MAKALAH
PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN PADA ANAK DAN REMAJA
Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur pada mata kuliyah
PSIKOLOGI AGAMA
Disusun Oleh :
WANTI
SELPIANTI
NIM
: 07.264.13
EFAL YUARDI
NIM
: 07. .13
Dosen Pembimbing
:
Arifman, S.Ag, M.Pdi
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI
PRODI BAHASA ARAB (IV)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI (STAIN)
KERINCI
TAHUN AJARAN 2015/2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Manusia
senantiasa keliru dalam memahami dirinya. Kadangkala ia cenderung untuk
bersikap superior, sehingga memandang dirinya sebagai makhluk yang paling besar
dan agung di alam ini. Bahkan superioritas
ini diserukannya dengan penuh keakuan, kecongkakan dan kesombongan. Kadangkala
pula dia cenderung untuk bersikap imferior, sehingga memandang dirinya sebagai
makhluk yang paling hina dan rendah di dunia ini. Karena itu dia bersujud
kepada pohon, batu, sungai, gunung atau binatang. Menurut keyakinannya,
keselamatan hanya kan diperoleh jika dia bersujud kepada matahari, bulan,
bintang, api dan makhluk-makhluk lain yang dipandangnya memiliki kekuatan dan
kekuasaan untuk memberikan bahaya atau manfaat kepadanya. Islam telah menjelaskan
hakikat dan asal diri manusia, keistimwaan dan kelebihannya, tugasnya di dalam
hidup, hubungannya dengan alam, serta kesiapannya untuk menerima kebaikan dan
keburukan.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Jelaskan deskripsi tentang manusia ?
2.
Bagaimana manusia sebagai khalifah ?
3.
Apa saja unsur-unsur dasar
penciptaan manusia ?
4.
Bagimana proses penciptaan manusia ?
5.
Bagaiman manusia sebagai kunci
peradaban ?
BAB II
PEMBAHASAN
MANUSIA DALAM PANDANGAN ISLAM
A. Deskripsi
Tentang Manusia
Pada dasarnya manusia adalah makhluk
yang suka bertanya, manusia bukan sekedar binatang yang beruas tulang belakang
sebagaimana dituduhkan oleh “animalisme”. Secara fisiologis, manusia seperti
hewan biasa (a mediocre animal) yang
lemah, yang tidak memiliki kelebihan pertahanan diri, yang tidak memiliki
peralatan organis yang istimewa semacam belalai pada gajah atau ekor berbisa
pada kalajengking. Manusia adalah mamalia kelas yang tergabung kedalam bagian
pokok (fylum) vertebrata.
Manusia adalah binatang yang berakal
sehat, juga berbicara berdasarkan akal pikirannya. Aristoteles mengatakan bahwa
manusia adalah hewan yang berpolitik (political
animal), yang menata masyarakatnya, yang menata negaranya melalui aksara
dan bahasa yang digunakannya dalam meraih suatu cita keadilan.
Alexis carrel mengatakan bahwa melaui
sistem sarafnya manusia merekam rangsang-rangsang yang datang dari
lingkungannya. Organ dan ototnya memberikan reaksi yang sesuai. Manusia lebih
mempergunakan akal dari pada tubuh didalam
memperjuangkan eksistensinya. Di samping melakukan aktivitas fisiologis, tubuh
juga menampilkan aktivitas mental. Sementara itu, keberadaan pikiran atau
kesadaran, dapat dideteksi melalui prosedur-prosedur lain, seperti yang
diterapkan dalam intropeksi dan kajian tingkah laku manusia.
