AL-SUNNAH SEBAGAI SUMBER DAN DALIL
HUKUM SYARA’ : PEMBAGIAN, TINGKAT KEKUATAN DAN DILALAH NYA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Perbuatan
yang boleh dilakukan dan jika ditinggalkan tidak berdosa atau tidak mendapatkan
apa-apa adalah pengertian dari as-sunnah. Sunnah yaitu perbuatan
Nabi dari perkataan, perbuatan dan tingkah laku Nabi. Nabi Muhammad SAW. Adalah
contoh suri tauladan yang baik bagi umat manusia di muka bumi ini. Karena
dengan adanya Nabi Muhammad SAW. Maka manusia khususnya muslim mendapatkan
rahmat yang diberikan Allah melalui perantara Nabi Muhammad SAW.
Dari
latar belakang diatas, maka disini penulis akan menyampaikan makalah yang
berjudul tentang As-Sunnah sebagai Sumber dan Dalil Syara’ yang secara ringkas
sudah kami sajikan secara terperinci agar mudah untuk dipahami dan dimengerti.
BAB II
PEMBAHASAN
AS-SUNNAH SEBAGAI
SUMBER DAN DALIL SYARA’
A. DEFINISI
AS-SUNNAH
Sunnah secara etimologi
berarti cara yang dibiasakan atau cara yang terpuji, sunnah lebih umum disebut
dengan hadis yang mempunyai beberapa arti secara etimologis yaitu Qarib artinya
dekat,jadid artinya baru, dan khabar artinya
berita.[1]
Dari beberapa arti
tersebut, yang sesuai dengan pembahasan ini adalah hadist dalam arti khabar,
seperti tersebut dalam firman Allah SWT. dibawah ini:
Artinya: “Maka hendaklah mereka
mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran itu jika mereka orang-orang yang
benar.” (Q.S. Ath-Tur: 34).[2]
Dari
hadist Nabi SAW. Kata hadist dipakai dengan arti khabar, terdapat
dalam sabdanya yang artinya “Hampir-hampir akan ada seseorang di antara kamu
yang akan berkata, “Ini Kitab Allah, apa yang halal di dalamnya kami halalkan
dan apa yang haram didalamnya kami haramkan.” Ketahuilah barang siapa sampai
kepadanya suatu khabar dari aku, lalu ia dustakan berarti ia telah mendustakan
tiga orang dia mendustakan Allah, mendustakan Rasul-Nya, dan mendustakan orang
yang menyampaikan berita itu”. (HR. Ahmad dan Ad-Darimi).[3]
Pengertian
sunnah menurut secara terminologi bisa dilihat dari tiga bidang ilmu yaitu ilmu
hadist, ilmu fiqih, dan ilmu ushul fiqih. Menurut ulama ahli hadist, sunnah
identik dengan hadist yaitu semua yang disandarkan kepdaa Nabi Muhammad SAW.
baik perkataan, perbuatan ataupun ketetapannya sebagai manusia biasa termasuk
akhlaknya baik sebelum atau sesudah menjadi Rasul.[4]
Menurut
ulama’ Ushul Fiqih sunnah diartikan sebagai semua yang lahir dari Nabi SAW.
selain Al-Qur’an baik berupa perkataan, perbuatan ataupun pengakuan.
Jelasnya,
setiap perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabi SAW. yang berkaitan dengan hukum
dinamakan hadis.
Adapun
pengertian sunnah menurut para ahli fiqih, disamping mempunyai arti seperti
yang dikemukakan para ulama usuhul fiqih, juga dimaksudkan sebagai salah satu
hukum taklif yang mengandung pengertian, perbuatan yang
apabila dikerjakan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa.
Dari
beberapa pengertian diatas, tampak bahwa sunnah/hadist menurut para ulama’ ahli
hadist itu mempunyai pengertian lebih luas daripada menurut ulama ahli ushul.
Ulama ahli hadist memandang bahwa semua yang datang dari Nabi SAW. (perkataan,
perbuatan dan taqriri) baik yang berkaitan dengan hukum atau tidak. Sedangkan
menurut ulama ahli ushul hanya terbatas pada sesuatu yang berkaitan dengan
hukum. Diluar hukum bukan dinamakan hadist, seperti cara berpakaian, cara makan
dan sebagainya[5].
B. PEMBAGIAN
SUNNAH
Sunnah atau hadist
berdasarkan definisi menurut para ahli diatas, dapat dibedakan menjadiSunnah
Qauliyah, Sunnah Fi’liyah dan Sunnah Taqririyah. Adapun
penjelasanya sebagai berikut:
1. Sunnah Qauliyah
Sunnah Qauliyah yang sering
dinamakan juga dengan khabar atau berita berupa perkataan Nabi
SAW. yang didengar dan disampaikan oleh seseorang atau beberpa sahabat kepada
orang lain.
