BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Berfikir, merupakan salah satu aspek yang penting
didalam menemukan ilmu pengetahuan. Karena dengan berfikir manusia bisa
mengetahui berbagai misteri di alam semesta ini. Didalam Islam sendiri, banyak
ayat Al-Qur’an yang memerintahkan manusia untuk berfikir.
Untuk itulah, pada waktu dulu di dunia Islam banyak
para filosof yang mempergunakan akalnya dengan kerangka berfikir filsafat ini,
sehingga bisa menghasilkan berbagai karya hebat didalam ilmu pengetahuan. Dan
pada zaman itu pula Islam mengalami kemajuan (Golden Age).
Karena itulah kita sebagai regenerasi Islam selanjutnya diharapkan
bisa mengetahui dan mengenal para ilmuwan – ilmuwan Islam dahulu. Baik itu
mengenai kehidupannya maupun karya besar yang telah dihasilkannya, terutama
sekali semangat para ilmuwan itu dalam mencari ilmu pengetahuan dengan cara
berfilsafat. Maka dari itulah, kami mengangkat sejarah Ibnu Rusyd ini agar kita
tahu siapa Ibnu Rusyd itu dan karya apa saja yang dihasilkannya serta bagaimana
corak pemikirannya.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Siapakah
Ibnu Rusyd ?
2.
Bagaimana
pemikiran Ibnu Ruysd tentang pendidikan islam ?
3.
Bagaimana
menurut pemakalah tentang pendidikan islam ?
BAB II
PEMBAHASAN
IBN RUSYD
A.
Biografi
Ibn Ruysd
Abul Wali Muhammad bin Ahmad bin Rusyd lahir di Cordova tahun 520 H. Ia
berasal dari keluarga besar yang terkenal dengan keutamaannya dan mempunyai
kedudukan tinggi di Andalusia, Spanyol. Ayahnya adalah seorang hakim dan
neneknya yang terkenal dengan sebutan Ibnu Rusyd -Nenek- (ad-Djadd) adalah
kepala hakim di Cordova. ). Kakeknya seorang konsultan hukum dan menjadi
qadli & imam masjid besar di Cordova. Ayahnya seorang hakim (qadli).
Sementara itu, banyak saudaranya menduduki posisi penting di pemerintahan.
Latar belakang keluarganya itulah yang sangat mempengaruhi proses
pembentukan tingkat intelektualitas Ibnu Rusyd di kemudian hari.
Tak seperti anak-anak seusianya, masa kecil Rusyd dihabiskan untuk belajar
berbagai disiplin ilmu: Alquran, tafsir, hadits, fiqih, serta mendalami
ilmu-ilmu eksakta seperti matematika, astronomi, logika, filsafat dan
kedokteran.
Itu sebabnya, Ibnu Rusyd dikenal sebagai ahli berbagai ilmu pengetahuan.
Sebagai qadi al-qudaad, ia dekat dengan para amir (penguasa) Dinasti Al
Muwahhidun yang memerintah saat itu, khususnya dengan Abu Yusuf Yakqub al
Mansur, amir dinasti ketiga Muwahhidun.
Namun ketika kelahiran Ibnu Rusyd, Daulah Murabithun yang didirikan oleh
Yusuf ibnu Tashfin (1090-1106 M) di Maghribi dan berakhir pada masa kesultanan
kelima, Ishak (1146-1147 M). Dunia intelektual pada masa ini didominasi oleh
para ahli fikih yang bersikap sangat tidak simpatik terhadap ilmu-ilmu rasional
yang sedang berada di jurang keruntuhan. Empat tahun setelah kelahiran Ibnu
Rusdy, Muhammad ibnu tumart (1078-1130 M), pemimpin daulah muwahhidin wafat. Di
bawah asuhan keluarga yang terdidik dan terpandang, serta kondisi politis
inilah Ibnu Rusyd lahir dan berkembang menjadi dewasa. Ia mempelajari ilmu
fikih dari ayahnya, sehingga dalam usianya yang masih muda ibnu rusyd telah
hafal kitab al-muwaththa’ karangan imam malik. Disamping itu, ia belajar ilmu
kedokteran kepada Abu Ja’far Harun dan Abu Marwan ibnu Jarbun al-Balansi,
sedangkan logika, filsafat, dan teologi ia peroleh dari Ibnu Thufail. Ia juga
mempelajari sastra arab, matematika, fisika, dan astronomi. Ia dipandang
sebagai filsuf yang paling menonjol pada priode perkembangan filsafat islam
mencapai puncaknya (700-1200 M). Keunggulannya terletak pada kekuatan dan
ketajaman filsafatnya yang luas serta pengaruhnya yang besar pada fase-fase
tertentu pemikiran latin dari tahun 1200-1650 M.
Pada tahun 1153 M Ibnu Rusyd pindah ke maroko, memenuhi permintaan khalifah
Abdul al-Mu’min, khalifah pertama dari Dinasti Muwahhidin, khalifah ini banyak
membangun sekolah dan lembaga ilmu pengetahuan, ia meminta Ibnu Rusyd untuk
membantunya mengelolah lembaga-lembaga tersebut.
Pada tahun 1169 M ibnu rusyd diperkenalkan oleh Ibnu Thufail kepada
khalifah Abu Ya’qub. Hasil dari pertemuan ini Ibnu Rusyd diangkat sebagai qadhi
di Saville. Ia memanfaatkan kesempatan tersebut dengan sebaik-sebaiknya.
Semenjak itu pula, ia mulai menafsirkan karya-karya Aristoteles atas permintaan
khalifah tersebut. Keberhasilannya menafsirkan karya-karya Aristoteles ini
menjadikan ia terkenal dengan gelar “komentator Aristoteles”. Dua tahun
setelah menjadi qadhi di Saville, ia kembali ke Cordova menduduki jabatan hakim
agung. Selanjutnya pada tahun 1182 M ia bertugas sebagai dokter khalifah
di istanah al-Muwahhidin, Maroko menggantikan Ibnu Thufail.
Awalnya Ibnu Rusydi mendapat kedudukan yang baik pada masa pemerintahan Abu
Yusuf Al-Mansur. Sehingga pada saat itu Ia menjadi raja semua pikiran. Tidak
ada pendapat kecuali pendapatnya. Namun, itu berubah ketika Ibnu Rusydi
difitnah oleh kelompok orang penentang filsafat, bahwa Ibnu Rusydi telah keluar
dari Islam.
Beberapa
kalangan ulama lainnya pun yang tidak suka dengannya, mencoba menyingkirkan
Ibnu Rusydi dengan cara yang sama, yaitu memfitnahnya. Mereka memfitnah Ibnu
Rusydi telah menyebarkan ajaran filsafat yang menyimpang dari ajaran Islam.
Lalu, karena tuduhan itu Ia diasingkan ke sebuah daerah bernama Lucena. Dan
sejak saat itu pula, filsafat tidak dapat mendapat tempat di dunia Islam.
Namun, beberapa tahun kemudian al-Mansur memaafkan dan membebaskannya. Semasa
hidupnya, Ibnu Rusyd menghasilkan sekitar 78 karya, yang semuanya ditulis dalam
bahasa Arab. Kini, sejumlah karyanya tersimpan rapi di perpustakaan Escurial,
Madrid, Spanyol. Setelah pembebasan itu, Ibnu Rusydi pergi ke Maroko, dan
menghabiskan sisa hidupnya disana, sampai Ia wafat pada tahun 595 H/ 1195 M.