Manusia dalam pandangan islam selalu
dikaitkan dengan suatu kisah. Didalamnya manusia tidak semata-mata digambarkan
sebagai hewan tingkat tinggi yang berkuku pipih, berjalan dengan dua kaki, dan
pandai berbicara. Lebih dari itu, menurut Al-Qur’an, manusia lebih luhur dan
ghaib dari pada yang dapat di definisikan oleh kata-kata tersebut. Dalam
Al-Qur’an manusia berkali-kali diangkat derajatnya, berkali-kali pula
direndahkan. Mereka dinobatkan jauh mengunggulialam syurga, bumi, bahkan para
malaikat. Tetapai meraka bisa tidak lebih berarti dibandingkan dengan setan
terkutuk dan binatang jahanam. Manusia dihargai sebagai makhluk yang mampu
menaklukan alam, namun bisa juga merosot menjadi yang paling rendah. Oleh
karena itu, manusia harus menetapka sikap dan menentukan nasib akhirnya. Karena
ia memiliki segi-segi positif juga negatif, akal dan agamalah yang memberikan
petunjuk bagi manusia dalam kehidupan ini.[1]
B. Manusia
Sebagai Khalifah
Pembahasan khalifah secara bahasa berkaitan dengan bentukan kata tersebut.
Kata khilafah seakar dengan kata khalifah (mufrod), khalaif (jama’) dan khulafa (jama’). Semua kata tersebut
berasal dari kata dasar kholafa.
Kata khalifah telah mengalami
perkembangan arti, baik arti khusus maupun umum. Dalam first encyclopedia of
islam, khalifah berarti wakil, pengganti, penguasa, gelar bagi pemimpin
tertingi dalam komunitas muslim (title of
the supreme head of the muslim community), dan bermakna pengganti
Rasulullah. Kajian semantik dapat ditemukan dalam ayat al-quran mengenai makna
khalifah, salah satunya dalam surat al-baqarah ayat : 30 dan surat sad ayat :
26.
øÎ)ur
tA$s% /u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y`
Îû ÇÚöF{$#
ZpxÿÎ=yz ( .....
“ Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi....."
ß¼ãr#y»t $¯RÎ)
y7»oYù=yèy_
ZpxÿÎ=yz
Îû
ÇÚöF{$#
“Hai
Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi,....”
Secara istilah, menurut Ar-Raghib Al-Isfahani dalam kitab Mufrodat Fi Gharib Al-Qur’an menjelaskan
bahwa menggantikan yang lai berarti melaksanakan sesuatu atas nama yang
digantikan, baik bersama yang digantikannya maupun sesudahnya. Al-Maraghi,
mengartikan khalifah sebagai suatu jenis lain dari makhluk sebelumnya, namun
dapat pila diartikan sebagai pengganti (wakil) Allah SWT., dengan misi untuk
melaksanakan perintah-perintahnya terhadap manusia.
As-Suyuti mengutip pendapat Al-Farusi
Dan Muawiyah, bahwa khalifah adalah kepala pemerintahan umat islam. Pendapat
ini dikemukakan pula oleh Ibnu Katsir Dan Al-Qurthubi, pendapat lainnya
dikemukakan oleh Al-Wahidi Dan Asy-Syaukani. Keduanya membatasi masalah tersebut
pada pergantian kepemimpinan nabi secara bergantian menegakkan hukum Tuhan.
Begitu pula yang diungkapkan oleh Al-Maududi,
“khalifah pada hekekatnya merupakan manifestasi dari anugrah Allah, sang
penguasa tertinggi, sang hakim agung yang sebenarnya kepada manusia menjadi
wakilnya dalam menegakkan kekuasaan dan hukum Allah diantara manusia.
Konsekuensi logisnya, jika tidak, dan berlaku menegakkan hukum, selain Allah
merupakan pemberontakan atau kudeta melawan sang penguasa, sang hakim agung
yang hakiki. Dengan kata lai, perilaku tersebut sama dengan merubah anugrah menjadi
musibah.” Dalam sumber lain al-maududi menyatakan, “setiap muslim adalah
khalifah Allah dalam kadar masing-masing”.
C. Unsur-Unsur
Penciptaan Manusia
Dalam konteks ayat dan surat yang berbeda-beda,
Al-qur’an mengungkapkan beberapa komponen yang menjadi unsur dasar dalam proses
pembentukan manusia.
1. Al-ma`,
misalnya dalam surat Al-Anbiya` ayat 30 dan surat Al-Furqon ayat 54.
