijabarkan menjadi: “Hukum Syara’
mengenai perbuatan manusia yang dihasilkan dari dalil-dalil terperinci”. Syekh
Mahmud Syaltut mengartikan syari’ah sebagai hukum- hukum dan tata aturan yang
disyariahkan oleh Allah bagi hamba-Nya untuk diikuti.
B. Ruang Lingkup
Syariah
Ruang
lingkup syariah antara lain mencakup peraturan-peraturan sebagai berikut :
1.
Ibadah, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur
hubungan langsung dengan Allah SWT (ritual), yang terdiri dari :
a.
Rukun Islam : mengucapkan syahadat, mengerjakan
shalat, zakat, puasa, dan haji.
b.
Ibadah lainnya yang berhubungan dengan rukun Islam.
§ Badani
(bersifat fisik) : bersuci meliputi wudlu, mandi, tayamum, pengaturan
menghilangkan najis, peraturan air, istinja, adzan, qomat, I’tikaf, do’a,
sholawat, umroh, tasbih, istighfar, khitan, pengurusan mayit, dan lain-lain.
·
Mali (bersifat harta) : qurban, aqiqah, alhadyu,
sidqah, wakaf, fidyah, hibbah, dan lain-lain.
2.
Muamalah, yaitu
peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan yang lainnya dalam hal tukar-menukar harta (jual beli dan
yang searti), diantaranya : dagang, pinjam-meminjam, sewa-menyewa, kerja sama
dagang, simpanan, penemuan, pengupahan, rampasan perang, utang-piutang,
pungutan, warisan, wasiat, nafkah, titipan, jizah, pesanan, dan lain-lain.
3.
Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur hubungan
seseorang dengan orang lain dalam hubungan berkeluarga (nikah, dan yang
berhubungan dengannya), diantaranya : perkawinan, perceraian, pengaturan
nafkah, penyusunan, memelihara anak, pergaulan suami istri, mas kawin,
berkabung dari suami yang wafat, meminang, khulu’, li’am dzilar, ilam walimah,
wasiyat, dan lain-lain.
4.
Jinayat, yaitu peraturan yang menyangkut pidana,
diantaranya : qishsash, diyat, kifarat, pembunuhan, zinah, minuman keras, murtad,
khianat dalam perjuangan, kesaksian dan lain-lain.
5.
Siyasa, yaitu yang menyangkut masalah-masalah
kemasyarakatan (politik), diantaranya : ukhuwa (persaudaraan) musyawarah
(persamaan), ‘adalah (keadilan), ta’awun (tolong menolong), tasamu (toleransi),
takafulul ijtimah (tanggung jawab sosial), zi’amah (kepemimpinan) pemerintahan
dan lain-lain.
6. Akhlak,
yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi, diantaranya : syukur, sabar, tawadlu,
(rendah hati), pemaaf, tawakal, istiqomah (konsekwen), syaja’ah (berani),
birrul walidain (berbuat baik pada ayah ibu), dan lain-lain.
7.
Peraturan-peraturan lainnya seperti : makanan,
minuman, sembelihan, berburu, nazar, pemberantasan kemiskinan, pemeliharaan
anak yatim, mesjid, da’wah, perang, dan lain-lain.
2.2 Fungsi Syariah
Fungsi syari’ah adalah sebagai jalan atau jembatan untuk
semua manusia dalam berpijak dan berpedoman. Selain itu ia menjadi media
berpola hidup di dunia agar sampai ke kampung tujuan terakhir (akhirat) dan
tidak sesat. Dengan kata lain agar manusia dapat membawa dirinya di atas jalur
syari’at sehingga pada gilirannya dia akan hidup teratur, tertib dan tentram
dalam menjalin hubungannya baik dengan Khalik (pencipta) yang disebut hablum
minallah, hubungan dengan sesama manusia yang disebut hablum minannas,
serta hubungan dengan alam lingkungan lainnya yang disebut hablum minal alam.
Hubungan yang baik ini akan mempunyai nilai ibadah, dan tentu dengan
menjalankan ibadah yang baik berupa ibadah langsung (mahdzah) ini akan
membuahkan predikat baik dari Allah dan pada akhirnya akan hasanah fi dunya dan
hasanah fil akhirat sehingga dia selamat di dunia dan di akhirat itulah
yang menjadi tujuan semua manusia yang beriman.
Manusia dalam hidupnya terkait dengan fungsi syari’ah
pada garis besarnya ada dua macam yaitu:
a.
Manusia sebagai hamba di mana harus
menghambakan dirinya di hadapan Khaliq (Allah SWT).
b. Manusia sebagai
khalifah di muka bumi (mengurus dan mengatur tatanan hidup dan kehidupan).
Dan tentu jika hidup berpola pada syari’ah tersebut, akan
melahirkan kesadaran berperilaku sesuai dengan dua fungsi tersebut di atas di
mana sebagai hamba mempunyai tugas beribadah, sesuai dengan firmanNya :
وَمَا خَلَقْتُ
ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
”Dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia kecuali agar mereka menyembah Ku”. QS
Adz-Dzariyaat : 56.
Selain itu, manusia juga sebagai
khalifah di muka bumi, maka ia memiliki tugas untuk melaksanakan amanat Allah
sesuai dengan firmanNya :
إِنَّا
عَرَضْنَا ٱلْأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱلْجِبَالِ فَأَبَيْنَ
أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا ٱلْإِنسَٰنُ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ
ظَلُومًۭا جَهُولًۭا
”Sesungguhnya telah kami amanatkan
kepada langit, bumi, gunung-gunung namun mereka enggan untuk memikulnya, maka
manusia menyanggupi untuk memikulnya amanat tersebut tetapi mereka berbuat
aniaya dan berbuat bodoh.”QS. Al-Ahzab : 33.
Oleh sebab itu maka supaya manusia menjalankan fungsi
sebagai khalifah di muka bumi maka Allah telah menurunkan syari’at Islam yang
berguna untuk mengantarkan manusia guna mendapat ridhoNya supaya mendapatkan
kebahagiaan yang hakiki sesuai dengan ayat Al-Qur’an tersebut di atas. Adapun
ringkasnya fungsi tersebut di atas adalah untuk membuat kehidupan yang ma’rufat
(kebaikan) serta mewujudkan keadilan sesuai dengan firmanNya :
إِنَّ ٱللَّهَ
يَأْمُرُ بِٱلْعَدْلِ وَٱلْإِحْسَٰنِ وَإِيتَآئِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ
ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ وَٱلْبَغْىِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
”Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu)
berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah
melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”QS. An-Nahl :
90.
2.3 Prinsip-prinsip Syariah
Tujuan utama
syari’ah mengajak manusia kepada kebaikan dan melarang dari berbuat salah mendapatka kebahagian di
suni dan di akhirat. Untuk itu dalam pelaksanaan nya syari’ah mempunyai lima
prinsip umum yang dikemukakan oleh Supan Kusumamiharja, (1978) antara lain
sebagai berikut ini.
a.
Sesuai dengan Fitrah Manusia
Allah menegaskan tentang kesesuaian syariah dengan potensi manusia
diantaranya dalam Q.S 30:30 dan Q.S 2:185. Dua ayat tersebut menjelaskan bahwa
seluruh aturan yang da dalam syari’ah tidak ada yang tidak dapat dilakukan oleh
manusia sesuai dengaan situasi dan kondisinya masing-masing . Bahkan Allah
menghendaki kemudahan bagi manusia, bukan kesukaran.
b.