Karya besar yang di tulis oleh Ibnu Rusyd adalah Kitab Kuliyah fith-Thibb
(Encyclopaedia of Medicine) yang terdiri dari 16 jilid, yang pernah di
terjemahkan kedalam bahasa Latin pada tahun 1255 oleh seorang Yahudi bernama
Bonacosa, kemudian buku ini diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan nama
“General Rules of Medicine” sebuah buku wajib di universitas-universitas di
Eropa. Karya lainnya Mabadil Falsafah (pengantar ilmu falsafah), Taslul, Kasyful
Adillah, Tahafatul Tahafut, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, Tafsir
Urjuza (menguraikan tentang pengobatan dan ilmu kalam), sedangkan dalam bidang
musik Ibnu Rusyd telah menulis buku yang berjudul “De Anima Aristotles”
(Commentary on the Aristotles De Animo). Ibnu Rusyd telah berhasil
menterjemahan buku-buku karya Aristoteles (384-322 SM) sehingga beliau dijuluki
sebagai asy-Syarih (comentator) berkat Ibnu Rusyd-lah karya-karya Aristoteles
dunia dapat menikmatinya. Selain itu beliaupun mengomentari buku-buku Plato
(429-347 SM), Nicolaus, Al-Farabi (874-950), dan Ibnu Sina (980-1037).
Pada tahun 1195 M keadaan berubah akibat pengaruh politik. Sultan Abu Yusuf
memerlukan dukungan ulama dan fuqaha untuk menghadapi peperangan melawan
kaum kristen. Karena itu, sultan menangkap dan mengasingkan Ibnu Rusyd ke suatu
tempat bernama lucena yang terletak sekitar 50 km di arah tenggara Cordova,
guna mendapatkan simpati dan bantuan dari para ulama dan fuqaha dalam
peperangan tersebut. Pengasingan itu sendiri dilakukan berdasarkan tuduhan
sebagian ulama dan fuqaha bahwa Ibnu Rusyd adalah seorang zindik dan kafir.
Semua bukunya dibakar, terutama buku-buku filsafat, kecuali buku-buku
kedokteran, astronomi, dan matematika.
Ibnu Rusyd seorang yang cerdas dan berfikiran kedepan sempat dituduh
sebagai orang Yahudi karena pemikiran-pemikirannya sehingga beliau di asingkan
ke Lucena dan sebagian karyanya dimusnahkan. Doktrin Averoism mampu pengaruhi
Yahudi dan Kristen, baik barat maupun timur, seperti halnya pengaruhi
Maimonides, Voltiare dan Jean Jaques Rousseau, maka boleh dikatakan bahwa
Eropah seharusnya berhutang budi pada Ibnu Rusyd.
Atas jasa baik pemuka kota Saville yang menghadap khalifah untuk
membujuknya membebaskan Ibnu Rusyd, akhirnya ia dibebaskan. Kemudian ia kembali
ke Maroko, tetapi tidak lama sesudah itu ia wafat dikota ini pada 9 safar 595 H
(10 desember 1198 M).
Ibnu Rusyd (1126-1198) lahir di Cordova lidah barat menyebutnya Averroes
yang nama lengkapnya adalah Abdul Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibnu
Rusyd. Ibnu Rusyd adalah seorang ahli hukum, ilmu hisab (arithmatic),
kedokteran, dan ahli filsafat terbesar dalam sejarah Islam dimana ia sempat
berguru kepada Ibnu Zuhr, Ibn Thufail, dan Abu Ja’far Harun dari Truxillo. Pada
tahun 1169 Ibn Rusyd dilantik sebagai hakim di Sevilla, pada tahun 1171
dilantik menjadi hakim di Cordova. Karena kepiawaiannya dalam bidang kedokteran
Ibnu Rusyd diangkat menjadi dokter istana tahun 1182.
Karya Ibnu Rusyd
Karya besar yang di tulis oleh Ibnu Rusyd adalah Kitab Kuliyah fith-Thibb
(Encyclopaedia of Medicine) yang terdiri dari 16 jilid, yang pernah di
terjemahkan kedalam bahasa Latin pada tahun 1255 oleh seorang Yahudi bernama
Bonacosa, kemudian buku ini diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan nama
“General Rules of Medicine” sebuah buku wajib di universitas-universitas di
Eropa. Karya lainnya Mabadil Falsafah (pengantar ilmu falsafah), Taslul,
Kasyful Adillah, Tahafatul Tahafut, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah
al-Muqtashid, Tafsir Urjuza (menguraikan tentang pengobatan dan ilmu kalam),
sedangkan dalam bidang musik Ibnu Rusyd telah menulis buku yang berjudul “De
Anima Aristotles” (Commentary on the Aristotles De Animo). Ibnu Rusyd telah
berhasil menterjemahan buku-buku karya Aristoteles (384-322 SM) sehingga beliau
dijuluki sebagai asy-Syarih (comentator) berkat Ibnu Rusyd-lah karya-karya
Aristoteles dunia dapat menikmatinya. Selain itu beliaupun mengomentari
buku-buku Plato (429-347 SM), Nicolaus, Al-Farabi (874-950), dan Ibnu Sina
(980-1037).
Sejarah mencatat bahwa Ibn Rusyd adalah seorang
sarjana yang sangat produktif. Ia rajin menimba ilmu dan mengamalkannya,
membaca dan mengarang, sehingga tak satu malam pun berlalu tanpa guna, kecuali
hanya dua malam saja, yaitu hari meninggal ayahnya dan malam perkawinannya.
Ia menulis sejak usia 34 tahun (usia paling pruduktif, tak menafikan bahwa
beliau sudah menulis sebelum usia itu—pen.)dan tak pernah berhenti
hingga menjelang wafatnya. Adalah Ernest Renan, setelah menjelajah ke berbagai
perpustakaan Eropa, menemukan daftar karya-karya Ibn Rusyd di perpustakaan
Escurial, Madrid yang berjumlah 78 buku yang terperinci sebagai berikut :
1. 28 buah dalam ilmu falfafat
2. 20 buah dalam ilmu kedokteran
3. 8 buah dalam ilmu hukum (fiqih)
4. 5 buah dalam ilmu teologi (kalam)
5. 4 buah dalam ilmu perbintangan
(astronomi)
6. 2 buah dalam ilmu sastra Arab
7. 11 buah dalam berbagai ilmu.
Didunia Islam sendiri Ibnu rusyd lebih terkenal sebagai seorang filusuf
yang manentang Alghazali. Bukunya yang khusus menentang filsafat Al-ghazali
adalah; tahafut-tahafut (reaksi atas buku Alghazali), Tahafut fatasilah. Tetapi
dalam dunia islam sendiri filsafat Ibnu Rusyd tidak berpengaruh besar. Malah
karena isi filsafatnya yang dianggap sangat bertentangan dengan pelajaran agama
islam yang umum, Ibnu Rusyd dianggap orang zindik. Karena pendapatnya itu juga
pernah dibuang oleh khalifah Abu yusuf dan diasingkan ke Lucena (Alisana).
Ibnu Rusyd banyak mengarang buku, tetapi yang asli berbahasa arab yang
sampai kepada kita sekarang hanya sedkit. Sebagian adanya adalah buku-buku yang
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Yahudi.
Diantara karangannya tentang filsafat adalah:
·
Bidayat al-Mujtahid
(kitab ilmu fiqih)
·
Kulliyat fi at-Thib
(buku kedokteran)
·
Fasl Al- Maqal fi Ma
Bain Al-Hikmat Wa Asy-Syari’at (filsafat dalam Islam dan menolak segala faham
yang bertentangan dengan filsafat).
·
Tahafutut Tahafut
(berisikan balasan dari kitab “Tahafutul Falasifah karya Al-Ghazali yang berisi
ketidak sepakatan terhadap filsafat).
·
Bidayatul Mujtahid wa
Nihayatul Muqtashid (kitab permulaan bagi mujtahid dan akhir makna).
·
Risalah fi Ta’alluqi
Ilmillahi an ‘Adami Ta’alluqihi bi Al-Juz’iyyat
·
Tafsir Ma ba’da
al-Thabiat
·
Al-Kasyfu an Manaihij
Al-Adllah fi Aqaid Ahli Al-Millah
·
Risalah fi Al-Wujud
Azali wa Al-Wujud Muaqqat
Bidang Kedokteran
a. Kitab Al-Kulliyat fi ath-Thibb (Culliyat Generalis). Ensiklopedi tersebut terdiri dari tujuh buku yang berhubungan dengan
anatomi, fisiologi, patologi umum, diagnosis, materia medika, kesehatan, dan
terapi umum.
b. Syarh Urjuzat Ibn Sina fi Al-Thib
(Comentary sur le Poeme Medical d’Ibn Sina Appele Ajuza)
c. Al-Tiryaq (De la Theriaque.).
d. Risalah Al-Mufradat (De Simplicibus)
e. Fi Al-Mijazi Al-Mu’tadil (De
Temperamenst Equx un Traite) dan lain-lain.