óOs9urr& tt
tûïÏ%©!$# (#ÿrãxÿx.
¨br& ÏNºuq»yJ¡¡9$#
uÚöF{$#ur $tFtR%2 $Z)ø?u
$yJßg»oYø)tFxÿsù (
$oYù=yèy_ur
z`ÏB Ïä!$yJø9$#
¨@ä. >äóÓx« @cÓyr (
xsùr& tbqãZÏB÷sã ÇÌÉÈ
“Dan
apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya.
Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka
tiada juga beriman?”(Q.S
Al-Anbiya`:30)
uqèdur Ï%©!$# t,n=y{ z`ÏB Ïä!$yJø9$# #Z|³o0 ¼ã&s#yèyfsù $Y7|¡nS #\ôgϹur 3 tb%x.ur y7/u #\Ïs% ÇÎÍÈ
“Dan
Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu
(punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha
Kuasa.” (Q.S Al-Furqan:54)
2. Al-`Ardh,
terdapat dalam surat Tahaa ayat 55 dan
surat Nuh ayat 17.
*
$pk÷]ÏB öNä3»oYø)n=yz
$pkÏùur
öNä.ßÏèçR
$pk÷]ÏBur öNä3ã_ÌøéU ¸ou$s?
3t÷zé&
ÇÎÎÈ
“Dari
bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan
kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain,”(Q.S
Tahaa:55)
ª!$#ur /ä3tFu;/Rr& z`ÏiB ÇÚöF{$# $Y?$t7tR ÇÊÐÈ
“Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya,”(Q.S
Nuh:17)
3. At-Turab,
dalam surat Al-Hajj ayat 5.
$ygr'¯»t â¨$¨Z9$# bÎ) óOçFZä. Îû 5=÷u z`ÏiB
Ï]÷èt7ø9$#
$¯RÎ*sù
/ä3»oYø)n=yz `ÏiB 5>#tè? §NèO `ÏB 7pxÿõÜR §NèO
ô`ÏB
7ps)n=tæ ¢OèO
`ÏB 7ptóôÒB
7ps)¯=sC
Îöxîur 7ps)¯=sèC
tûÎiüt7ãYÏj9 öNä3s9 4
É)çRur Îû ÏQ%tnöF{$#
$tB âä!$t±nS
#n<Î) 9@y_r& wK|¡B
§NèO
öNä3ã_ÌøéU WxøÿÏÛ ¢OèO
(#þqäóè=ö7tFÏ9 öNà2£ä©r&
(
Nà6ZÏBur `¨B 4¯ûuqtGã Nà6ZÏBur
`¨B tã #n<Î) ÉAsör&
ÌßJãèø9$#
xøx6Ï9 zNn=÷èt .`ÏB
Ï÷èt/ 8Nù=Ïæ $\«øx©
4
ts?ur
ßöF{$# ZoyÏB$yd !#sÎ*sù
$uZø9tRr&
$ygøn=tæ uä!$yJø9$# ôN¨tI÷d$# ôMt/uur
ôMtFt6/Rr&ur `ÏB Èe@à2 £l÷ry 8kÎgt/ ÇÎÈ
Hai
manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka
(ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari
setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang
sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu
dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah
ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan
berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada
yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai
pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah
diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami
turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai
macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Q.S Al-Hajj:5)
4. Ath-Thin
dalam sutat As-Sajadah ayat 7, surat Al-An`Am ayat 2, dan Surat As-Saffat ayat
11.
üÏ%©!$# z`|¡ômr& ¨@ä.
>äóÓx« ¼çms)n=yz (
r&yt/ur t,ù=yz Ç`»|¡SM}$# `ÏB &ûüÏÛ ÇÐÈ
“Yang
membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai
penciptaan manusia dari tanah.”(Q.S
As-Sajadah:7)
uqèd
Ï%©!$# Nä3s)n=yz `ÏiB
&ûüÏÛ
¢OèO #Ó|Ós% Wxy_r& (
×@y_r&ur
K|¡B ¼çnyYÏã (
¢OèO óOçFRr&
tbrçtIôJs?