Luwes dalam Pelaksanaannya
Allah menjelaskan tentang keluwesan syariah
tersebut dalam Q.S 2:173, bahwa hal-hal yang diharamkan dalam suatu keadaan dan
kondisi tertentu, dapat menjadi halal dalam keadaan dan kondisi lain, yaitu
dlam keadaan terpaksa. Contoh lain seperti yang dijelaskan dalam hadis Rasul
riwayat Bukhari (Al-Asqalany, tth: 99) bahwa bagi orang yang tidak mampu
mengerjakan shalat dalam keadaan berdiri, maka ia boleh melakukannya sambil
duduk, dan selanjutnya boleh sambil berbaring.
c.
Tidak Memberatkan
Semua syariat Allah tidak ada yang berat, sehingga manusia tidak mampu
melaksanakannya. Contoh ibadah sholat yang diwajibkan lima kali dalam 24 jam,
yang hanya membutuhkan waktu minimal kira-kira 5 x 7 menit = 35 menit, zakat
harta hanya berkisar 2,5 %, 5 % dan 10 %, ibadah haji cukup sekali seumur
hidup, begitu juga denagn benda-benda yang diharamkan hanya sebagian kecil
apabila dibandingkan dengan yang di halalkan.
d.
Penetapan Hukum secara Bertahap
Allah mengharamkan suatu hal tidak secara langsung,melainkan melalui
tahapan Contoh pengharaman minuman keras, tidak langsung sekaligus dilarang
tetapi berangsur-angsur setahap demi setahap sampai akhirnya diharamkan. Allah
Swt menurunkan ayat larangan minuman keras dengan laranan secara bertahap.
Proses nya di awali dengan turunnya Q.S 2:219 yang menyatakan bahwa pada khamar dan judi terdapat dosa
besar dan ada manfaatnya bagi manusia, tetapi dosa kedua nya lebih besar dari
manfaatnya. Setelah itu Allah turunkan Q.S 4:43
berupa laranagan mendekati shalat bagi orang-orang yang sedang mabuk.
Kemudian Allah turunkan Q.S 5:90 yang menyatakan secara tegas tentang
haramnya minuman keras dan ditegaskan oleh hadis Rasul walaupun sedikit
diminumkan maka statusnya sama, yaitu hukumnya haram.
e.
Tujuan Syariah adalah Keadilan
Pencapaian
keadilan di dalam syariah secara eksplisit tampak pada adanya penjelasan
tentang pokok-pokok akhlak yang baik yang terdapat didalam syariat tersebut.
Allah menjelaskan hal itu di dalam surat al-Nahl [16] ayat 90.
Selanjutnya
Dahlan (ed) 2 (1997): 577 mengungkapkan bahwa
syari’ah mempunyai tiga watak yang tidak berubah-ubah yaitu : 1) takammul (lengkap), 2) wasattiyah (pertengahan) dan 3) harakah (dinamis). Watak takammul
memperlihatkan bahwa syari’ah itu
dapat melayani golongan yang tetap pada apa yang sudah ada (konsisten), dan
dapat pula melayani golongan yang menginginkan pembaharuan.
Konsep wasattiyah menghendaki keselarasan dan keseimbangan anatar segi
kebenaran dan segi kejiwaan. Keduanya
sama-sam diperhatikan tanpa mengabaikan salah satu dari padanya.
Sedangkan dari segi harakah (kedinamisan),
syari’ah mempunyai kemampuan untuk bergerak dan berkembang. Untuk mengiringi
perkembangan itu di dalam syari’ah ada konsep itjtihad.
Didalam
pelaksanaan ibdah agama islam menghargai kondisi seseorang apakah sudah
mukallaf (dapat diberi tanggung
jawab atau baligh dan berakal), dalam keadaan sehat atau sakit, dalam keadaan
bepergian, tidur atau dlam keadaan kesulitan. Begitu juga syariah dalam hal masalah kehidupan keluarga yang
memelihara prinsip-prinsip yang menjamin kemaslahatan suami istri. Sama halnya
juga dengan syariah tentang hukum pidana yang mempertimbangkan berat dan
ringannya tindak pidana dan sanksi bagi pelaku serta kaitannya dengan situasi
yang mempengaruhi pelaku.
2.4
Implementasi Syariah
Hukum
islam yang sudah di kemukakan di atas bertujuan untuk mencari keridhoan allah
dengan cara melaksanakan segala aturan dengan sempurna dalam rangka ibadah
kepada allah, sebagai mana firman nya dalam surat adz-dzaryyat 51:56:
Artinya:
jin dan manusia hanya aku ciptakan untuk mengabdi kepada ku
Berdasarkan tugas yang dilaksanakan itu, maka kajian
hukum islam itu menurut syarifuddin mengandung dua bidang pokok yaitu:
1. Kajian
tentang perangkat peraturan terinci yang bersifat amaliah dan harus di ikuti
umat islam dalam kehidupan beragama, yang disebut dengan fiqih.
2. Kajian
tentang ketentuan serta cara dan usaha yang sistematis dalam menghasilkan
perangkat peraturan yang terinci itu disebut ushul fiqih
Fiqih
dan ushul fiqih merupakan dua bahasan yang terpisah, tetapi saling berkaitan. Pada
topic ini yang menjadi bahasan adalah hukum amalyah(fiqih)yang pembahasannya di
kembangkan dalam ilmu syariah.
Ilmu
syariah adalah ilmu yang mengkaji tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan
hubungan anatara manusia dengan penciptanya dan antara sesama manusia dan
makhlik lainnya. Hukum-hukum ini aspek pembahasannya di bagi menjadi:
1. Ibadah
dalam arti khusus, yaitu ibadah yang dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang sudah digariskan agama islam secara rinci, sepeti
thaharah, sholat, puasa, haji, dan zakat:
a. Thaharah
Menurut bahasa thaharah berarti bersih
dari kotoran. Dan menurut istilah terdapat perbedaan pendapat ulama,
Abdurrahman Al-Jaziri penyusun kitab al-Fiqh ala-Mazahib Al-Arba’ah
berpendapat: thaharah adalah suatu sifat maknawi yang ditentukan oleh Allah SWT
sebagai syarat sah nya sholat (Dahlan V, 1997:1747).
Dasar hukumnya antara lain firman Allah SWT
dalam surah Al-Baqrah, 2:222:
….sesungguh
nya Allah menyenangi orang-orang yang bertaubat, dan menyenangi orang-orang
yang suci(bersih).
Dasar
lainnya antara lain dalam surah Al-Baqarah 2:125, Al-Mudatsir 74:1-5.
Thaharah dalam ajaran
islam merupakan bagian dari pelaksanaan ibadah kepada Allah. Setiap muslim
diwajibkan sholat lima waktu sehari semalam dalam sebelum melaksanakannya di syratkan
bersuci terlebih dahulu. Hal ini membuktikan bahwa ajaran islam sangat
memperhatikan dan mendorong umat islam untuk membiasakan diri hidup bersih,
indah dan sehat. Karena itu kehdupan umat islam adalah kehidupan yang suci dan
bersih.
Di
samping sebagai suatu kewajiban, thaharah juga melambangkan tuntunan islam
untuk memelihara kesucian diri dari segala aturan dan dosa. Allah yang maha
suci hanya dapat di dekati oleh orang-orang yang suci, baik suci fisik dari
kotoran maupun suci jiwa dari dosa.