Bidang Fiqh
a. Bidayat Al-Mujtahid wa Al-Nihayat Al-Muqtashid
b. Mukhtashar Mustashfa bi Ushul
Al-Fiqh
c. Al-Da’awi
d. Durus fi Al-Fiqh
e. Kitab Al-Kharaj, dan lain-lain.
Bidang Politik
a. Jawami’ Siyasiyat Aflathun
b. Talkhis Kitab Al-Ahlaq ila
Niqumakhus
c. Al-Kharaj
d. Syarkh Aqidat Al-Imam Mahdi
e. Makasib Al-Muluk wa Murabina Al-Muharram, dan
lain-lain.
Ibnu Rusyd juga menyusun satu karya tentang gerakan
benda-benda langit dengan judul Kitab fi al-Harakah al-Aflak.
Memperhatikan buku-buku di atas, maka karya-karya Ibn Rusyd dapat dikelompokkan
menjadi tiga golongan; komentar, kritik dan pendapat. Adapun komentar terbagi
ke dalam tiga kategori; singkat (summary, jami’), sederhana (resume,
talkhis), dan luas (comentary, syarh, tafsir).
Karya- karya Ibn Rusyd terkenal sampai ke barat
melalui Ernest Renan, seorang penulis dan sejarawan asal Prancis. Renan,
penulis biografi Ibn Rusyd yang berjudul “Averroes et j’averroisme” mengatakan,
bahwa Rusyd telah menulis lebih dari 20.000 halaman sebagai disiplin ilmu.
Apresiasi dunia Barat
yang demikian besar terhadap karya Rusyd, kata Alfred Gillaume dalam
"Warisan Islam", menjadikan Rusyd lebih menjadi milik Eropa dari pada
milik Timur. "Averroisme tetap merupakan faktor yang hidup dalam pemikiran
Eropa sampai kelahiran ilmu pengetahuan eksperimental modern," tulis
Gillaume.
"Ibnu Rusyd adalah
seorang rasionalis, dan menyatakan berhak menundukkan segala sesuatu kepada
pertimbangan akal, kecuali dogma-dogma keimanan yang diwahyukan. Tetapi ia
bukanlah free thinker, atau seorang tak beriman," tulis Phillip K Hitti.
Di antara masalah filsafat yang menarik perhatiannya,
adalah masalah ketuhanan. Sebagai murid tidak langsung dari Aristoteles,
tampaknya ia juga mengikuti gurunya yang menempatkan persoalan ketuhanan dalam
salah satu aspek pembahasan filsafatnya. Dan sebagai muslim, ia tidak melihat
adanya kontradiksi antara filsafat dan agama. Corak pemikirannya, tampak
berusaha menunjukkan harmonisasi antara filsafat dan agama. Meski, ia sebagai
pemikir rasional, namun dalam hal-hal yang telah disebutkan secara langsung
oleh teks wahyu – terlebih dalam masalah teologi – maka ia tampak bersikap
“konservatif”, dan terkesan lebih dekat dengan pemikiran kaum Salaf.
Masalah ketuhanan, merupakan salah satu persoalan
filosofis yang sudah sejak lama menjadi perbincangan yang intens antar para
filsuf hingga saat ini. Dalam pemaparannya, Ibn Rusyd memberikan distingsi yang
tegas antara kritiknya terhadap Ghazali dan para filsuf peripatetik,
sebagaimana dapat dibaca dalam Al-Kasyf ‘an ManÉhij al-Adillah fÊ ‘AqÉ’id
al-Millah atau sebagaimana ditegaskan pada FaÎl al-MaqÉl fÊmÉ Baina
al-SyarÊ’ah wa al-×ikmah min al-IttiÎÉl. Meskipun teks-teks agama, baik
ayat al-Qur’an maupun hadis Nabi, memberi isyarat masalah ketuhanan, namun
ternyata masih terdapat peluang bagi para filsuf dan teolog untuk melakukan
interpretasi dalam memahami teks tersebut.
Ilmu Pengobatan
Averroes menulis ensiklopedia medis yang disebut Kulliyat ( ” Umum ” ,
yaitu kedokteran umum ) , dikenal dalam terjemahan Latin sebagai Colliget . Dia
juga membuat kompilasi dari karya-karya Galen , dan menulis komentar pada Canon
of Medicine ( Qanun fi ‘ t - tibb ) dari Avicenna ( Ibnu Sina ) ( 980-1037 ).
Fisika
Averroes juga menulis tiga buku tentang fisika yaitu: Komentar pendek pada
Fisika , komentar pertengahan pada Fisika dan Long Commentary on Fisika .
Averroes didefinisikan dan diukur kekuatan sebagai ” tingkat di mana pekerjaan
dilakukan dalam mengubah kondisi kinetik dari tubuh material” dan benar
berpendapat ” bahwa efek dan mengukur kekuatan perubahan dalam kondisi kinetik
dari massa material tahan ” . Dia mengambil minat khusus dan tertarik dalam
memahami “kekuatan motorik. Averroes juga mengembangkan gagasan bahwa tubuh
memiliki ( non - gravitasi ) resistensi melekat pada gerak dalam fisika . Ide
ini secara khusus diadopsi oleh Thomas Aquinas dan kemudian oleh Johannes
Kepler , yang disebut fakta ini sebagai ” Inersia “.
Astronomi
Mengenai studi di astronomi , Averroes berpendapat untuk model ketat
konsentris alam semesta , dan menjelaskan bintik matahari dan penalaran ilmiah
mengenai warna buram sesekali bulan . Dia juga bekerja pada deskripsi bola ,
dan gerakan bola.
Psikologi
Averroes juga membuat beberapa penelitian tentang kecerdasan Aktif dan
Pasif kecerdasan , kedua berikut yang sebelumnya dianggap mata pelajaran
Psikolog.
Sistem Pemikiran Filsafat
Averroes mencoba untuk mendamaikan sistem Aristoteles pemikiran dengan
Islam. Menurutnya, tidak ada konflik antara agama dan filsafat, bukan bahwa
mereka adalah cara yang berbeda untuk mencapai kebenaran yang sama. Dia percaya
pada keabadian alam semesta. Dia juga menyatakan bahwa jiwa terbagi menjadi dua
bagian, satu orang dan satu ilahi, sedangkan jiwa individu tidak kekal, semua
manusia di share tingkat dasar satu dan jiwa suci yang sama. Averroes memiliki
dua jenis Pengetahuan Kebenaran. Yang pertama adalah pengetahuan tentang
kebenaran agama yang berbasis iman dan dengan demikian tidak dapat diuji, juga
tidak membutuhkan pelatihan untuk memahami. Pengetahuan kedua kebenaran
filsafat, yang disediakan untuk elit sedikit yang memiliki kapasitas
intelektual untuk melakukan studi tersebut.
Averroes yang paling terkenal karena komentar-komentar terhadap karya
Aristoteles, yang sebagian besar telah dilupakan di Barat. Sebelum 1150, hanya
beberapa karya Aristoteles ada dalam terjemahan dalam bahasa Latin Eropa (yaitu
tidak termasuk Yunani Byzantium). Itu sebagian besar melalui terjemahan Latin
dari karya Averroes yang dimulai pada abad ke-12 bahwa warisan dari Aristoteles
itu pulih di Barat Latin.
