MAKALAH PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN PADA ANAK DAN REMAJA

BAB I
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG

Manusia senantiasa keliru dalam memahami dirinya. Kadangkala ia cenderung untuk bersikap superior, sehingga memandang dirinya sebagai makhluk yang paling besar dan agung di alam ini. Bahkan superioritas  ini diserukannya dengan penuh keakuan, kecongkakan dan kesombongan. Kadangkala pula dia cenderung untuk bersikap imferior, sehingga memandang dirinya sebagai makhluk yang paling hina dan rendah di dunia ini. Karena itu dia bersujud kepada pohon, batu, sungai, gunung atau binatang. Menurut keyakinannya, keselamatan hanya kan diperoleh jika dia bersujud kepada matahari, bulan, bintang, api dan makhluk-makhluk lain yang dipandangnya memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk memberikan bahaya atau manfaat kepadanya. Islam telah menjelaskan hakikat dan asal diri manusia, keistimwaan dan kelebihannya, tugasnya di dalam hidup, hubungannya dengan alam, serta kesiapannya untuk menerima kebaikan dan keburukan.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Jelaskan deskripsi tentang manusia ?
2.      Bagaimana manusia sebagai khalifah ?
3.      Apa saja unsur-unsur dasar penciptaan manusia ?
4.      Bagimana proses penciptaan manusia ?
5.      Bagaiman manusia sebagai kunci peradaban ?









BAB II
PEMBAHASAN
MANUSIA DALAM PANDANGAN ISLAM

A.    Deskripsi Tentang Manusia
Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang suka bertanya, manusia bukan sekedar binatang yang beruas tulang belakang sebagaimana dituduhkan oleh “animalisme”. Secara fisiologis, manusia seperti hewan biasa (a mediocre animal) yang lemah, yang tidak memiliki kelebihan pertahanan diri, yang tidak memiliki peralatan organis yang istimewa semacam belalai pada gajah atau ekor berbisa pada kalajengking. Manusia adalah mamalia kelas yang tergabung kedalam bagian pokok (fylum) vertebrata.
Manusia adalah binatang yang berakal sehat, juga berbicara berdasarkan akal pikirannya. Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah hewan yang berpolitik (political animal), yang menata masyarakatnya, yang menata negaranya melalui aksara dan bahasa yang digunakannya dalam meraih suatu cita keadilan.
Alexis carrel mengatakan bahwa melaui sistem sarafnya manusia merekam rangsang-rangsang yang datang dari lingkungannya. Organ dan ototnya memberikan reaksi yang sesuai. Manusia lebih mempergunakan akal dari pada  tubuh didalam memperjuangkan eksistensinya. Di samping melakukan aktivitas fisiologis, tubuh juga menampilkan aktivitas mental. Sementara itu, keberadaan pikiran atau kesadaran, dapat dideteksi melalui prosedur-prosedur lain, seperti yang diterapkan dalam intropeksi dan kajian tingkah laku manusia.
Manusia dalam pandangan islam selalu dikaitkan dengan suatu kisah. Didalamnya manusia tidak semata-mata digambarkan sebagai hewan tingkat tinggi yang berkuku pipih, berjalan dengan dua kaki, dan pandai berbicara. Lebih dari itu, menurut Al-Qur’an, manusia lebih luhur dan ghaib dari pada yang dapat di definisikan oleh kata-kata tersebut. Dalam Al-Qur’an manusia berkali-kali diangkat derajatnya, berkali-kali pula direndahkan. Mereka dinobatkan jauh mengunggulialam syurga, bumi, bahkan para malaikat. Tetapai meraka bisa tidak lebih berarti dibandingkan dengan setan terkutuk dan binatang jahanam. Manusia dihargai sebagai makhluk yang mampu menaklukan alam, namun bisa juga merosot menjadi yang paling rendah. Oleh karena itu, manusia harus menetapka sikap dan menentukan nasib akhirnya. Karena ia memiliki segi-segi positif juga negatif, akal dan agamalah yang memberikan petunjuk bagi manusia dalam kehidupan ini.[1]

B.     Manusia Sebagai Khalifah
Pembahasan khalifah secara bahasa berkaitan dengan bentukan kata tersebut. Kata khilafah seakar dengan kata khalifah (mufrod), khalaif (jama’) dan khulafa (jama’). Semua kata tersebut berasal dari kata dasar kholafa.
Kata khalifah telah mengalami perkembangan arti, baik arti khusus maupun umum. Dalam first encyclopedia of islam, khalifah berarti wakil, pengganti, penguasa, gelar bagi pemimpin tertingi dalam komunitas muslim (title of the supreme head of the muslim community), dan bermakna pengganti Rasulullah. Kajian semantik dapat ditemukan dalam ayat al-quran mengenai makna khalifah, salah satunya dalam surat al-baqarah ayat : 30 dan surat sad ayat : 26.
øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( .....

“ Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi....."
 ßŠ¼ãr#y»tƒ $¯RÎ) y7»oYù=yèy_ ZpxÿÎ=yz Îû ÇÚöF{$#
“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi,....”
Secara istilah, menurut  Ar-Raghib Al-Isfahani dalam kitab Mufrodat Fi Gharib Al-Qur’an menjelaskan bahwa menggantikan yang lai berarti melaksanakan sesuatu atas nama yang digantikan, baik bersama yang digantikannya maupun sesudahnya. Al-Maraghi, mengartikan khalifah sebagai suatu jenis lain dari makhluk sebelumnya, namun dapat pila diartikan sebagai pengganti (wakil) Allah SWT., dengan misi untuk melaksanakan perintah-perintahnya terhadap manusia.
As-Suyuti mengutip pendapat Al-Farusi Dan Muawiyah, bahwa khalifah adalah kepala pemerintahan umat islam. Pendapat ini dikemukakan pula oleh Ibnu Katsir Dan Al-Qurthubi, pendapat lainnya dikemukakan oleh Al-Wahidi Dan Asy-Syaukani. Keduanya membatasi masalah tersebut pada pergantian kepemimpinan nabi secara bergantian menegakkan hukum Tuhan.
Begitu pula yang diungkapkan oleh Al-Maududi, “khalifah pada hekekatnya merupakan manifestasi dari anugrah Allah, sang penguasa tertinggi, sang hakim agung yang sebenarnya kepada manusia menjadi wakilnya dalam menegakkan kekuasaan dan hukum Allah diantara manusia. Konsekuensi logisnya, jika tidak, dan berlaku menegakkan hukum, selain Allah merupakan pemberontakan atau kudeta melawan sang penguasa, sang hakim agung yang hakiki. Dengan kata lai, perilaku tersebut sama dengan merubah anugrah menjadi musibah.” Dalam sumber lain al-maududi menyatakan, “setiap muslim adalah khalifah Allah dalam kadar masing-masing”.

C.     Unsur-Unsur Penciptaan Manusia
Dalam konteks ayat dan surat yang berbeda-beda, Al-qur’an mengungkapkan beberapa komponen yang menjadi unsur dasar dalam proses pembentukan manusia.
1.      Al-ma`, misalnya dalam surat Al-Anbiya` ayat 30 dan surat Al-Furqon ayat 54.
óOs9urr& ttƒ tûïÏ%©!$# (#ÿrãxÿx. ¨br& ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur $tFtR%Ÿ2 $Z)ø?u $yJßg»oYø)tFxÿsù ( $oYù=yèy_ur z`ÏB Ïä!$yJø9$# ¨@ä. >äóÓx« @cÓyr ( Ÿxsùr& tbqãZÏB÷sムÇÌÉÈ
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”(Q.S Al-Anbiya`:30)
uqèdur Ï%©!$# t,n=y{ z`ÏB Ïä!$yJø9$# #ZŽ|³o0 ¼ã&s#yèyfsù $Y7|¡nS #\ôgϹur 3 tb%x.ur y7/u #\ƒÏs% ÇÎÍÈ
“Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa.” (Q.S Al-Furqan:54)

2.      Al-`Ardh, terdapat dalam surat Tahaa ayat  55 dan surat Nuh ayat 17.
* $pk÷]ÏB öNä3»oYø)n=yz $pkŽÏùur öNä.ßÏèçR $pk÷]ÏBur öNä3ã_̍øƒéU ¸ou$s? 3t÷zé& ÇÎÎÈ
“Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain,”(Q.S Tahaa:55)
ª!$#ur /ä3tFu;/Rr& z`ÏiB ÇÚöF{$# $Y?$t7tR ÇÊÐÈ
            “Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya,”(Q.S Nuh:17)