ÇËÈ
“Dialah
Yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal (kematianmu),
dan ada lagi suatu ajal yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah
mengetahuinya), kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu).”(Q.S
Al-An`Am:2)
5. Shalshal,
dalam surat Ar-Rahman ayat 14 dan surat Al-Hijr ayat 26.
Yn=y{ z`»|¡SM}$# `ÏB 9@»|Áù=|¹ Í$¤xÿø9$%x. ÇÊÍÈ
“Dia
menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar,”(Q.S
Ar-Rahman:14)
ôs)s9ur $oYø)n=yz z`»|¡SM}$#
`ÏB 9@»|Áù=|¹ ô`ÏiB :*uHxq 5bqãZó¡¨B ÇËÏÈ
“Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang
berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.”(Q.S
Al-Hijr:26)
Ayat pertama merupakan keterangan umum
bahwa semua makhluk hidup yang ada di bumi diciptakan dari air. Dan ayat kedua
merupakan penegasan secara khusus bahwa
manusia sebagaimana halnya makhlik-makhluk hidup yang lain, awal kehidupannya
berasal dari air. Pada ayat ketiga tuhan menyatakan bahwa manusia diciptakan
dari sebagian unsur-unsur yang terkandung dalam bumi (Al-`Ardh). Kemudian ditegaskan lagi dalam surat al-hajj ayat 5
bahwa sebagian unsur-unsur yang terdapat dibumi adalah At-Turab (tanah) yang mengandung berbagai unsur pentimg bagi
pembentukan biologis manusia.
Ayat-ayat selanjutnya mengandung
penjelasan tentang sifat-sifat dari Ath-Thin
(tanah subur) yang menjadi unsur dasar pembentukan manusia. Thin Lazib dalam Q.S As-Saffat ayat 11
sebagaimana dikemukakan oleh Ath-Thabary berarti tanah yang mengandung berbagai
unsur campuran. Adapun Shalshal Ka
Al-Fakhkhar dalam Q.S Ar-Rahman ayat 14 dan Shalshal Min Hama` Masnun
dalam Q.S Al-Hijr ayat 26 menerangkan proses perubahan sifat-sifat tanah, yaitu
dari bahan dasar berupa tanah yang mengandung berbagai unsur campuran, kemudian
menjdi tanah liat, berbentuk rupa, selanjutnya menjadi kering dan keras seperti
tembikar.[2]
D. Proses
Penciptaan Manusia
$¨B ö/ä3s9 w tbqã_ös? ¬!
#Y$s%ur ÇÊÌÈ
ôs%ur ö/ä3s)n=s{ #·#uqôÛr& ÇÊÍÈ
“Mengapa
kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Padahal Dia sesungguhnya telah
menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian”(Q.S
Nuh:13-14)
Lafaz Athawara
yang terdapat dalam ayat diatas dipahami oleh jumhur mufasirin sebagai
bertahap-tahap atau bertingkat-tingkat, dan mereka sepakat bahwa konotasi ayat
tersebut menunjuk pada tahapan-tahapan pertumbuhan janin dalam rahim ibunya,
sebagaimana yang dijelaskan rinciannya dalam surat Al-Mu`Minun ayat 14 dan
surat Al-Hajj ayat 5.
Selanjutnya
Al-Qur’an
menyatakan proses penciptaan manusia mempunyai dua tahapan yang berbeda, yaitu:
Pertama, disebut dengan tahapan primordial. Manusia
pertama, Adam a.s. diciptakan dari al-tin (tanah), al-turob
(tanah debu), min shal (tanah liat), min hamain masnun (tanah
lumpur hitam yang busuk) yang dibentuk Allah dengan seindah-indahnya, kemudian
Allah meniupkan ruh dari-Nya ke dalamA diri (manusia) tersebut (Q.S, Al An’aam
(6):2, Al Hijr (15):26,28,29, Al Mu’minuun (23):12, Al Ruum (30):20, Ar Rahman
(55):4). Kedua, disebut dengan tahapan biologi.