Jadi
thaharah berarti membersihkan diri lahir dan batin , jasmani dan rohani dari
hadas, najis dan penyakit rohani, seperti syirik, ria, sombong dan sifat-sifat
tercela lainnya. Adapun alat untuk bersuci adalah air untuk berwudhu dan mandi
dan tanah atau debu untuk tayamum. Bersuci dari hadas dengan jalan wudhu dan
mandi, dalam keadaan tertentu dapat di ganti dengan tayamum. Bersuci dari najis
berlaku pada badan, pakaian, dan tempat dengan cara menghilangkan warna, bau,
bentuk dan rasa najis tersebut.bersuci dari penyakit rohani dengan memohong
ampun kepada Allah SWT, dan meluruskan niat kembali untuk menghilangkan
penyakit rohani itu.
Pengertian Thaharah
Thaharah
berarti bersih (nadlafah), suci (nazahah) terbebas (khulus) dari kotoran
(danas). Seperti tersebut dalam surat Al- A’raf ayat 82
انٌهم
اناس يتطهٌرون
“Sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri “ Dan pada surat
al- baqorah ayat 222: 4
“sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri
“
Sedangkan
menurut syara’ thaharah adalah mengangkat (menghilangkan) penghalang yang
timbul dari hadats dan najis . Dengan demikian thaharah syara’ terbagi menjadi
dua yaitu thaharah dari hadats dan thaharah dari najis.
Thaharah
Dari Hadats
Thaharah
dari hadats ada tiga macam yaitu wudhu’, mandi, dan tayammum. Alat yang
digunakan untuk bersuci adalah air mutlak untuk wudhu’ dan mandi, tanah yang
suci untuk tayammum.
a.
Wudhu’
Menurut
lughat (bahasa), adalah perbuatan menggunakan air pada anggota tubuh tertentu.
Dalam istilah syara’ wudhu’ adalah perbuatan tertentu yang dimulai dengan niat.
Mula-mula wudhu’ itu diwajibkan setiap kali hendak melakukan sholat tetapi
kemudian kewajiban itu dikaitkan dengan keadaan berhadats. Ada beberapa
dalil-dalil tentang wajib wudhu’ yang bias kita temukan dalam ayat maupun
hadits:
-
Ayat Al-Qur'an surat al-maidah ayat 6 yang artinya
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melakukan sholat , maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan ( basuh )
kaimu sampai dengan ke dua mata kaki …”
- Hadits Rasul SAW
لايقبل الله صلاة احدكم اذا
احدت حٌي
“Allah
tidak menerima shalat seseorang kamu bila Ia berhadats, sampai Ia berwudhu’“
(HR Baihaqi, Abu Daud, dan Tirmizi )
Fardhu wudhu’ yaitu :
1.Niat
2.
membasuh muka
3.
membasuh tangan
4.
menyapu kepala
5.
membasuh kaki
6.
tertib
Sunat wudhu’
a) Membaca
basmalah pada awalnya
b) Membasuh
ke dua telapak tangan sampai ke pergelangan sebanyak tiga kali, sebelum
berkumur-kumur., walaupun diyakininya tangannya itu bersih
c) Madmanah,
yakni berkumur-kumur memasukan air ke mulut sambil mengguncangkannya
lalu
membuangnya.
d) Istinsyaq,
ykni memasukan air ke hidung kemudian membuangnya
e) Meraatakan
sapuan keseluruh lepala
f) Menyapu
kedua telinga
g) Menyela-nyela
janggut dengan jari
h)
Mendahulukan yang kana atas yang kiri
i)
Melakukan perbuatan bersuci itu tiga kali- tiga kali
j)
Muwalah, yakni melakukan perbuatan tersebut secara beruntun
k)
Menghadap kiblat
l)
Mengosok-gosok anggota wudhu’ khususnya bagian tumit
m)
Menggunakan air dengan hemat.
Terdapat tiga pendapat
mengenai kumur – kumur dan menghisap air di dalam wudhu’ yaitu:
•
Kedua perbuatan itu hukumnya sunah. Ini merupakan pendapat Imam Malik, asy-
Syafi’I dan Abu hanifah.
•
Keduanya fardhu’, di dalam wudhu’. Dan ini perkataan Ibnu abu Laila dan
kelompoka murid Abu Daud
•
Menghisap air adalah fardhu’, dan berkumur-kumur adalah sunah. Ini adalah
pendapat Abu Tsaur, aabu Ubadah dan sekelompok ahli Zahir.
Dalam
wudhu’ terdapat niat. Ada beberapa pendapat mengenainya. Sebagian Ulama amshar
berpendapat bahwa niat itu menjadi syarat sahnya wudhu’ , mereka adlah Ima as-
syafi’I, Malik, Ahmad, Abu Tsaur, dan Daud. Sedang Fuqoha lainnya berpendapat
bahwa niat tidak menjadi syarat ( sahnya wudhu’ ). Mereka adalah abu Hanifah,
dan Ats- sauri. Perbedaan mereka karena , perbedaan pandangan mengenai wudhu’
itu sendiri. Yang memang bukan ibadah murni seperti sholat. Hal ini dilakukan
demi mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Hal- hal yang mebatalkan wudhu’
1. Keluar
sesuatu dari qubul atau dubur, berupa apapun , benda padat atau cair, angin.
Terkecuali maninya sendiri baik yang biasa maupun tidak, keluar sendirinya atau
keluar daripadanya. Dalil yang berkenaan dengan hal in yaitu surat Al- Maidah
ayat 6 yang artinya “ … atau keluar dari tempat buang air ( kakus ) … “
2. Tidur,
kecuali duduk dalam keadaan mantap. Tidur merupakan kegiatan yang tidak kita
sadari, maka lebih baik berwudhu’ lagi karena dikhawatirkan pada saat tidur (
biasanya ) dari duburnya akan keluar sesuatu tanpa ia sadari.
3. Hilang
akal, dengan sebab gila, mabuk, atau lainnya. Batalnya wudhu’ dengan hilangnya
akal adalah berdasarkan qiyas kepada tidur, degan kehilangan kesadaran sebagai
persamaannya.
4. Bersentuh
kulit laki-laki dan perempuan .Firman Allah dalam surat An- nisa ayat 43 yang
berbunyi :
artinya
“
… atau kamu telah menyentuh perempuan ..”
Hal
tersebut diatasi pada sentuhan :
•
Antara kulit dengan kulit
•
Laki- laki dan perempuan yang telah baligh
•
Diantara mereka tidk ada hubungan mahram
•
Sentuhan langsung tanpa alas atau penghalang
5.
Menyentuh kemaluan manusia dengan perut telapak tangan tanpa alas.
b.
Mandi ( Al – Ghusl )
Menurut
lughat, mandi di sebut al- ghasl atau al- ghusl yang berarti mengalirnya air
pada sesuatu. Sedangkan di dalam syara’ ialah mengalirnya air keseluruh tubuh
disertai dengan niat. Fardhu’ yang mesti dilakukan ketika mandi yaitu :
• Niat. Niat tersebut harus pula di lakukan serentak dengan basuhan pertama. Niat dianggap sah dengan berniat untuk mengangkat hadats besar, hadats , janabah, haidh, nifas, atau hadats lainnya dari seluruh tubuhnya, untuk membolehkannya shalat.
•
Menyampaikan air keseluruh tubuh, meliputi rambut, dan permukaan kulit. Dlam
hal membasuh rambut, air harus sampai kebagian dlam rambut yang tebal. Sanggul
atau gulungan rambut wajib dibuka. Akan tetapi rambut yang menggumpal tidak wajib
di basuh bagian dalamnya.
Untuk
kesempurnaan mandi, di sunatkan pula mengerjakan hal-hal berikut ini:
1.