Karya Averroes di Aristoteles mencakup hampir tiga
dekade, dan ia menulis komentar pada hampir semua pekerjaan Aristoteles kecuali
Politik Aristoteles, yang ia tidak memiliki akses. Terjemahan Ibrani karyanya
juga memiliki dampak abadi pada filsafat Yahudi. Moses Maimonides, Samuel Ben
Tibbon, Juda Ben Solomon Choen, dan Shem Tob Ben Joseph Falaquera adalah filsuf
Yahudi dipengaruhi oleh Averroes. Ide-idenya diasimilasi oleh Siger dari
Brabant dan Thomas Aquinas dan lain-lain (terutama di University of Paris)
dalam tradisi skolastik Kristen yang bernilai logika Aristotelian. Skolastik
terkenal seperti Aquinas percaya dia menjadi begitu penting mereka tidak
mengacu pada namanya, hanya menyebutnya “The Komentator” dan menyebut
Aristoteles “The Philosopher.” Averroes tidak memiliki pengaruh yang jelas
terhadap pemikiran filosofis Islam sampai zaman modern. Kematiannya bertepatan
dengan perubahan dalam budaya Al-Andalus. Dalam karyanya Fasl al-Maqāl, ia
menekankan pentingnya berpikir analitis sebagai prasyarat untuk menafsirkan
Al-Qur’an.
B. Pemikiran Ibnu Rusyd Tentang Pendidikan Islam
Keberadaan dan perkembangan ilmu-ilmu Islam dimulai sejak kerasulan Nabi
Muhammad SAW. Pusaran ilmu itu ialah al Qur’an dan sunnah atau hadis yang
kemudian melahirkan berbagai cabang ilmu. Situasi ini didukung oleh
perkembangan bahasa Arab yang telah digunakan jauh sebelum masa kerasulan Nabi
Muhammad SAW, sehingga posisi bahasa Arab mengambil peran penting bagi
perkembangan ilmu Islam selanjutnya. Kondisi seperti ini disebabkan oleh sumber
ilmu Islam yang menggunakan bahasa Arab sebagai medium komunikasi ke wilayah
publik.
Adanya ekspansi umat Islam ke berbagai wilayah turut memperkaya khazanah
intelektual muslim. Berbagai keilmuan Islam pun lahir sebagai bagian dari
proses interaksi Islam dengan budaya-budaya lain, seperti Yunani, Persia,
India, dan lain sebagainya. Lahirnya bidang keilmuan seperti filsafat, ilmu
kalam [ teologi Islam ], dan tasawuf tidak bisa dilepaskan dari
interaksi-interaksi tersebut.
Berikut ini akan dipaparkan dinamika beberapa varian pemikiran Islam, yang
merupakan khazanah [turats] Islam yang senantiasa harus terus dipelihara
dan dijaga keberadaannya, serta dikembangkan sesuai dengan perubahan yang
menyertai perputaran dunia ini.
1.
Bidang Kalam [Teologi]
Kalam secara harfiah berarti pembicaraan. Istilah ini
merujuk pada sistem pemikiran spekulatif yang berfungsi untuk mempertahankan
Islam dan tradisi keislaman dari ancaman maupun tantangan dari luar. Para
pendukungnya, mutakallimun, adalah orang-orang yang menjadikan dogma atau
persoalan-persoalan teologis kontroversial sebagai topik diskusi dan wacana
dialetik, dengan menawarkan bukti-bukti spekulatif untuk mempertahankan
pendirian mereka.
2.
Bidang Ilmu Fiqih
Fikih sendiri sebagai nama lain dari hukum Islam
senantiasa dinamis dalam perkembangannya, bahkan hingga saat ini. Para Imam
mazhab pendahulu yang telah berijtihad keras dalam merumuskan aturan
dasar-dasar dalam mengambil sebuah putusan hukum [ushul fikih] selain berpegang
pada aturan pokok berupa al Quran dan hadist, juga senantiasa menyesuaikan
dengan kondisi dan perkembangan masyarakat di sekitarnya. Sehingga, tidak heran
apabila banyak perbedaan pendapat dari mereka. Namun hal ini tidak menjadi
soal, bahkan mereka saling menghargai terhadap pendapat yang lainnya. Karena
mereka berpegang pada sabda Nabi, bahwa perbedaan antara umatku adalah rahmat [al
ikhtilaf baina ummati rahmat ]. Pada masa Nabi, karena segala persoalan
dikembalikan kepada Nabi untuk menyelesaikannya, Nabi lah yang menjadi
satu-satunya sumber hukum. Segala ketentuan hukum yang dibuat Nabi itu sendiri
bersumber pada wahyu dari Tuhan. Pada masa sahabat, daerah yang dikuasai Islam
bertambah luas dan termasuk ke dalamnya daerah-daerah di luar Semenanjung
Arabia yang telah mempunyai kebudayaan tinggi dan susunan masyarakat yang bukan
sederhana, diperbandingkan dengan masyarakat Arabia ketika itu. Dengan
demikian, persoalan-persoalan kemasyarakatan yang timbul didaerah-daerah baru
itu lebih sulit penyelesaiannya dari persoalan-persoalan yang timbul di
masyarakat Semenanjung Arabia sendiri.
Untuk mencari penyelesaian bagi soal-soal baru itu,
para Sahabat kembali kepada al Qur’an dan Sunnah. Tetapi, sebagaimana diketahui
ayat ahkam berjumlah sedikit dan tidak semua persoalan yang timbul dapat dikembalikan
kepada al Qur’an atau Sunnah Nabi, maka untuk itu Khalifah dan sahabat
mengadakan ijtihad. Proses ijtihad pada aspek hukum ini semakin dibutuhkan
dengan pada fase-fase selanjutnya. Seiring dengan banyaknya mujtahid [ pelaku
ijtihad ], maka produk yang dihasilkannya pun sangat beragam.
Sejarah memperlihatkan bahwa produk pemahaman dan
pemikiran umat dalam bentuk fikih berhasil mengubah masyarakat Arab jahiliah
menuju masyarakat Islami. Perubahan tersebut didasarkan atas rumusan prinsip
umum tentang iman, ibadah, kidah dakwah, hukum keluarga, hukum muamalah, hukum
pidana, dan sanksi sebagai berikut :
a) keterikatan hakim untuk menetapkan kemaslahatan umum atas dasar teks suci,
yaitu al Qur’an dan Sunnah;
b) perintah melaksanakan keadilan, keihsanan, persamaan, dan ukhuwah
insaniyah;
c) larangan perang atas dasar ofensif dan kebolehan melakukan perang
berdasarkan pertimbangan defensif serta meningkatkan hak dan kehormatan wanita.
d) terjaminnya hak milik pribadi, keharusan memenuhi janji dan perikatan serta
larangan melakukan tipu daya;
e) pembedaan hak adami dan hak Allah SWT, yakni hak pribadi dan hak Allah SWT
dalam sanksi.
Secara umum, dapat dijelaskan tahapan-tahapan
perkembangan tersebut, adalah :
Pertama, pembentukan dimulai
sejak kerasulan Muhammad AW masa al Khulafa ar Rasyidun, hingga paruh pertama
abad ke-1 H, pada tahap ini sumber hukum meliputi wahyu serta akal, yaitu al
Qur’an, sunnah, ijmak, dan ijtihad.
Kedua, adalah masa
pembentukan fikih yang dimulai pada paruh pertama abad ke-1 hingga dekade awal
abad ke-2 H. pada tahap ini, fikih telah terbentuk mazhab.
Ketiga, adalah masa pematangan
bentuk yang dimulai sejak dekade awal abad ke-2 H hingga pertengahan abad ke-4
H. Pada masa ini, ijtihad dalam bentuk fikih dikodifikasi dan dilengkapi dengan
ilmu ushul fikih.
Keempat, adalah masa kemunduran
fikih yang ditandai oleh dua peristiwa penting, yakni jatuhnya Bagdad ke tangan
tartar dan tertutupnya pintu ijtihad oleh para ulama. Pada masa ini fukaha
hanya menemouh metode ai mutun [jamak dari al matan], syarah, alhawasyi [jamak
dari al hasyiyyah] dan taqrirat [jamak dari taqrir] dalam penulisan kitab
fikih.
