MASHLAHAH
MURSALAH DAN ISTISHAB PENGERTIAN SYARAT DAN KEHUJAHAN NYA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
perkembangan Islam banyak sekali dasar yang telah menjadi dasar hukum yang kita
ketahui selain Al-Qur’an dan As-Sunnah dimana contohnya Ijma, Uruf dan lain
sebagainya. Sebagaimana sudah menjadi perbincangan para ulama ushul fiqih. Dan
banyak pula perbedaan para ulama-ulama ushul fiqih dan para imam-imam, ada yang
mangakui kehujjahan dari maslahah mursalah dan ada pula yang menolak
kehujjahannya.
Dari latar belakang diatas kami
mengambil kesimpulan yang telah kami rumuskan dalam beberapa rumusan masalah,
yaitu pertama; pengertian maslahah mursalah, kedua; macam-macam maslahah
mursalah, ketiga; syarat-syarat maslahah
mursalah, keempat; dalil para ulama.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
MASLAHAH
MURLSALAH
1.
Pengertian
Maslahah Mursalah
Maslahah
mursalah adalah[1]
suatu kemaslahatan yang tidak mempunyai dasar dalil, tetapi jugan tidak ada
pembatalannya. Jika terdapat suatu kejadian yang tidak ada ketentuan syariat
dan tidak ada illat yang keluar dan syara’ yang menentukan kejelasan hukum
kejadian tersebut, kemudian ditemukan sesuatu yang sesuai dengan hukum syara’
yakni suatu ketentuan yang berdasarkan pemeliharaan kemudharatan atau untuk
menyatakan suatu manfaat, maka kejadian tersebut dinamakan maslahah
al-mursahalah. Tujuan utamanya ialah kemaslahatan yakni memelihara dari
kemudharatan dan menjaga manfaatnya.
2.
Syarat-syarat
Maslahah Mursalah[2]
a. Maslahah itu harus hakikat, bukan dugaan
b. Maslahah itu harus bersifat umum dan menyeluruh
c. Maslahah itu harus sejalan dengan tujuan
hukum-hukum yang dituju oleh syara’
d. Maslahah itu bukan masalah yang tidak
benar
3.
Macam
– macam Maslahah
a.
Masalah
Daruruiyah
Adalah perkara-perkara yang menjadi
tempat tegaknya kehidupan manusia, yang bila ditinggalkan maka rusaklah
kehidupan, timbulah fitnah dan kehancuran yang hebat
b.
Masalah
Hajjiyah
Adalah semua bentuk perbuatan dan
tindakan yang tidak terkait dengan dasar yang lain (yang ada pada masalah
daruriyah) yang dibutuhkan oleh masyarakat tetap juga terwujud tetapi dapat
menghindarkan kesulitan dan menghindarkan kesempitan.
c.
Masalah
Tahsiniyah
Adalah mempergunakan semua yang
banyak dan pantas yang dibenarkan oleh adat kebiasaan yang baik dan dicakup
oleh bagian mahasinul akhlak
4.
Kehujjahan
Maslahah Mursalah
Dalam kehujjahan maslahah mursalah
terdapat perbedaan pendapat diantara kalangan ulma ushul diantaranya ;
a.
Masalah
mursalah tidak dapat menjadi hujjah/dalil menurut ulama-ulama syafi’iyah dan
sebagian ulama malikiah seperti ibnu hajib dan ahli zahir
b.
Masalah
mursalah dapat menjadi hujjah/dalil menurut sebagian ulama maliki dan sebagian
ulama syafi’iah tetapi harus memenuhi syarat yang ditentukan oleh ulama-ulama
ushul
c.
Imam
Al-Qarafi berkata tentang maslahah mursalah : sesungguhnya berhujjah dengan
maslahah mursalah dilakukan oleh semua mazhab, karena mereka melakukan qias dan
mereka membedakan antara yang satu dengan yang lainya karena adanya
ketentuan-ketentuan hukum yang mengikat.
B. ISTISHAB
1.
Pengertian
Istishab
Istishab secara harfiah adalah
menetapkan sesuatu menurut keadaan sebelumnya sampai terdapat dalil-dalil yang
menunjukan perubahan keadaan, atau kejadian hukum yang telah ditetapkan pada
masa lampausecara kekal menurut keadaanyasampai terdapat dalil-dalil yang
menunjukan perubahannya.[3]
2.