Membaca basmalah
2.
Membasuh tangan sebelum memasukannya ke dalam bejan
3.
Bewudhu’ dengan sempurna sebelum memulai mandi
4.
Menggosok seluruh tubuh yang terjangkau oleh tangannya
6.
Mendahulukan menyiram bagian kanan dari tubuh
7.
Menyiram dan mengosok badan sebanyak- banyaknya tiga kali
Sebab
–sebab yang mewajibkannya mandi
•
mandi karena bersenggama
•
keluar mani
•
mati, kecuali mati sahid
•
haidh dan nifas
•
Waladah (melahirkan). Perempuan diwajibkan mandi setelah melahirkan, walaupun’
anak ‘yang di lahirkannya itu belum sempurna. Misalnya masih merupakan darah
beku (alaqah), atau segumpal daging (mudghah).
b.
Tayammum
Tayammum menurut lughat
yaitu menyengaja. Menurut istilah syara’ yaitu menyampaikan tanah ke wajah dan
tangan dengan beberapa syarat dan ketentuan .Macam thaharah yang boleh di ganti
dengan tayamumm yaitu bagi orang yang junub. Hal ini terdapat dalam surat al-
maidah ayat 6
Artinya “… dan jika
kamu junu bmaka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau
kembali dari tempat buang air ( kakus ) atau menyentuh perempuan, lalu kamu
tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih)…“.
1. Tayammum
itu dibenarkan apabila terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut:Ada uzur,
sehingga tidak dapat menggunakan air. Uzur mengunakan air itu terjadi
dikarenakan sedang dalam perjalanan ( safir ), sakit, hajat. Ada beberapa
kriteria musafir yang diperkenankan bertayammum, yaitu :
a) Ia
yakin bahwa disekitar tempatnya itu benar-benar tidak ada air maka ia boleh
angsungbertayammum tanpa harus mencari air lebih dulu.
b) Ia
tidak yakin, tetapi ia menduga disana mungkin ada air tetapi mungkin juga
tidak. Pada keadaan demikian ia wajib lebih dulu mencari air di tempat- tempat
yang dianggapnya mungkin terdapat air.
c) Ia
yakin ada air di sekitar tempatnya itu. Tetapi menimbang situasi pada saat itu
tempatnya jauh dan dikhawatirkan waktu shalat akan habis dan banyaknya musafir
yang berdesakan mengambil air, maka ia diperbolehkan bertayammum.
2. Masuk
waktu shalat
3. Mencari
air setelah masuk waktu shalat, dengan mempertimbangkan pembahasan no 1
4. Tidak
dapat menggunakan air dikarenakan uzur syari’ seperti takut akan pencuri atau
ketinggalan rombonga.
5. Tanah
yang murni ( khalis ) dan suci. Tayammum hanya sah dengan menggunakan ‘turab’,
tanah yang suci dan berdebu. Bahan-bahan lainnya seperti semen, batu, belerang,
atau tanah yang bercampur dengannya, tidak sah dipergunakan untuk bertayammum.
Rukun Tayammum
·
Niat istibahah (membolehkan) shalat atau
ibadah lain yang memerlukan thaharah, seperti thawaf, sujud tilawah, dan lain
sebagainya. Dalil wajibnya niat disini ialah Hadits yang juga dikemukakan
sebagai dalil niat pada wudhu’. Niat ini serentak dengan pekerjaan pertama
tayammum, yaitu ketika memindahkan tanah ke wajah.
·
Menyapu wajah. Sesuai firman Allah dalam
Surat An-Nisa ayat 43 yang artinya “…sapulah mukamu dan tanganmu, sesungguhnya
Allah mahapemaaf lagi maha pengampun “.
·
Menyapu kedua tangan.
Fuqoha
berselisih pendpat mengenai batasan tangan yang diperintahkan Allah untuk
disapu. Hal seperti tersebut terdapat dalam Al- quran Surat al- Midah ayat 6
yang artinya “… sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu ... “. berangkat
dari ayat tersebut lahirlah pendapat berikut ini :
a. Berpendirian
bahwa batasan yang wajib untuk melakukan tayammum adalah sama dengan wudhu’ ,
yakni sampai dengan siku-siku ( madzhab maliki )
b. Bahwa
yang wajib adalah menyapu telapak tangan ( ahli zahir dan ahli Hadits )
c.
Berpendirian bahwa yang wajib hanyalah menyapu sampai siku-siku ( imam malik)
d.
Berpendirian bahwa yang wajib adalah menyapu sampai bahu.
Pendapat
yang asing ini diriwayatkan oleh Az-Zuhri dan Muhammad bin Maslamah.
·
Tertib, yakni mendahulukan wajah
daripada tangan .
Hal-hal
yang sunat dikerjakan pada waktu tayammum
a.
Membaca basmalah pada awalnya
b.
mamulai sapuan dari bagian atas wajah
c.
menipiskan debu di telapak tangan sebelum menyapukannya
d.
meregangkan jari-jari ketika menepukannya pertama kali ke tanah
e.
mandahulukan tangan kanan dari tangan kiri
f.
menyela nyela jari setelah menyapu kedua tangan
g.
tidak mengangakat tangan dari anggota yang sedang disapu sebelum selesai
menyapunya
Hal
–hal yang membatalkan tayammum , yaitu semua yang membatalkan wudhu’ , melihat
air sebelum melakukan sholat serta murtad.
3) Thaharah Dari Najis
Benda-benda
yang termasuk najis ialah kencing, tahi, muntah, darah, mani hewan, nanah,
cairan luka yang membusuk, ( ma’ al- quruh ), ‘alaqah, bangkai , anjing, babi
,dan anak keduanya, susu binaang yang tidak halal diamakan kecuali manusia,
cairan kemaluan wanita.Jumhur fuqaha juga berpendapat bahwa khamr adalah najis,
meski dalam masalah ini banyak sekali perbedaan pendapat dilingkungan ahli
Hadits.
Berbagai
tempat yang harus dibersihkan lantaran najis, ada tiga tempat, yaitu : tubuh,
pakaian dan masjid. Kewajiban membersihkan pakaian didasarkan pada firman Allah
pada surat al- Mudatsir ayat 4.
Benda
yang dipakai untuk membersihkan najis yaitu air. Umat Islam sudah mengambil
kesepakatan bahwa air suci yang mensucikan bisa dipakai untuk membersihkan
najis untuk ketiga tempat tersebut. Pendapat lainnya menyatakan bahwa najis
tidk bisa dibersihkan (dihilangkan ) kecuali dengan air. Selain itu bisa dngan
batu, sesuai dengan kesepakatan ( imam malik dan asy- syafi’I ).
Para
ulama mengambil kata sepakat bahwa cara membersiohkan najis adlah dengan
membasuh ( menyiram ), menyapu, mencipratkan air. Perihal menyipratkan air,
ebagin fuqaha hanya mangkhususkan untuk membersihkan kencing bayi yan belum
menerima tambahan makanan apapun.
Cara
membersihkan badan yang bernajis karena jilatan anjing adalah dengan
membasuhnya dengan air sebanyak tujuh kali, salah satu diantaranya dicampur
dengan tanah. Hal ini berdasarkan Hadits Rasul SAW, yang artinya “ menyucikan
bejana seseorang kamu, apabila anjing minum di dalam bejana itu , ialah dengan
membasuhnya tujuh kali , yang pertama diantaranya dengan tanah.
c.