3.      At-Turab, dalam surat Al-Hajj ayat 5.
$ygƒr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# bÎ) óOçFZä. Îû 5=÷ƒu z`ÏiB Ï]÷èt7ø9$# $¯RÎ*sù /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 5>#tè? §NèO `ÏB 7pxÿõÜœR §NèO ô`ÏB 7ps)n=tæ ¢OèO `ÏB 7ptóôÒB 7ps)¯=sƒC ÎŽöxîur 7ps)¯=sƒèC tûÎiüt7ãYÏj9 öNä3s9 4 É)çRur Îû ÏQ%tnöF{$# $tB âä!$t±nS #n<Î) 9@y_r& wK|¡B §NèO öNä3ã_̍øƒéU WxøÿÏÛ ¢OèO (#þqäóè=ö7tFÏ9 öNà2£ä©r& ( Nà6ZÏBur `¨B 4¯ûuqtGムNà6ZÏBur `¨B Štãƒ #n<Î) ÉAsŒör& ̍ßJãèø9$# Ÿxøx6Ï9 zNn=÷ètƒ .`ÏB Ï÷èt/ 8Nù=Ïæ $\«øx© 4 ts?ur šßöF{$# ZoyÏB$yd !#sŒÎ*sù $uZø9tRr& $ygøŠn=tæ uä!$yJø9$# ôN¨tI÷d$# ôMt/uur ôMtFt6/Rr&ur `ÏB Èe@à2 £l÷ry 8kŠÎgt/ ÇÎÈ

Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Q.S Al-Hajj:5)

4.      Ath-Thin dalam sutat As-Sajadah ayat 7, surat Al-An`Am ayat 2, dan Surat As-Saffat ayat 11.
üÏ%©!$# z`|¡ômr& ¨@ä. >äóÓx« ¼çms)n=yz ( r&yt/ur t,ù=yz Ç`»|¡SM}$# `ÏB &ûüÏÛ ÇÐÈ
“Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah.”(Q.S As-Sajadah:7)
uqèd Ï%©!$# Nä3s)n=yz `ÏiB &ûüÏÛ ¢OèO #Ó|Ós% Wxy_r& ( ×@y_r&ur K|¡B ¼çnyYÏã ( ¢OèO óOçFRr& tbrçŽtIôJs? ÇËÈ
“Dialah Yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal (kematianmu), dan ada lagi suatu ajal yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah mengetahuinya), kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu).”(Q.S Al-An`Am:2)

5.      Shalshal, dalam surat Ar-Rahman ayat 14 dan surat Al-Hijr ayat 26.
šYn=y{ z`»|¡SM}$# `ÏB 9@»|Áù=|¹ Í$¤xÿø9$%x. ÇÊÍÈ
“Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar,”(Q.S Ar-Rahman:14)
ôs)s9ur $oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB 9@»|Áù=|¹ ô`ÏiB :*uHxq 5bqãZó¡¨B ÇËÏÈ
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.”(Q.S Al-Hijr:26)
Ayat pertama merupakan keterangan umum bahwa semua makhluk hidup yang ada di bumi diciptakan dari air. Dan ayat kedua merupakan  penegasan secara khusus bahwa manusia sebagaimana halnya makhlik-makhluk hidup yang lain, awal kehidupannya berasal dari air. Pada ayat ketiga tuhan menyatakan bahwa manusia diciptakan dari sebagian unsur-unsur yang terkandung dalam bumi (Al-`Ardh). Kemudian ditegaskan lagi dalam surat al-hajj ayat 5 bahwa sebagian unsur-unsur yang terdapat dibumi adalah At-Turab (tanah) yang mengandung berbagai unsur pentimg bagi pembentukan biologis manusia.
Ayat-ayat selanjutnya mengandung penjelasan tentang sifat-sifat dari Ath-Thin (tanah subur) yang menjadi unsur dasar pembentukan manusia. Thin Lazib dalam Q.S As-Saffat ayat 11 sebagaimana dikemukakan oleh Ath-Thabary berarti tanah yang mengandung berbagai unsur campuran. Adapun Shalshal Ka Al-Fakhkhar dalam Q.S Ar-Rahman ayat 14 dan Shalshal Min Hama` Masnun dalam Q.S Al-Hijr ayat 26 menerangkan proses perubahan sifat-sifat tanah, yaitu dari bahan dasar berupa tanah yang mengandung berbagai unsur campuran, kemudian menjdi tanah liat, berbentuk rupa, selanjutnya menjadi kering dan keras seperti tembikar.[2]