Penciptaan manusia selanjutnya adalah melalui proses biologi yang dapat
dipahami secara sains-empirik. Di dalam proses ini, manusia diciptakan dari
inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang tersimpan dalam
tempat yang kokoh (rahim). Kemudian nuthfah itu dijadikan darah
beku (‘alaqah) yang menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut kemudian
dijadikan-Nya segumpal daging (mudghah) dan kemudian dibalut dengan
tulang belulang lalu kepadanya ditiupkan ruh (Q.S, Al Mu’minuun (23):12-14).
Hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim menyatakan bahwa ruh dihembuskan
Allah swt. ke dalam janin setelah ia mengalami perkembangan 40 hari nuthfah,
40 hari ‘alaqah dan 40 hari mudghah.[3]
E. Manusia
Sebagai Kunci Peradaban
Secara prospektif, manusia dapat
menentukan masa depannya atas dasar pengetahuan tentang diri, pengetahuan
tentang kehidupan di sekelilingnya, dan berdasarkan intelek serta pemeliharaan
diri secara baik. Lingkup tindakan manusia dalam mewujudkan peran-peran itu
jauh lebih luas dari pada yang dimiliki binatang. Dengan demikian, hanya
manusia makhluk yang melalui hukum-hukum penciptaan, dikaruniai kemampuan
menyusun pedoman bagi dirinya untuk mencapai masa depan seperti yang
dikehendaki.
Dalam analisis lain, kunci peradaban
manusia dapat dimulai dari diri manusia sebagaimana surat ar-ra`d ayat 11:
cÎ)
©!$#
w çÉitóã $tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçÉitóã $tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3 ....
Sesungguhnya
Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan
yang ada pada diri mereka sendiri. .
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Manusia
dalam pandangan islam selalu dikaitkan dengan suatu kisah. Didalamnya manusia
tidak semata-mata digambarkan sebagai hewan tingkat tinggi yang berkuku pipih,
berjalan dengan dua kaki, dan pandai berbicara. Lebih dari itu, menurut
Al-Qur’an, manusia lebih luhur dan ghaib dari pada yang dapat di definisikan
oleh kata-kata tersebut. Dalam Al-Qur’an manusia berkali-kali diangkat
derajatnya, berkali-kali pula direndahkan. Mereka dinobatkan jauh
mengunggulialam syurga, bumi, bahkan para malaikat. Tetapai meraka bisa tidak
lebih berarti dibandingkan dengan setan terkutuk dan binatang jahanam. Manusia
dihargai sebagai makhluk yang mampu menaklukan alam, namun bisa juga merosot
menjadi yang paling rendah. Oleh karena itu, manusia harus menetapka sikap dan
menentukan nasib akhirnya. Karena ia memiliki segi-segi positif juga negatif,
akal dan agamalah yang memberikan petunjuk bagi manusia dalam kehidupan ini.
Proses kejadian manusia berdasarkan
Al-Qur’an dan As Sunnah terjadi dalam dua tahap. Pertama, tahapan primordial,
yakni proses penciptaan nabi Adam a.s sebagai manusia pertama. Kedua, tahapan
biologi, yakni manusia diciptakan dari inti sari tanah yang dijadikan
air mani (nuthfah) yang tersimpan dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian nuthfah itu dijadikan darah beku (‘alaqah) yang
menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut kemudian dijadikan-Nya segumpal
daging (mudghah) dan kemudian dibalut dengan tulang belulang lalu
kepadanya ditiupkan ruh.
DAFTAR
PUSTAKA
Dedi supriyadi, filsafat agama, pustaka setia bandung:
2012
https://updateberitamu.wordpress.com/2014/10/10/makalah-proses-penciptaan-manusia-menurut-islam/
[1]
Dedi supriyadi, filsafat agama, pustaka setia bandung:
2012, hlm.247-252
[2]
Ibid, hlm.252-271
[3]
https://updateberitamu.wordpress.com/2014/10/10/makalah-proses-penciptaan-manusia-menurut-islam/
0 komentar:
Post a Comment