Macam-macam
Istishab
a.
Istishab
Hukum Al-ibadah Al-asliyyah
Maksudnya menetapkan hukum sesuatu
yang bermanfaat bagi manusia adalah boleh, selama belum ada dalil yang
menunjukan keharamannya.
b.
Istishab
yang menurut akal dan syara’ hukumnya tetap berlangsung terus
c.
Istishab
terhadap dalil yang bersifat umum sebelum datangnya dalil yang menghususkannya
dan istishab dengan nash selama tidak ada dalil
nash (yang membatalkannya)
d.
Istishab
hukum akal sampai datangnya hukum syar’i
Maksudnya adalah umat manusia tidak
dikenakan hukum-hukum syar’i sebelum datangnya syara’
e.
Istishab
hukum yang ditetapkan berdasarkan ijma’ diperselisihkan
3.
Syarat-syarat
Istishab
Dalam penerapan istishab para ulama
berbeda dengan syarat yang ditentukan :
a.
Syafi’iyyah
dan hanabillah serta zaidiyah dan dhahiriyah berpendapat bahwa hak-hak yang
timbul tetap menjadi hak seseorang yang berhak terhadap hak-hak terssebut
b.
Hanafiyah
dan malikiah membatasi istishab terhadap aspek yang menolak saja dan tidak
terhadap aspek yang menarik (ijabi) menjadi hujjah untuk menolak tetapi tidak
untuk mentsabitkan
4.
Kehujjahan
Istishab
Istishab adalah ahir dalil syara’
yang dijadikan tempat kembali bagi para mujtahid untuk mengetahui hukum suatu
peristiwa yang dihadapinya. Ulama ushul berkata : “sesungguhnya istishab ialah
ahir tempat berada fatwa” yaitu mengetahui sesuatu menurut hukum yang telah
ditetapkan baginya selama tidak terdapat dalil yang mengubahnya. Ini adalah
teori dalam pengambilan dalil yang tidak menjadi kebiasaan dan tradisi manusia
dalam mengelola berbagai ketetapan untuk mereka.
Istishab juga telah dijadikan dasar bagi
prinsip-prinsip syari’at antara lain sebagai berikut : “asal sesuatu adalah
ketetapan yang ada menurut keadaan semula sehingga terdapat suatu ketetapan
yang mengubahnya.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Didalam
ilmu ushul fiqih terdapat sumber hukum islam yang tidak disepakati yakni
istihsan, maslahah mursalah, dan istishab.
Berpindah
dari suatu ketentuan hukum yang menjadi konsekuensi dari suatu dalil syara’
terhadap suatu peristiwa hukum, kepada ketentuan hukum yang lain terhadapnya
karena perpindahan tersebut disebut istihsan.
Suatu
kemaslahatan yang tidak mempunyai dasar dalil tetapi juga tidak ada
pembatalanya disebut dengan maslahah mursalah dan apabila suatu perkara sudah
ditetapkan pada suatu waktu, maka ketentuan tetap seperti itu sebelum ada dalil
baru yang mengubahnyaitulah yang dimaksud istishab.
DAFTAR PUSTAKA
Syafi’i, rachmat. 1999. Ilmu ushul fiqih. Bandung :
cv pustaka setia
Uman, chaerul. 1998. Ushul fiqih 1. Bandung : cv
pustaka setia
CATATAN KAKI
[1] Rahmat syafi’i, ilmu ushul fiqih, cv pustaka
setia. Bandung, 1999. Hlm. 111
[2] Chaerul uman, ushul fiqih 1, cv pustaka setia.
Bandung : 1998. Hlm. 122
[3] Rahmat syafi’i, op.cit. hlm. 117
[4] Chairul uman, op.cit. hlm. 138
[5] Rahmat syafi’i, op,cit. Hlm. 125
[1]
Rahmat syafi’i, ilmu ushul fiqih, cv pustaka setia. Bandung, 1999. Hlm.117
[2]
Chaerul uman, ushul fiqih 1, cv pustaka setia. Bandung : 1998. Hlm. 138
[3]
Rahmat syafi’i, ilmu ushul fiqih, cv pustaka setia. Bandung, 1999. Hlm.125
0 komentar:
Post a Comment