Sholat
Secara
bahasa solat berarti do’a sebagai mana firman Allah SWT dalam surat al-taubah
9:103:
… dan berdoalah untuk mereka,
sesungguhnya doa, kamu(menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka.
Shalat atau sering ditulis Salat
(ejaan KBBI), Solat, Sholat (bahasa arab = صلاة ) merujuk kepada salah satu
ritual ibadat pemeluk agama Islam. Secara bahasa shalat berasal dari bahasa
Arab yang memiliki arti : do'a. Sedangkan menurut istilah shalat bermakna
serangkaian kegiatan ibadah khusus atau tertentu yang dimulai dengan takbiratul
ihram dan diakhiri dengan salam.Praktik shalat harus sesuai dengan segala
petunjuk tata cara Rasulullah SAW sebagai figur pengejawantah perintah Allah
SWT. Rasulullah SAW bersabda, Shalatlah kalian sesuai dengan apa yang kalian
lihat aku mempraktikkannya. (HR Bukhari-Muslim).
Hukum Shalat
Hukum shalat dapat dikategorisasikan sebagai berikut :
v Fardhu, Shalat fardhu ialah shalat
yang diwajibkan untuk mengerjakannya. Shalat Fardhu terbagi lagi menjadi dua,
yaitu :
-
Fardhu
‘Ain : ialah kewajiban yang diwajibkan kepada mukallaf langsung berkaitan
dengan dirinya dan tidak boleh ditinggalkan ataupun dilaksanakan oleh orang
lain, seperti shalat lima waktu, dan shalat jumat(Fardhu 'Ain untuk pria).
-
Fardhu
Kifayah : ialah kewajiban yang diwajibkan kepada mukallaf tidak langsung
berkaitan dengan dirinya. Kewajiban itu menjadi sunnah setelah ada sebagian
orang yang mengerjakannya. Akan tetapi bila tidak ada orang yang mengerjakannya
maka kita wajib mengerjakannya dan menjadi berdosa bila tidak dikerjakan.
Seperti shalat jenazah.
v Nafilah (shalat sunnat),Shalat
Nafilah adalah shalat-shalat yang dianjurkan atau disunnahkan akan tetapi tidak
diwajibkan. Shalat nafilah terbagi lagi menjadi dua, yaitu :
a. Nafil Muakkad adalah shalat sunnat
yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir mendekati wajib), seperti
shalat dua hari raya, shalat sunnat witr dan shalat sunnat thawaf.
b. Nafil Ghairu Muakkad adalah shalat
sunnat yang dianjurkan tanpa penekanan yang kuat, seperti shalat sunnat Rawatib
dan shalat sunnat yang sifatnya insidentil (tergantung waktu dan keadaan,
seperti shalat kusuf/khusuf hanya dikerjakan ketika terjadi gerhana).
Rukun
Shalat
11 Rukun Shalat :
11 Rukun Shalat :
a) Niat
b) Takbiratul ihram
c) Berdiri bagi yang sanggup
d) Membaca surat Al Fatihah
e) Ruku' dengan thu'maninah
f) I'tidal dengan thu'maninah
g) Sujud dua kali dengan thu'maninah
h) Duduk antara dua sujud dengan
thu'maninah
i)
Duduk
dengan thu'maninah serta membaca tasyahud akhir dan shalawat nabi
j)
Membaca
salam
k) Tertib (melakukan rukun secara
berurutan)
Shalat
Berjama'ah
Shalat tertentu dianjurkan untuk
dilakukan secara bersama-sama(berjama'ah). Pada shalat berjama'ah seseorang
yang dianggap paling kompeten akan ditunjuk sebagai Imam Shalat, dan yang lain
akan berlaku sebagai Makmum.
Shalat yang dapat dilakukan secara
berjama'ah antara lain :
o Shalat Fardhu
o Shalat Tarawih
o Shalat Fardhu
o Shalat Tarawih
Shalat yang mesti dilakukan
berjama'ah antara lain:
o Shalat Jumat
o Shalat Hari Raya (Ied)
o Shalat Istisqa'
o Shalat Jumat
o Shalat Hari Raya (Ied)
o Shalat Istisqa'
Shalat dalam kondisi khusus
Dalam situasi dan kondisi tertentu kewajiban melakukan shalat diberi keringanan tertentu. Misalkan saat seseorang sakit dan saat berada dalam perjalanan (safar).
Bila seseorang dalam kondisi sakit hingga tidak bisa berdiri maka ia diperbolehkan melakukan shalat dengan posisi duduk, sedangkan bila ia tidak mampu untuk duduk maka ia diperbolehkan shalat dengan berbaring, bila dengan berbaring ia tidak mampu melakukan gerakan tertentu ia dapat melakukannya dengan isyarat.
Sedangkan bila seseorang sedang dalam perjalanan, ia diperkenankan menggabungkan (jama’) atau meringkas (qashar) shalatnya. Menjama' shalat berarti menggabungkan dua shalat pada satu waktu yakni dzuhur dengan ashar atau maghrib dengan isya. Mengqasar shalat berarti meringkas shalat yang tadinya 4 raka'at (dzuhur,ashar,isya) menjadi 2 rakaat.
Shalat dalam Al Qur'an
Berikut ini adalah ayat-ayat yang membahas tentang shalat di dalam Al Qur'an, kitab suci agama Islam.
“Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang Telah beriman: "Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebahagian rezki yang kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada bari itu tidak ada jual beli dan persahabatan.”
Dalam situasi dan kondisi tertentu kewajiban melakukan shalat diberi keringanan tertentu. Misalkan saat seseorang sakit dan saat berada dalam perjalanan (safar).
Bila seseorang dalam kondisi sakit hingga tidak bisa berdiri maka ia diperbolehkan melakukan shalat dengan posisi duduk, sedangkan bila ia tidak mampu untuk duduk maka ia diperbolehkan shalat dengan berbaring, bila dengan berbaring ia tidak mampu melakukan gerakan tertentu ia dapat melakukannya dengan isyarat.
Sedangkan bila seseorang sedang dalam perjalanan, ia diperkenankan menggabungkan (jama’) atau meringkas (qashar) shalatnya. Menjama' shalat berarti menggabungkan dua shalat pada satu waktu yakni dzuhur dengan ashar atau maghrib dengan isya. Mengqasar shalat berarti meringkas shalat yang tadinya 4 raka'at (dzuhur,ashar,isya) menjadi 2 rakaat.
Shalat dalam Al Qur'an
Berikut ini adalah ayat-ayat yang membahas tentang shalat di dalam Al Qur'an, kitab suci agama Islam.
“Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang Telah beriman: "Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebahagian rezki yang kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada bari itu tidak ada jual beli dan persahabatan.”
“Bacalah
apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah
shalat.
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.
dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan”
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir” (al-Ma’arij : 19-23)70:19
Sejarah
Shalat Fadhu
Shalat yang mula-mula diwajibkan
bagi Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya adalah Shalat Malam, yaitu sejak
diturunkannya Surat al-Muzzammil (73) ayat 1-19. Setelah beberapa lama
kemudian, turunlah ayat berikutnya, yaitu ayat 20:
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui
bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau
seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari
orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang.
Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas
waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa
yang mudah (bagimu) dari Al Quran.