Kelima, adalah munculnya
kesadaran akan pentingnya kitab hukum Islam yang mudah dioperasionalkan dalam
kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, dan Negara. Kesadaran ini dipelopori
oleh pemerintahan Dinasti Usmani dengan terbitnya majalah al Ahkam al
Adiliyyah. Pemikiran dalam hukum Islam dalam peraturan perundang-undangan itu
pun kemudian berkembang di negeri Islam hingga kini.
3.
Bidang Ilmu Filsafat
a. Pengetahuan tentang Tuhan
Didalam pendapat Ibnu Rusyd terdapat
pertanyaan:’’Apakah Tuhan mangetahui segala segala rincian juziyat?’’menjawab
hal ini Ibnu rusyd mengemukakan pendapat Aristoteles yang sangat disetujui
engan kepala negara yang tidak mengetahui hal kecil didaerahnya.
Pendapat Aristoteles itu didasarkan atas suatu argumen
sebagai berikut:Yakni Tuhan al-Mukharik,merupakan hal yang murni bahkan
merupakan akal yang setinggi-tingginya.Oleh karn a itu,pengetahuan dari akal
yang tertinggi itu haruslah merupakan pengetahan yang tertinggi pula agar ada
persesuaian antara yang mengetahui dan yang diketahui.Dan karna itu pula tidak
mungkn Tuhan mengetahui selain zat-NYA sendiri.Sebab tidak ada suatu zat lain
yang sama luhurnya dengan zat Tuhan.
b. Amal perbuatan
Dalam masalah amal perbuatan timbul masalah mendasar
yaitu: Bagaimanakah terjadinya alam manjudat ini dan amal perbuatannya? Bagi
golongan agama jawabannya sudah cukup jelas.
Mereka mengatakan bahwa semua itu adalah ciptaan
Tuhan. Semua benda atau peritiwa,baik besar ataupun kecil,Tuhanlah yang
menciptakannya dan emeliharanya.Sebaliknya bagi golongan filsafat
menjawab persoalan itu harus ditinjau dengan akal pikiran.Diantara mereka ada
yang menyimplkan bahwa materi itu azali,tanpa permulaan terjadinya. Dan
perubahan materi itu menjadi benda-benda lain yang beraneka macam terdapat
didalam kekuatan yang ada didalam maksud itu sendiri secara otomatis. Artinya
tidak lansung dari Tuhan.
Diantara ahli filsafat ada yang berpendapat bahwa
materi itu abadi.Ia terdiri atas bermacam-macam jauhar.tiap-tiap jauhar
mengadakan jauhar yang baru.Materi itu terjadinya bukan dari tidak
ada,melainkan dari keadaan yang potensial(bilquwah).
Aristoteles berpendapat bahwa jauhar(subtansi)pertama
dari materi itu menyebabkan adanya jauhar yang kedua tanpa behajat
bantuan zat lain diluar dirinya.Ini berarti bahwa sebab dan akibat penciptaan
dan amal matei itu seterusnya terletak pada diri materi itu sendiri.
Ibnu Rusyd dapat menerima pendapat Aristoteles ini
dengan menjelaskan pula argumenny sebagai berikut:Seandainya Tuhan itu
menjadikan segala sesuatu dan peristiwa yang ada ini,maka akibatnya ide tentang
sebab tidak akan ada artinya lagi.Padahal seprti yang kit lihat
sehari-hari,apapun yang terjadi dalam ini senantiasa diliputi oleh sebab
dan akibat.Misalny api yang menyebabkan terbakar,dan air yang menyebabkan
basah.
c. Keazalian alam
Dalam masalah ini timbul pertanyaan : apakah alam ini
ada permulaan terjadinya atau tidak? Dalam masalah ini Ibnu Rusyd mengemukakan
bahwa alam ini azali tanpa ada permulaan.Dengan demikian berarti bagi
ibnu rusyd ada dua hal yang azali,yaitu Tuhan dan alam ini.Hanya saja bagi Ibnu
Rusyd keazalian tuhan itu berbeda dari keazalian ala,sebab keazalian Tuhan
lebih utama dari keazalian alam. Untuk membela pendapat ia mengeluarkan argumen
sbb:
“Seandainya alam ini tidak azali, ada permulaannya
maka ia hadist(baru), mesti ada yang menjadikannya , dan yang menjadikannya itu
harus ada pula yang menjadikannya lagi, demikianlah seterusnya tanpa ada
habis-habisnya”.
Padahal keadaan berantai demikian(tasalsul)dengan
tiada berkeputusan tidak akan dapat diterima oleh akal pikira. Jadi mustahil
kalau alam itu hadist.
Oleh karena diantara tuhan dengan alam ini ada
hubungan meskipun tidak sampai pada soal-soal rincian,padahal Tuhan azali dan
Tuhan yang azali itu tidak akan berhubungan kecuali dengan yang azali pula,maka
seharusnya alam ini azali meskipun keazaliannya kurang utama dari keazalian
Tuhan.
d. Gerakan yang azali
Gerakan adalah suatu akibat karena setip gerakan
senantiasa mempunyai sebab yang mendahuluinya. Kalau kita cari sebab itu maka
tidak akan kita temui sebab penggeraknya pula,begitulah seterusnya,tidak mungkin
berhenti.Oleh sebab itu kewajiban kita menganggap bahwa sebab yang paling
terdahulu atau sebab yang pertama adalah sesuatu yang tidak bergerak. Gerakan
itu dianggap tidak berawal dan tidak berakhir, azali dan berabad, dan sebab
pertama (prima causa) atau penggerak utama itulah yang disebut Tuhan. Selanjutnya
Ibnu Rusyd mengatakan meskipun Tuhan adalah sebab atau penggerak yang
pertama,Dia hanyalah menciptakan gerakan pada akal pertama saja,sedangkan
gerakan-gerakan selanjutnya (peritiwa-peristiwa didunia ini) disebabkan oleh
akal selanjutnya.
Dengan demikian menurut Ibnu Rusyd, tidak dapat
dikatakan adanya pimpinan lansung dari Tuhan terhadap peristiwa-peristiwa di
dunia.
e. Akal yang Universal
Menurut Ibnu Rusyd akal itu (seperti yang dimaksud
oleh Al-Farabi dan Ibnu Sina)adalah satu universal.Maksudnya bukan saja ”akal
yang aktif” adalah esa dan universal,tetapi juga ’’akal kemungkinan’’,yakni
akal reseptif adalah Esa dan universal,sama dan satu bagi semua orang.
Hai ini berarti bahwa segala akal dianggap sebaai
monopsikisme. Menurut Ibnu Rusyd ’’akal kemungkinan’’ barulah merupakan
individu tertentu tatkala dia berhubungan dengan dengan suatu bentuk materi
atau tubuh orang per seorangan.
4.
Tinjauan Metafisika Ibnu Rusyd
Ibnu rusyd telah membahas tentang wujud
tuhan,sifat-sifat-NYA dan hubungan Tuhan dengan alam.
ketiga hal tersebut menjadi pokok pembahasan
metafisika Ibnu Rusyd. Disamping itu Ibnu Rusyd meneliti golongan islam dalam
mencari Tuhan.Ibnu rusyd juga meninjau pemikiran Al-Ghazali.
Tentang Al-ghazali ia telah mengisi bukunya Tahafut
al-falasifah dengan pikran-pikiran sofistis,dan kata-katanya tidak sampai pada
tingkat keyakinan.pembicaraan Alghazali terhadap pikiran-pikiran
filosof-filosof dengan cara demikian,tidak pantas baginya,sebab tidak lepas
dari satu dan dua hal :
Pertama ,ia sebenarnya memahami pikiran-pikiran tersebut tetepi tidak
disebutkan disini secara benar dan ini adalah perbuatan orang-orang buruk.
Kedua,Ia memang tidak
memahami cecara benar,dan dengan demikian ia membicarakan sesuatu yang tidak ia
kuasai, dan ini adalah perbutan orang-orang bodoh.