2. Sunnah Fi’liyah
Sunnah fi’liyah yaitu
setiap perbuatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. yang
diketahui dan disampaikan oleh para sahabat kepada orang lain. Misalnya, cara
wudhu yang dipraktekan Nabi SAW, tatacara sholat dan haji.
3. Sunnah Taqririyah
Sunnah Taqririyah yaitu perbuatan atau
ucapan sahabat yang dilakukan dihadapan atau sepengetahuan Nabi SAW. tetapi
Nabi hanya diam dan tidak mencegahnya. Sikap diam dan tidak mencegah menunjukan
persetujuan Nabi SAW. Misalnya, kasus Amr ibn Al-Ash yang berada dalam
keadaan junub (wajib mandi), pada sautu malam yang snagat
dingin, ia tidak sanggup mandi karena khawatir akan sakit, Amr ibnu Al-Ash
ketika itu hanya bertayamum. Lalu hal itu disampaikan kepada Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW. kemudian bertanya kepada Amr ibnu Al-Ash, “Engkau
melaksanakan shalat bersama-sama teman engkau, sedangkan dawlam keadaan junub?”
Amr ibnu Al-Ash menjawab “Saya ingat firman Allah SWT. Mengatakan “Jangan kamu
membunuh diri kamu, sesungguhnya Allah itu Maha pengasih lagi Maha Penyayang,
lalu saya bertayamum dan langsung shalat.” Mendengar jawaban Amr ibnu Al-Ash
ini Rasulullah SAW. tertawa dan tidak berkomentar apapun (HR. Ahmad
ibnu Hanbal dan Al-Baihaqi).[6]
C. TINGKAT
KEKUATAN ATAU KEHUJJAHAN SUNNAH
Tidak ada perbedaan
pendapat jumhur ulama’ tentang sunnah Rasul sebagai sumber hukum yang kedua
sesudah Al-Qur’an. Didalam menentukan suatu keputusan hukum, seperti
menghalalkan atau mengharamkan sesuatu. Kekuatanya sama dengan Al-Qur’an. Oleh
karena itu, wajib bagi umat Islam menerima dan mengamalkan apa-apa yang
terkandung didalamnya selama hadist itu sah dari Rasulullah SAW.
Kehujjahan sunnah
berdasarkan beberapa Ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah diantaranya:
1. Apa-apa
yang diberiakn Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa-apa yang dilarangnya
bagimu maka tinggalkanlah. (Q.S. Al-Hasyr: 7)
2. Hai
0rang-0rang yang beriman taatilah Allah dan Taatilah Rasulnya (Q.S.
An-Nisa’: 59)
3. Barang
siapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah (Q.S.
An-Nisa’: 80).
D. DILALAH HADIST
Menurut pembagian para
ulama’ Hanafiah, hadis ditinjau dari segi periwayatnya dibagi menajdi Hadist
Mutawatir, Hadist Masyhur, dan Hadist Ahad.
1. Hadist Mutawatir
Hadist Mutawatir adalah hadist
yang diriwayatkan Nabi SAW. pada masa sahabat, tabiin, dan tabiit tabiiin, oleh
karena itu, orang banyak yang menurut adat kebiasaan tidak mungkin mereka
sepakati untuk berbuat dusta, lantaran banyaknya jumlah mereka, kepercayaannya
dan perbedaan daerah dan tempat tinggal mereka. Contohnya banyak sekali, dari
sunnah amaliyah, seperti cara Nabi melakukan shalat, berpuasa, haji dan lain
sebagainya.
2. Hadist Masyhur
Hadist Masyhur adalah hadist
yang diriwayatkan dari Nabi oleh para sahabat atau sekelompok orang banyak yang
tidak sampai pada batas mutawatir, kemudian diriwayatkan pada masa tabi’in dan
masa tabiit tabiin oleh sejumlah orang yang sampai pada batas mutawatirnya.
3. Hadist Ahad
Hadist Ahad adalah hadist
yang diriwayatkna oleh Rasulullah SAW. oleh sejumlah orang yang tidak sampai
pada batas mutawatir dalam tiga masa. Hadist ini disebut juga dengan khabar
ahad atau khabar khasah.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari
pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Sunnah secara
etimologi berarti cara yang dibiasakan atau cara yang terpuji, sunnah lebih
umum disebut dengan hadis yang mempunyai beberapa arti secara etimologis
yaitu Qarib artinya dekat, jadid artinya
baru, dan khabarartinya berita.
Ada beberapa pembagian
sunnah yang sering kita ketahui dikehidupan sehari-hari diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Sunnah Qauliyah
2. Sunnah Fi’liyah
3. Sunnah Taqririyah.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen Agama
RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Al-Waah, 1989).
Chaerul Uman
dkk, Ushul Fiqih I, (Bandung: Pustaka Setia, 2000).
FOOTNOTE
0 komentar:
Post a Comment