D.    Proses Penciptaan Manusia
$¨B ö/ä3s9 Ÿw tbqã_ös? ¬! #Y$s%ur ÇÊÌÈ ôs%ur ö/ä3s)n=s{ #·#uqôÛr& ÇÊÍÈ
“Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian”(Q.S Nuh:13-14)
           Lafaz Athawara yang terdapat dalam ayat diatas dipahami oleh jumhur mufasirin sebagai bertahap-tahap atau bertingkat-tingkat, dan mereka sepakat bahwa konotasi ayat tersebut menunjuk pada tahapan-tahapan pertumbuhan janin dalam rahim ibunya, sebagaimana yang dijelaskan rinciannya dalam surat Al-Mu`Minun ayat 14 dan surat Al-Hajj ayat 5.
Selanjutnya Al-Qur’an menyatakan proses penciptaan manusia mempunyai dua tahapan yang berbeda, yaitu: Pertama, disebut dengan tahapan primordial. Manusia pertama, Adam a.s. diciptakan dari al-tin (tanah), al-turob (tanah debu), min shal (tanah liat), min hamain masnun (tanah lumpur hitam yang busuk) yang dibentuk Allah dengan seindah-indahnya, kemudian Allah meniupkan ruh dari-Nya ke dalamA diri (manusia) tersebut (Q.S, Al An’aam (6):2, Al Hijr (15):26,28,29, Al Mu’minuun (23):12, Al Ruum (30):20, Ar Rahman (55):4). Kedua, disebut dengan tahapan biologi. Penciptaan manusia selanjutnya adalah melalui proses biologi yang dapat dipahami secara sains-empirik. Di dalam proses ini, manusia diciptakan dari inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang tersimpan dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian nuthfah itu dijadikan darah beku (‘alaqah) yang menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut kemudian dijadikan-Nya segumpal daging (mudghah) dan kemudian dibalut dengan tulang belulang lalu kepadanya ditiupkan ruh (Q.S, Al Mu’minuun (23):12-14). Hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim menyatakan bahwa ruh dihembuskan Allah swt. ke dalam janin setelah ia mengalami perkembangan 40 hari nuthfah, 40 hari ‘alaqah dan 40 hari mudghah.[3]
E.     Manusia Sebagai Kunci Peradaban
Secara prospektif, manusia dapat menentukan masa depannya atas dasar pengetahuan tentang diri, pengetahuan tentang kehidupan di sekelilingnya, dan berdasarkan intelek serta pemeliharaan diri secara baik. Lingkup tindakan manusia dalam mewujudkan peran-peran itu jauh lebih luas dari pada yang dimiliki binatang. Dengan demikian, hanya manusia makhluk yang melalui hukum-hukum penciptaan, dikaruniai kemampuan menyusun pedoman bagi dirinya untuk mencapai masa depan seperti yang dikehendaki.
Dalam analisis lain, kunci peradaban manusia dapat dimulai dari diri manusia sebagaimana surat ar-ra`d ayat 11:
žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3 ....
Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. .










BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Manusia dalam pandangan islam selalu dikaitkan dengan suatu kisah. Didalamnya manusia tidak semata-mata digambarkan sebagai hewan tingkat tinggi yang berkuku pipih, berjalan dengan dua kaki, dan pandai berbicara. Lebih dari itu, menurut Al-Qur’an, manusia lebih luhur dan ghaib dari pada yang dapat di definisikan oleh kata-kata tersebut. Dalam Al-Qur’an manusia berkali-kali diangkat derajatnya, berkali-kali pula direndahkan. Mereka dinobatkan jauh mengunggulialam syurga, bumi, bahkan para malaikat. Tetapai meraka bisa tidak lebih berarti dibandingkan dengan setan terkutuk dan binatang jahanam. Manusia dihargai sebagai makhluk yang mampu menaklukan alam, namun bisa juga merosot menjadi yang paling rendah. Oleh karena itu, manusia harus menetapka sikap dan menentukan nasib akhirnya. Karena ia memiliki segi-segi positif juga negatif, akal dan agamalah yang memberikan petunjuk bagi manusia dalam kehidupan ini.
Proses kejadian manusia berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah terjadi dalam dua tahap. Pertama, tahapan primordial, yakni proses penciptaan nabi Adam a.s sebagai manusia pertama. Kedua, tahapan biologi, yakni manusia diciptakan dari inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang tersimpan dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian nuthfah itu dijadikan darah beku (‘alaqah) yang menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut kemudian dijadikan-Nya segumpal daging (mudghah) dan kemudian dibalut dengan tulang belulang lalu kepadanya ditiupkan ruh.






DAFTAR PUSTAKA

Dedi supriyadi, filsafat agama, pustaka setia bandung: 2012
https://updateberitamu.wordpress.com/2014/10/10/makalah-proses-penciptaan-manusia-menurut-islam/









[1] Dedi supriyadi, filsafat agama, pustaka setia bandung: 2012, hlm.247-252
[2] Ibid, hlm.252-271
[3] https://updateberitamu.wordpress.com/2014/10/10/makalah-proses-penciptaan-manusia-menurut-islam/

Share on Google Plus

About Epal Yuardi

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar:

Post a Comment