Golongan Al-‘asyariyah mengatakan bahwa wujud Tuhan
tidak lain adalah melalui akal.Menurut Ibnu rusyd,untuk ini merek a tidak
menempuh jalan yang di tunjukan oleh syara’ karena berdasarkan baharunya alam
atas tersusunnya dari bagian-bagian yang tidak terbagi-bagi,itu adalah
baru Golongan Mutakallimin Asy’ariyah mengatakan bahwa perbuatan yang
baru adalah karna iradah yang qadim,maka Ibnu Rusyd menjawab bahwa prkataan
tersebut tidak dapat diterima, karena iradah itu bukan perbuatan yang
berhubungan dengan perbuatan yang dibuat.
Mengenai golongan Tasauf,maka menurut Ibnu Rusyd cara
penelitian mereka bukan bersiftat pikiran,yakni yang terdiri dari dasar-dasar
pikiran atau premise-premise dan kesimpulan,karena mereka mengira bahwa
pengetahuan tentang Tuhan dan wujud-wujud lain diterima oleh jiwa ketika sudah
terlepas dari dari hambatan-hambatan kebendaan dan ketika pikirannya tertentu
kepada perkara yang dicarinya.
Cara tersebut menurut Ibnu Rusyd bukanlah cara
kebanyakan orang sebagai orang,yakni sebagai makhluk yang mempunyai
pikiran dan diserukan memakai pikirannya.
Mengenai adanya Tuhan menurut ibnu Rusyd ada dua cara
untuk mambuktikannya,yaitu:kedua cara itu dimulai dari manusia dan tidak dari
alam karena manusia itu berpikiran.Seterusnya benda wujud dijadikan dan segala
benda yang dijadikan berkehendak kepada yang menjadikan.
5.
Bidang Tasawwuf
Tasawuf adalah tingkah laku dan perasaan; tingkah laku
yang menjauhi segala keinginan dan hal-hal yang memesona dan ditujukan demi
kesucian jiwa dan tubuh. Perasaan cinta dan bahagia, manakala seorang murid [
orang yang berkehendak ] mencapai dua kesucian ini. Tasawuf juga berarti
amal dan analisa; amal yang berlandaskan pada mujahadah [memerangi hawa
nafsu sendiri] dan mujahadah [ ketahanan diri menghadapi bencana ] pusa
di siang hari dan beribadah sunnah di malam hari, mengorbankanjiwa dan harta
yang nampak ke dalam alam batin. Akhirnya tasawuf adalah ada dan tiada; tiada
bagi orang yang tergesa dan ada bagi orang yang tidak tergesa [mementingkan
akhirat, al Ajil]. Tiada bagi orang yang sirna dan ada bagi orang yang kekal,
tiada bagi manusia dan ada bagi Tuhan.
Tasawuf secara ringkas adalah mata rantai yang terdiri
atas kondisi-kondisi [al-ahwal] dan maqam-maqam, yang satu sama
lain saling merupakan anak tangga. Orang yang mau menjadi sufi memulai langkah
dengan membersihkan jiwanya, agar bisa menjadi orang yang berhak menerima
tajalli [penampakan], selalu meningkat hingga bisa merasakan Allah [ada] di
relung jiwanya dan demukian dekat dengan-Nya. Kajian-kajian tasawuf dalam Islam
tidak terbentuk sekaligus, tetapi berkembang menembus perjalanan waktu melewati
fase-fase tertentu secara bertahap.
Pemikirannya filosofinya
1. Filsafat dan
Agama
Salah satu faktor yang mendorong Ibnu Rusyd untuk memadukan antara agama
dan filsafat guna mencerahkan dan membela dirinya dari dakwaan zindiq dan
keluar dari agama.
Hal ini juga memberi penjelasan bahwa kesibukannya dengan filsafat tidaklah
membuat aqidah dan agamanya menjadi rusak. Sebab filsafat tidaklah bertentangan
dengan agama, sedang agama tidak mengingkari filsafat, bahkan justru
menganjurkan dan menyerukannya, karena agama memerintahkan untuk meneliti dan
merenungkan alam rayaa (al falaq, kosmos), jiwa-jiwa, wujud-wujud ( eksistensi
). Secara umum berfilsafat itu tak lain adalah meneliti wujud-wujud dari sisi
penunjukannya atas adanya Pencipta.[9]
Dalam memadukan agama dan filsafat ini dibahas dalam buku Fashl al-Maqal,
di mana filsafat dinyatakan tidak bertentangan dengan agama karena fungsi
filsafat tidak lain hanyalah untuk memikirkan yang maujud agar membawa kepada
ma’rifat pada Allah. Dan al-Quran dengan berbagai ayatnya menganjurkan manusia
untuk bernazhar.
Kalau kelihatannya ketidakserasian antara zhahir nash wahyu dengan hasil
nazhar (filsafat) itu, maka jalan keluarnya adalah dengan jalan ta’wil. Dalam
memahami Qur’an ini, manusia terbagi kepada tiga golongan yaitu
burhaniyyun,jadaliyyun dan khithabiyyun.
2.
Dalil Tentang Wujud Tuhan
Untuk membuktikan wujud atau adanya Tuhan, Ibn Rusyd mengajukan tiga dalil:
dalil al-Inayah, dalil al-Ikhtira’ dan dalil al-Harakah.
Pada dalil al-Inayah dinyatakan bahwa apabila manusia dengan akal
pikirannya mau memperhatikan alam semesta ini, maka akan ditemukan adanya
persesuaian antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Dengan indah
sekali Al-Quran surat al-Naba’ ayat 6 sampai 16 menyatakan betapa teratur dan
harmonisnya hubungan antar makhluk yang bila direnungkan akan menimbulkan
keyakinan adanya Pengatur semuanya itu. Persesuaian dan keteraturan alam
semesta ini bukan terjadi dengan sendiri atau secara kebetulan saja, tetapi
menunjukkan adanya Dzat Pencipta dan Pengatur dan itulah Tuhan Allah.
Dalil al-Ikhtira’ menyatakan bahwa segala kejadian dan setiap jenis
dan macam makhluk di dunia ini terdapat gejala yang berbeda-beda antara yang
satu dengan lainnya. Namun semuanya berfungsi sebagaimana mestinya. Semakin
tinggi tingkatan sesuatu maka semakin tinggi pula daya kemampuan serta
tugasnya. Hal ini mendorong manusia untuk menyelidiki rahasia-rahasia yang
terkandung di dalamnya, sebagaimana tersurat dalam Al-Quran antara lain dalam
surat al-Thariq ayat 5 dan 6. Kesemua macam aneka ragam yang ada dalam alam
semesta ini bukanlah terjadi secara kebetulan, tetapi memang ada yang
menciptakan dan mengaturnya yaitu Tuhan.
Yang ketiga adalah dalail al-Harakah. Dalil ini jelas sekali adanya
pengaruh dari Aristoteles yaitu tentang Penggerak Pertama (al-muharrik
al-awwal) yang dipandang sebagai Penyebab Pertama(Prima Causa) adanya gerak.
Menurut Ibnu Rusyd, alam semesta ini bergerak secara teratur secara terus
menerus dengan gerakan yang abadi. Gerakan ini menunjukkan adanya penggerak,
sebab adal suatu yang mustahil bila benda bergerak dengan sendirinya. Penggerak
Pertama inilah yang namanya Tuhan, sungguhpun dia sendiri tidak bergerak.
Diantara dalil-dalil tersebut diatas ada yang persis sama dengan yang
dikemukakan oleh Thomas Aquinas(1225-1274) seperti yang ditulis oleh Harun
Hadiwijono dalam bukunya Sari Sejarah Filsafat Barat I.[10]
3.
Kebebasan Manusia dan Taqdir Tuhan
Menurut Ibn Rusyd, manusia mempunyai
kebebasan dalam berbuat dan mampu pula menciptakan perbuatannya. Namun
demikian, tidak seluruh kehendaknya itu bisa dilaksanakan. Hal itu dikarenakan
adanya faktor lain yang bisa membantu atau menggagalkan usahanya dalam mencapai
kehendaknya itu. Faktor lain itu merupakan qadar Tuhan yang dituangkan dalam
bentuk sunnatullah atau hukum kausalitas yang berlaku terus menerus di alam
semesta ini dan biasa disebut dengan hukum alam.