Dia mengetahui bahwa akan ada di
antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi
mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di
jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman
yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu
memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang
paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dengan turunnya ayat ini, hukum Shalat Malam menjadi sunat. Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid, al-Hasan, Qatadah, dan ulama salaf lainnya berkata mengenai ayat 20 ini,
Dengan turunnya ayat ini, hukum Shalat Malam menjadi sunat. Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid, al-Hasan, Qatadah, dan ulama salaf lainnya berkata mengenai ayat 20 ini,
"Sesungguhnya ayat ini
menghapus kewajiban Shalat Malam yang mula-mula Allah wajibkan bagi umat Islam.
d. Puasa
d. Puasa
Puasa dalam agama Islam artinya
menahan diri dari makan dan minum dan dari segala perbuatan yang boleh
membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hinggalah terbenam matahari, untuk
meningkatkan ketakwaan seorang muslim. Perintah puasa difirmankan oleh Allah
pada Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 183.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,”
Berpuasa merupakan salah satu dari lima Rukun Islam. Terdapat puasa wajib dan puasa sunnah, namun tata caranya tetap sama.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,”
Berpuasa merupakan salah satu dari lima Rukun Islam. Terdapat puasa wajib dan puasa sunnah, namun tata caranya tetap sama.
Waktu haram puasa adalah waktu di
mana umat Muslim dilarang berpuasa. Hikmah puasa adalah ketika semua orang
bergembira, seseorang itu perlu turut bersama merayakannya.
Hari Raya Idul Fitri (1 Syawal)
Hari Raya Idul Adha (10 Zulhijjah)
Hari-hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Zulhijjah)
Hari Raya Idul Fitri (1 Syawal)
Hari Raya Idul Adha (10 Zulhijjah)
Hari-hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Zulhijjah)
Hikmah
Puasa
Ibadah shaum Ramadhan yang
diwajibkan Allah kepada setiap mu’min adalah ibadah yang ditujukan untuk
menghamba kepada Allah seperti yang tertera dalam QS. Al- Baqarah/2: 183.
Hikmah dari ibadah shaum itu sendiri adalah melatih manusia untuk sabar dalam
menjalani hidup. Maksud dari sabar yang tertera dalam al- Quran adalah ‘gigih
dan ulet’ seperti yang dimaksud dalam QS. Ali ‘Imran/3: 146.
“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. mereka tidak menjadi lemah Karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.”
“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. mereka tidak menjadi lemah Karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.”
Puasa adalah menahan diri dari tidak
bamyak bicara, tidak banyak melihat, tidak banyak makan dan minum, tidak banyak
tidur. dan puasa juga merupakan tempat nya ibadah umat manusia yg mana setiap
kebaikan di lipak gandakan pahalanya.
Jenis-jenis Puasa
Jenis-jenis Puasa
Puasa yang hukumnya wajib
o Puasa Ramadan
o Puasa karena nazar
o Puasa kifarat atau denda
o Puasa Ramadan
o Puasa karena nazar
o Puasa kifarat atau denda
Puasa yang hukumnya sunah
o Puasa 6 hari di bulan Syawal
o Puasa Arafah
o Puasa Senin-Kamis
o Puasa Daud (sehari puasa, sehari tidak)
o Puasa Asyura (pada bulan muharam)
o Puasa 6 hari di bulan Syawal
o Puasa Arafah
o Puasa Senin-Kamis
o Puasa Daud (sehari puasa, sehari tidak)
o Puasa Asyura (pada bulan muharam)
Syarat wajib puasa :
1. Beragama Islam
2. Berakal sehat
3. Baligh (sudah cukup umur)
4. Mampu melaksanakannya
5. Orang yang sedang berada di tempat (tidak sedang safar)
1. Beragama Islam
2. Berakal sehat
3. Baligh (sudah cukup umur)
4. Mampu melaksanakannya
5. Orang yang sedang berada di tempat (tidak sedang safar)
Syarat sah puasa :
1. Islam (tidak murtad)
2. Mummayiz (dapat membedakan yang baik dan yang buruk)
3. Suci dari haid dan nifas
4. Mengetahui waktu diterimanya puasa
1. Islam (tidak murtad)
2. Mummayiz (dapat membedakan yang baik dan yang buruk)
3. Suci dari haid dan nifas
4. Mengetahui waktu diterimanya puasa
Rukun
puasa :
1. Niat
2. Meninggalkan segala hal yang
membatalkan puasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari
3. Shaum atau puasa secara bahasa
bermakna al-imsak atau menahan diri dari sesuatu seperti menahan diri dari
makan atau berbicara. Makna shaum seperti ini dipakai dalam ayat ke-26 surat
Maryam. “Maka makan dan minumlah kamu, wahai Maryam, dan tenangkanlah hatimu;
dan jika kamu bertemu seseorang, maka katakanlah saya sedang berpuasa dan tidak
mau berbicara dengan siapapun.”
4. Sedangkan secara istilah, shaum
adalah menahan dari dari dua jalan syahwat, mulut dan kemaluan, dan hal-hal
lain yang dapat membatalkan pahala puasa mulai dari terbit fajar sampai
terbenam matahari.
Keutamaan Bulan Ramadhan
1) Dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah saw. bersabda, “Penghulunya bulan adalah bulan Ramadhan dan penghulunya hari adalah hari Jum’at.” (Thabrani)
Keutamaan Bulan Ramadhan
1) Dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah saw. bersabda, “Penghulunya bulan adalah bulan Ramadhan dan penghulunya hari adalah hari Jum’at.” (Thabrani)
2) Rasulullah saw. bersabda, ” Kalau
saja manusia tahu apa yang terdapat pada bulan Ramadhan, pastilah mereka
berharap Ramadhan itu selama satu tahun.” (Thabrani, Ibnu Khuzaimah, dan
Baihaqi)
3) Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah
saw. bersabda, “Apabila datang bulan puasa, dibuka pintu-pintu surga dan
ditutup pintu-pintu neraka.” (Bukhari dan Muslim)
4) Rasulullah saw. juga bersabda,
“Apabila datang malam pertama bulan Ramadhan, para setan dan
jin kafir akan dibelenggu. Semua pintu neraka ditutup sehingga tidak ada satu
pintu pun yang terbuka; dan dibuka pintu-pintu surga sehingga tidak ada satu
pun yang tertutup. Lalu terdengara suara seruan, “Wahai pencari kebaikan,
datanglah! Wahai pencari kejahatan, kurangkanlah. Pada malam itu ada
orang-orang yang dibebaskan dari neraka. Dan yang demikian itu terjadi pada
setiap malam.” (Tirmidzi dan Ibnu Majah) Keutamaan Puasa Ramadhan
5) Abu Hurairah, Rasulullah saw.
bersabda, “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan penuh harap,
akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan barangsiapa yang shalat malam
pada bulan puasa, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Bukhari dan
Muslim)
Waktu
Berpuasa
Ibadah puasa dimulai sejak masuknya fajar shadiq (waktu shalat Subuh) hingga terbenamnya matahari (masuk waktu shalat Maghrib). Allah menerangkan di dalam al-Qur’an dengan istilah benang putih dari benang hitam.
Ibadah puasa dimulai sejak masuknya fajar shadiq (waktu shalat Subuh) hingga terbenamnya matahari (masuk waktu shalat Maghrib). Allah menerangkan di dalam al-Qur’an dengan istilah benang putih dari benang hitam.
Sunnah-sunnah
Dalam Berpuasa
1. Sebelum berpuasa, disunnahkan mandi besar dari junub, haidh, dan nifas. Bagi orang yang berpuasa, disunnahkan melambatkan makan sahur dan menyegerakan berbuka. Berdo’a sebelum berbuka.
1. Sebelum berpuasa, disunnahkan mandi besar dari junub, haidh, dan nifas. Bagi orang yang berpuasa, disunnahkan melambatkan makan sahur dan menyegerakan berbuka. Berdo’a sebelum berbuka.