Menurut penelitian Syed
Muzaffaruddin Nadvi menyatakan bahwa ada sedikitnya lima hal yang diusahakan
Ibn Rusyd dalam memadukan antara agama dan filsafat. Salah satunya adalah yang
berkenaan dengan masalah perbuatan manusia ini. Dia menyatakan sebagai berikut:
Manusia
bukanlah satu-satunya penguasa terhadap perbuatan-perbuatannya juga bukan
seperti wayang di tangan Tuhan. Perbuatan manusia itu sebagian bebas
berkehendak dan berbuat, akan tetapi perbuatan –perbuatannya adalah tunduk
kepada pengawasan dan kontrol umum dari pada Tuhan.
4.
Teori Tentang Ijma’
Mengenai Ijma’ ini, tidak satupun
karya Ibn Rusyd yang secara khusus membicarakannya. Pandangannya mengenai ijma’
tersebar di berbagai karyanya seperti dalam Bidayat al-mujtahid dan Fashl
al-Maqal secara acak.
Ibn Rusyd menganggap ijma’ sebagai
sumber hukum islam yang tidak berdiri sendiri. Yakni bahwa ijma’ bias abash
sebagai sumber hokum apabila ada sandaran salah satu atau lebih sumber hukum
Islam yang lain yaitu al-Qur’an, hadits dan ijtihad. Hal ini dinyatakan dalam
Bidayatul al-Mujtahid.
Dengan mengikuti tradisi para
mujtahid, Ibn Rusyd membagi ijma’ menjadi dua jenis :
Pertama, ijma’ yang terjadi karena
kebulatan suara dari para mujtahid dan masyarakat umum mengenai hal-hal yang
fundamental dalam islam seperti mengenai shalat, zakat, dan sebagainya.
Kedua, ijma’ yang
terjadi karena konsensus dari para mujtahid sendiri dalam hal ini orang umum
secara otomatis menyetujui konsensus para mujtahid tersebut. Ijma’ jenis kedua
ini berkenaan dengan hal-hal yang tidak fundamental dalam islam tetapi hanya
rincian-rincian dari fundamental-fundamental tersebut.
Atas dasar itu semua, Ibn Rusyd
menunjukkan adanya nash dalam syara’ di mana terjadi ijma’ kaum Muslimin untuk
berpegang kepada arti lahirnya, ada nash yang lain dimana ijma’ mereka sepakat
untuk menta’wilnya dan nash yang lain lagi di mana ijma’ mereka memutuskan
bahwa nash itu diperselisihkan apakah perlu dita’wil atau tidak.
Lebih lanjut Ibn Rusyd menyatakan
bahwa ijma’ hanya bisa terjadi pada hal-hal yang praktis tidak pada
hal-hal yang bisa teoritis. Memang pada awalnya, Ibnu Rusyd seakan-akan
menyebut kemungkinan adanya ijma’ pada hal-hal teoritis itu dengan
syarat-syarat tertentu yang dia sebutkan. Namun setelah disimak dengan seksama
syarat-syarat tersebut, ternyata lebih menunjukkan kepada ketidak-mungkinan.
Dan itu bisa dilihat dari kesimpulan yang diambilya.[11]
C. Pendapat
kami tentang pendidikan islam
Filsafat
pendidikan Islam mengkaji pendidikan yang banyak berjasa yaitu pendidikan
formal dengan secara mendalam. Filsafat pendidikan islam yaitu mengkaji
pendidikan islam dengan cara kerja filsafat tentang alam, manusia dan
realita-realita dasar lain yang menyatu dan mendasar dalam kehidupan manusia
untuk membangun pilar-pilar pendidikan islam. Filsafat pendidikan Islam adalah
berpikir secara mendalam, sistematik, radikal dan universal tentang
masalah-masalah pendidikan, seperti masalah manusia (anak didik), guru,
kurikulum, metode dan lingkungan dengan menggunakan al Qur’an dan Hadist
sebagai dasar acuannya. Filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat
dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau
filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang
bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran
filsafat pada umumnya.
Filsafat
pendidikan Islam adalah bentuk berfikir yang menggunakan akal untuk mendapatkan
kebenaran tentang pendidikan yang tidak berlawanan dengan al-Qur’an dan Hadis. Secara
singkat rasional merupakan pemikiran secara logis yang menggunakan selanjutnya
mengkritisi dan kreatif terhadap persoalan yang difikirkan dalam menjawab
fenomena yang terjadi.
Proses berpikir
untuk memecahkan masalah berlangsung dalam tiga tahap, yaitu : pertama,
tahap persiapan dimana masalah diselidiki dari segala arah sehingga semua
informasi tentang masalah itu ditemukan. Kemudian, masalah dianalisis dan
didefinisikan. Kedua, tahap inkubasi di mana masalah seakan-akan terbawa
tidur, tidak terpikirkan secara sadar dan dinamis, tetapi masalah itu merasuk
ke alam pikir yang nantinya akan mengalir keluar dalam wujud iluminasi kreatif.
Tahap ketiga, ini disebut tahap iluminasi dimana ide atau kesimpulan
baru muncul tidak terduga, dan tahap terakhir suatu usaha sadar dilakukan untuk
mencoba menentukan keshahihan dari kesimpulan yang didapat sesuai dengan
kriteria atau aturan-aturan ilmiah, baik dengan menggunakan langkah-langkah
logika maupun eksperimen.
Rasional
dalam ilmu pendidikan Islam adalah berfikir secara logis, kritis dan kreatif
dalam mengupas dan membahas sebuah permasalahan pendidikan yang berorientasi
pada al-Qur’an. Kalau dikaitkan dengan kata benda Kreativitas terdapat lima sifat
yang menjadi ciri kemampuan berfikir kreatif, yaitu kelancaran (fluency), keluwesan
(flexibility), keaslian (originality), penguraian (elaboration),
dan perumusan kembali (redefinition).
Filsafat
pendidikan Islam sifat kritis menjadi salah satu prasyarat bagi peserta didik
untuk dapat bersifat kreatif. Sifat kritis peserta didik perlu ditujukan pada
semua langkah dalam proses pembelajaran. Kritis mulai dari membaca, memahami,
menganalisis, bertanya, menjawab, diskusi, sampai menyimpulkan. Sifat kritis
yang dimulai dari proses pembelajaran diharapkan dapat berkembang dan menyebar
ke segala aspek kehidupan. Sifat ini semakin penting jika peserta didik
dihadapkan pada suatu persoalan. Padahal yang namanya persoalan itu akan selalu
muncul dan tidak bisa dihindari dalam kehidupan ini, tetapi harus dihadapi.
Hanya dengan sifat kritis saja tidak cukup bagi peserta didik, tetapi harus
dikembangkan bersama sifat kreatif. Dengan demikian sifat kritis dan kreatif,
peserta didik akan dapat menghadapi masalah-masalah mereka. Daya kritis dan
kreatif mereka akan menentukan kemampuan mereka dalam memecahkan masalah.
Sehingga dapat dikatakan bahwa menumbuhkembangkan kemampuan mereka dalam
menyelesaikan masalah. Rasional menurut filsafat pendidikan Islam disebut juga
berfilsafat dengan menggunakan akal segala sesuatu yang yang bisa dipikirkan
atau dijadikan bahan pemikiran yang tidak bersifat empirik.
Filsafat
merupakan hasil pemikiran yang bersifat berfikir secra mendalam, di berbagai
segi, komperhensif di tinjau dari berbagai segi. Dalam filsafat pendidikan
mengkaji filsafat pendidikan Islam dengan cara filsafat.
Cara kerja
filsafat adalah dengan mengembangkan perenungan atau pemikiran yang bersifat :
-
Radikal, yaitu mengakar, berusaha
sedalam-dalamnya.
-
Komprehensif, yakni ditinjau dari
beberapa segi.