2. Agar amalan puasa tidak rusak dan
pahalanya tidak gugur, orang yang berpuasa disunnahkan menjaga anggota badan
dari maksiat, meninggalkan obrolan yang tidak berguna, meninggalkan perkara
syubhat dan membangkitkan syahwat.
3. Disunnahkan memperbanyak tilawah
Al-Qur’an, memberi makan orang puasa untuk berbuka, dan memperbanyak sedekah.
Di sepuluh hari terakhir, sangat dianjurkan beri’tikaf.
Yang
Dibolehkan Tidak Berpuasa
1. Orang yang safar (dalam perjalanan).
Tapi, ada ulama yang memberi syarat. Seseorang boleh tidak berpuasa di bulan
Ramadhan dan menggantinya di bulan lain, jika safarnya menempuh lebih dari 89
km dan safarnya bukan untuk maksiat serta perjalanannya dimulai sebelum fajar.
Namun Imam Hanbali membolehkan berbuka, walaupun safarnya dimulai pada siang
hari. Alasan dibolehkannya berbuka adalah karena safar mengandung masyaqqah
(kesusahan). Jika seseorang yang safar mengambil rukshah ini, ia wajib
mengganti puasanya itu di hari lain sejumlah hari ia tidak berpuasa.
2. yang sedang sakit. Sakit yang masuk
dalam kategori ini adalah sakit yang dapat menghambat kelangsungan ibadah puasa
dan berdampak pada keselamatan fisik jika dia tetap berpuasa. Untuk memutuskan
dan menilainya, diperlukan pendapat dokter. Jika seseorang tidak berpuasa
karena sakit, ia wajib mengganti puasa yang ditinggalkannya di bulan lain
ketika ia sudah sehat.
3. Wanita hamil dan ibu yang menyusui.
Wanita hamil atau ibu menyusui boleh tidak berpuasa, tapi harus menggantinya di
hari lain. Jika dia tidak berpuasa karena takut dengan kondisi dirinya sendiri,
maka hanya wajib bayar qadha’ saja. Tapi jika dia takut akan keselamatan janin
atau bayinya, maka wajib bayar qadha’ dan fidyah berupa memberi makan sekali
untuk satu orang miskin. Hal ini diqiyaskan dengan orang sakit dan dengan orang
tua yang uzur.
4. Orang yang lanjut usia. Orang yang
sudah lanjut usia dan tidak sanggup puasa lagi tidak wajib puasa, tapi wajib
bayar fidyah dengan memberi makan seorang miskinsebanyak hari yang
ditinggalkan.
5. Orang yang mengalami keletihan dan
kehausan yang berlebihan. Jika kondisi itu dikhawatirkan mengganggu keselamatan
jiwa dan akal, maka boleh berbuka dan wajib qadha’.
6. Orang yang dipaksa (ikrah) tidak
berpuasa. Orang seperti ini boleh berbuka, tapi wajib mengqadha’.
d. Haji
Haji adalah rukun (tiang agama)
Islam yang kelima setelah syahadat, shalat, zakat dan puasa. Menunaikan ibadah
haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan kaum muslim sedunia yang
mampu (material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan
beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang
dikenal sebagai musim haji (bulan Dzulhijjah). Hal ini berbeda dengan ibadah
umrah yang bisa dilaksanakan sewaktu-waktu.
Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 Dzulhijjah ketika umat Islam bermalam di Mina, wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, dan berakhir setelah melempar jumrah (melempar batu simbolisasi setan) pada tanggal 10 Dzulhijjah. Masyarakat Indonesia lazim juga menyebut hari raya Idul Adha sebagai Hari Raya Haji karena bersamaan dengan perayaan ibadah haji ini.
Allah memerintahkan kita untuk beribadah haji dalam ayatNya, Surat Al-haj ayat 27:
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus[984] yang datang dari segenap penjuru yang jauh,”
Dalam surat Ali Imran ayat 97 Allah juga berfirman:
“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim[215]; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah Dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah[216]. barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 Dzulhijjah ketika umat Islam bermalam di Mina, wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, dan berakhir setelah melempar jumrah (melempar batu simbolisasi setan) pada tanggal 10 Dzulhijjah. Masyarakat Indonesia lazim juga menyebut hari raya Idul Adha sebagai Hari Raya Haji karena bersamaan dengan perayaan ibadah haji ini.
Allah memerintahkan kita untuk beribadah haji dalam ayatNya, Surat Al-haj ayat 27:
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus[984] yang datang dari segenap penjuru yang jauh,”
Dalam surat Ali Imran ayat 97 Allah juga berfirman:
“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim[215]; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah Dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah[216]. barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
1. Definisi
Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi. [1] Menurut etimologi bahasa Arab, kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan, maksud, dan menyengaja. Menurut istilah syara', haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu pula. Yang dimaksud dengan temat-tempat tertentu dalam definisi diatas, selain Ka'bah dan Mas'a(tempat sa'i), juga Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai dari Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Adapun amal ibadah tertentu ialah thawaf, sa'i, wukuf, mazbit di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain. [2]
Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi. [1] Menurut etimologi bahasa Arab, kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan, maksud, dan menyengaja. Menurut istilah syara', haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu pula. Yang dimaksud dengan temat-tempat tertentu dalam definisi diatas, selain Ka'bah dan Mas'a(tempat sa'i), juga Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai dari Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Adapun amal ibadah tertentu ialah thawaf, sa'i, wukuf, mazbit di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain. [2]
2. Latar belakang ibadah haji
Orang-orang Arab pada zaman jahiliah telah mengenal ibadah haji ini yang mereka warisi dari nenek moyang terdahulu dengan melakukan perubahan disana-sini. Akan tetapi, bentuk umum pelaksanaannya masih tetap ada, seperti thawaf, sa'i, wukuf, dan melontar jumrah. Hanya saja pelaksanaannya banyak yang tidak sesuai lagi dengan syariat yang sebenarnya. Untuk itu, Islam datang dan memperbaiki segi-segi yang salah dan tetap menjalankan apa-apa yang telah sesuai dengan petunjuk syara' (syariat), sebagaimana yang diatur dalam al-Qur'an dan sunnah rasul. [2] Latar belakang ibadah haji ini juga didasarkan pada ibadah serupa yang dilaksanakan oleh nabi-nabi dalam agama Islam, terutama nabi Ibrahim (nabinya agama Tauhid). Ritual thawaf didasarkan pada ibadah serupa yang dilaksanakan oleh umat-umat sebelum nabi Ibarahim. Ritual sa'i, yakni berlari antara bukit Shafa dan Marwah (daerah agak tinggi di sekitar Ka'bah yang sudah menjadi satu kesatuan Masjid Al Haram, Makkah), juga didasarkan untuk mengenang ritual istri kedua nabi Ibrahim ketika mencari susu untuk anaknya nabi Ismail. Sementara wukuf di Arafah adalah ritual untuk mengenang tempat bertemunya nabi Adam dan Siti Hawa di muka bumi, yaitu asal mula dari kelahiran seluruh umat manusia.
Orang-orang Arab pada zaman jahiliah telah mengenal ibadah haji ini yang mereka warisi dari nenek moyang terdahulu dengan melakukan perubahan disana-sini. Akan tetapi, bentuk umum pelaksanaannya masih tetap ada, seperti thawaf, sa'i, wukuf, dan melontar jumrah. Hanya saja pelaksanaannya banyak yang tidak sesuai lagi dengan syariat yang sebenarnya. Untuk itu, Islam datang dan memperbaiki segi-segi yang salah dan tetap menjalankan apa-apa yang telah sesuai dengan petunjuk syara' (syariat), sebagaimana yang diatur dalam al-Qur'an dan sunnah rasul. [2] Latar belakang ibadah haji ini juga didasarkan pada ibadah serupa yang dilaksanakan oleh nabi-nabi dalam agama Islam, terutama nabi Ibrahim (nabinya agama Tauhid). Ritual thawaf didasarkan pada ibadah serupa yang dilaksanakan oleh umat-umat sebelum nabi Ibarahim. Ritual sa'i, yakni berlari antara bukit Shafa dan Marwah (daerah agak tinggi di sekitar Ka'bah yang sudah menjadi satu kesatuan Masjid Al Haram, Makkah), juga didasarkan untuk mengenang ritual istri kedua nabi Ibrahim ketika mencari susu untuk anaknya nabi Ismail. Sementara wukuf di Arafah adalah ritual untuk mengenang tempat bertemunya nabi Adam dan Siti Hawa di muka bumi, yaitu asal mula dari kelahiran seluruh umat manusia.
3. Kegiatan ibadah haji
Berikut adalah kegiatan utama dalam ibadah haji berdasarkan urutan waktu:
• Sebelum 8 Dzulhijjah, umat Islam dari seluruh dunia mulai berbondong untuk melaksanakan Tawaf Haji di Masjid Al Haram, Makkah.
• 8 Dzulhijjah, jamaah haji harus bermalam di Mina. Sebelumnyanya pada pagi 8 Dzulhijjah, semua umat Islam memakai pakaian Ihram (dua lembar kain tanpa jahitan sebagai pakaian haji), kemudian berniat haji, dan membaca bacaan Talbiyah. Pagi hari tanggal 8 Dzulhijjah, jamaah menuju Mina. Malam harinya, semua jamaah haji harus bermalam di Mina.
• 9 Dzulhijjah, pagi harinya semua jamaah haji pergi ke Arafah. Kemudian jamaah melaksanakan ibadah Wukuf, yaitu berdiam diri dan berdoa di padang luas ini hingga Maghrib datang. Ketika malam datang, jamaah segera menuju dan bermalam Muzdalifah.
• 10 Dzulhijjah, setelah pagi di Muzdalifah, jamaah segera menuju Mina untuk melaksanakan ibadah Jumrah Aqabah, yaitu melempar batu sebanyak tujuh kali ke tugu pertama sebagai simbolisasi mengusir setan. Setelah mencukur rambut atau sebagian rambut, jamaah bisa Tawaf Haji (menyelesaikan Haji), atau bermalam di Mina dan melaksanakan jumrah sambungan (Ula dan Wustha).
• 11 Dzulhijjah, melempar jumrah sambungan (Ula) di tugu pertama, tugu kedua, dan tugu ketiga.
• 12 Dzulhijjah, melempar jumrah sambungan (Ula) di tugu pertama, tugu kedua, dan tugu ketiga.
• Sebelum pulang ke negara masing-masing, jamaah melaksanakan Thawaf Wada' (thawaf perpisahan).
Berikut adalah kegiatan utama dalam ibadah haji berdasarkan urutan waktu:
• Sebelum 8 Dzulhijjah, umat Islam dari seluruh dunia mulai berbondong untuk melaksanakan Tawaf Haji di Masjid Al Haram, Makkah.
• 8 Dzulhijjah, jamaah haji harus bermalam di Mina. Sebelumnyanya pada pagi 8 Dzulhijjah, semua umat Islam memakai pakaian Ihram (dua lembar kain tanpa jahitan sebagai pakaian haji), kemudian berniat haji, dan membaca bacaan Talbiyah. Pagi hari tanggal 8 Dzulhijjah, jamaah menuju Mina. Malam harinya, semua jamaah haji harus bermalam di Mina.
• 9 Dzulhijjah, pagi harinya semua jamaah haji pergi ke Arafah. Kemudian jamaah melaksanakan ibadah Wukuf, yaitu berdiam diri dan berdoa di padang luas ini hingga Maghrib datang. Ketika malam datang, jamaah segera menuju dan bermalam Muzdalifah.
• 10 Dzulhijjah, setelah pagi di Muzdalifah, jamaah segera menuju Mina untuk melaksanakan ibadah Jumrah Aqabah, yaitu melempar batu sebanyak tujuh kali ke tugu pertama sebagai simbolisasi mengusir setan. Setelah mencukur rambut atau sebagian rambut, jamaah bisa Tawaf Haji (menyelesaikan Haji), atau bermalam di Mina dan melaksanakan jumrah sambungan (Ula dan Wustha).
• 11 Dzulhijjah, melempar jumrah sambungan (Ula) di tugu pertama, tugu kedua, dan tugu ketiga.
• 12 Dzulhijjah, melempar jumrah sambungan (Ula) di tugu pertama, tugu kedua, dan tugu ketiga.
• Sebelum pulang ke negara masing-masing, jamaah melaksanakan Thawaf Wada' (thawaf perpisahan).
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Syariah
Islam adalah peraturan atau hukum-hukum agama yang diwahyukan kepada nabi besar
Muhammad SAW, yaitu berupa kitab suci Al-Qur’an, sunnah atau hadist nabi.
Syariah Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan
hidup manusia dan kehidupan dunia ini. Syariah Islam memberikan tuntunan hidup
khususnya pada umat Islam dan umumnya pada seluruh umat manusia untuk mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat dan juga dapat terus menerus memberikan dasar
spiritual bagi umat Islam dalam menyongsong setiap perubahan yang terjadi di
masyarakat dalam semua aspek kehidupan. Jadi sebaiknya kita sebagai umat islam
dapat menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari.
Syariah Islam
memberikan tuntunan hidup khususnya pada umat Islam dan umumnya pada seluruh
umat manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Muamalah dalam
syariah Islam bersifat fleksibel tidak kaku. Dengan demikian Syariah Islam
dapat terus menerus memberikan dasar spiritual bagi umat Islam dalam
menyongsong setiap perubahan yang terjadi di masyarakat dalam semua aspek
kehidupan.
Syariah Islam dalam muamalah senantiasa mendorong
penyebaran manfaat bagi semua pihak, menghindari saling merugikan, mencegah
perselisihan dan kesewenangan dari pihak yang kuat atas pihak-pihak yang lemah.
Dengan dikembangkannya muamalah berdasarkan syariah Islam akan lahir masyarakat
marhamah, yaitu masyarakat yang penuh rahmat.
Syariah adalah tata cara pengaturan tentang perilaku hidup
manusia untuk mencapai keridhaan Allah SWT.Ruang lingkup yaitu mencakup : ibadah,
muamalah, murakahat, jinayat, siyasah akhlak, peraturan-peraturan
lainnya.
3.2 Saran
Demikianlah makalah
yang dapat kami susun dan kami sangat menyadari makalah ini jauh dari
kesempurnaan, maka kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan pengembangan,
sangat kami harapkan dan semoga ini dapat menambah pengetahuan kita dan
bermanfa’at. Amin
DAFTAR PUSTAKA
Anwar
Fuandi, dkk. 2008. Pendidikan Agama di
Perguruan Tinggi Umum. Padang: UNP Press Padang
H.S
Nasrul, dkk. 2011. Pendidikan Agama Islam
Bernuansa Soft Skill untuk Perguruan Tinggi. Padang: UNP Press
http://www.wikipedia.com
0 komentar:
Post a Comment