-
Rasional non empirik, berbeda dari
rasional versi ilmu pengetahuan yang harus teruji secara empirik.
-
Fleksibel dan sistematis.
Yang
dikelompokkan kedalam tiga model yaitu pertama; model filsafat spekulatif cara
berfikir sistematis tentang segala yang ada, merenung secara rasional selluruh
persoalan yang ada, kedua; model filsafat preskriptif yaitu berusaha untuk
menghasilkan suatu ukuran/ standar penilain tentang nilai, tentang perbuatan
manusia, tentang seni, menguji baik buruknya. dan ketiga model filsafat
analitik yang memusatkan perhatian pada kata-kata istilah dan pengertian dalam
bahasa untuk menguji suatu ide.
Sumber ilmu
pengetahuan epistimologi filsafat pendidikan Islam ialah alam tabiat atau alam
fisik, al- Qur’an dan al-Hadis, alam semesta, peristiwa-peristtiwa yang terjadi
atau sunahtullah dan alat untuk memperolehnya adalah pertama indra yaitu dengan
menggunakan penglihaan, perasaan dan pendengaran dalam menyimak sebuahfenomena
yang terjadi, logika yang memecahkan masalah atau mencari kebenaran atau
menjawab fenomena yang ada menggunakan akal.
Alam akal,
analogi, hati dan ilham, alat untuk memperolehnya juga dengan menggunakan alam
akal, analogi, hati dan ilham, pengalaman manusia dalam interaksinya
dengan diri, lingkungan sosial dan alam sekitar. Namun tidak hanya sampai
disitu perlu adanya pembuktian dengan cara penelitian secara emperisme, dengan
hasil emperisme dapa di telaah dengan intuisi dan akal dengan berpijak pada
wahyu dengan cara perenungan lebih mendalam. Ruang lingkup filsafat Pendidikan
Islam ialah realitas-realitas dasar kemudian tema-tema penting pendidikan
islam di bahas secara filosofis dengan cara kerja filsafat hingga
menghasilkan konsep-konsep bijaksana berkenaan dengan pilar-pilar pendidikan
islam yang dilandasi pemiliran luas dan mendalam. Disamping itu ruang lingkup
filsafat Pendidikan Islam juga merupakan masalah-masalah yang terdapat dalam
kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru,
kurikulum, metode, dan lingkungan.
Ruang
lingkup ilmu pendidikan Islam realitas-realitas dasar kemudian tema-tema
penting pendidikan islam di bahas secara rasional dan empirik menggunakan
paradigma ilmiah yaitu yang dapat di ukur dan sistematis.
Terdapat 7
karakteristik Filsafat Pendidikan Islam :
1.
Berdasarkan Al Quran , Hadist dan
akal/ijtihad.
2.
Besifat kreatif, inovatif dan selalu
bernuansa mengangkat derajat dan martabat manusia.
3.
Menumbuhkembangkan potensi sekaligus
mengarahkan atau membentuk peserta didik sejalan dengan visi Islam.
4.
Menggunakan metode yang berorientasi
pada pembentukan sikap dan internalisasi njlai-nilai Islami disamping metode
yang berorientasi pada memandaikan anak dan bersifat keilmuan.
5.
Obyek pendidikannya mencakup
pendidikan fisik, psikis (termasuk akal, hati, keterampilan), dan rohani dalam
arti spiritual.
6.
Arti, peranan, dan fungsi fitrah
yang istimewa dan lain dari yang lain menyertai pendidikan Islam.
7.
Menerima hasil penelitian terhadap
hukum alam (hasil penelitian rasional-empirik), dan hasil penafsiran terhadap
wahyu berupa ayat-ayat al Quran dan Hadist yang sahih, sebagai sumber kebenaran
dan sumber ilmu pengetahuan.
Konseptualisasi pendidikan islam
Berdasarkan hadist nabi : “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah.
Namun kedua orang tuanyalah mungkin dapat menjadikannya beragama yahudi,
nasrani, atau majusi”, dan kemudian dikaitkan dengan QS. Ar Ruum : 30,
dapat dipetik kesimpulan bahwa firtah diartikan sebagai iman, bertauhid dan
Islam. Para pakar pendidikan Islam memperluas arti fitrah, selain iman, tauhid
dan Islam juga pembawaan baik. Jadi setiap manusia pada fitrahnya menyukai
kebaikan, keindahan, kebenaran, keadilan dan sebagainya. Dan tidak menyukai
keburukan, kejahatan, kesalahan, ketidakadilan, dan sejenisnya. Maka segenap
fitrah manusia yang berupa potensi itu selain diusahakan agar tumbuh dan
berkembang, mesti dan perlu juga dididik dan diarahkan. Karena pengaruh
keluarga dan lingkungan dalam kehidupan yang dapat merubah fitrah dasar manusia
dari yang baik menjadi buruk.
Fitrah itu pada hakikatnya tidak berubah, hanya lingkungan dan faktor
lainnya yang menyebabkan fitrah itu menjadi kabur. Oleh karena itu penjahat
tingkat tinggi sekalipun tidak akan rela anaknya mau menjadi seorang penjahat.
Oleh karena fitrah yang timbul cendrung kepada kebaikan masih menyala didalam
selung hati jiwa manusia kecuali bagi manusia yang batiniahnya sudah di tutup
oleh sang khalik.
Relevansinya dengan konseptualisasi pendidikan Islam :
Dalam mengkondisikan pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan realitas fitrah,
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, terutama dinamika psikologis
mereka, hingga mereka termotivasi untuk belajar dan pembelajaran menjadi
sesuatu yang menyenangkan. Dengan adanya pendidikan yaitu sebagai komando
penggiring kehidupan yang akan dijalani oleh manusia agar fitranya tetap
terjaga dengan baik dan dapat membentengi diri dari pengaruh negatif dalam
kehidupan. Karena dengan adanya pagar pendidikan Islam yang baik seseorag akan
merasa terawasi setiap saat oleh sang pencipta dengan keyakinan yang di miliki
berdasarkan pendidikan Islam yang telah ditekuni. Karena dengan perkembangan
globalisasi pendidikan moral sangat memprihatinkan dan percepatan IPTEK yang
pesat, dalam perceppaan IPTEK tidak hanya kelebihannya namun terselib ancaman kekurangannya
bagi manusia yang tidak memanfaatkan dengan baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Agama dan
Filsafat sebenarnya tidak pernah bertentangan. Keduanya bagaikan saudara
sesusuan yang menyusu dari satu sumber. Kebenaran tidak bertentangan kebenaran
yang lain. Yang barangkali bertentangan dalam islam adalah antara Filsafat dan
theologi yang keduanya merupakan hasil kerja akal dalam memahami wahyu itu.
Wahyu sendiri justru mengundang akal untuk memahaminya. Akal- akal manusia
dalam memahami wahyu itulah yang sering saling bertentangan karena
masing-masing akal manusia mempunyai tabiat dan kecenderungannya sendiri.
Berbeda
pendapat adalah hal yang wajar. Berpendapat dalam arti luas adalah berijtihad
yang salah maupun benarnya bermuara pada pahala dimana besar kecilnya pahala
tersebut tergantung pada benar salahnya ijtihad itu. Dengan demikian
pengkafiran terhadap orang lain yang berbeda pendapat adalah tidak seharusnya
terjadi. Ibn Rusyd tidak mengkafirkan al-Ghazali walaupun al-Ghazali sendiri
mengkafirkan para filsof pada hal-hal tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal,
Ahmad, Riwayat Hidup Ibnu Rusyd, Filosuf Islam terbesar di Barat,
Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Hamdi, Ahmad
Zainul, Tujuh Filsuf Muslim, Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004.
Muslih,
Muhammad, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Penerbit Belukar, 2005.
Praja, Juhaya
S., Aliran-aliran Filsafat dan Etika, Suatu Pengantar, Bandung: Yayasan
PIARA, 1997.
Wahyu, 99
Ilmuwan Muslim Perintis Sains Modern, Jogjakarta: Diva Press, 2010.
0 komentar:
Post a Comment