Diajukan untuk Dipresentasikan dalam
Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Oleh:
YESI YUARDANI
Dosen Pembimbing;
Zulfikri
PROGRAM STUDI MANAJEMEN HAJI DAN UMROH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI
1441 H/2020 M
DAFTAR ISI
COVER
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN..................................................................................................3
A. Latar Belakang.............................................................................................3
B. Rumusan Masalah........................................................................................3
C. Tujuan..........................................................................................................3
BAB II
PEMBAHASAN................................................................................................... 4
A. Pengertian ontologi…..……………...........................................................4
B. Pengertian Epistimologi...…….……......................................................... 5
C. Pengertian aksiologi……………………................................................... 7
D. Hubungan ontologi, epistimologi dan aksiologi dengan ekonomi islam...8
BAB III
PENUTUP………………………………………………………………………...12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang sering terkait, baik secara substansial maupun hisfories karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadapan filsafat. Menurut Lewis White Beck, filsafat ilmu bertujuan membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan nilai dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
Pembahasan filsafat ilmu sangat penting karena akan mendorong manusia untuk lebih kreatif dan inovatif. Filsafat ilmu memberikan spirit bagi perkembangan dan kemajuan ilmu dan sekaligus nilai-nilai moral yang terkandung pada setiap ilmu baik pada tataran ontologis, epistemologis maupun aksiologi.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Ontologi?
2. Apa yang dimaksud dengan epistimologi?
3. Apa yang dimaksud dengan Aksiologi?
4. Apa Hubungan ontologi, epistimologi dan aksiologi dengan ekonomi Islam?
C. Tujuan
Dapat mengetahui:
1. Pengertian ontologi
2. Pengertian epistimologi
3. Pengertian aksiologi
4. Hubungan ontologi, epistimologi dan aksiologi dengan ekonomi islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian ontologi
Kata ontologi berasal dari perkataan yunani, yaitu Ontos: being, dan Logos:logic. Jadi, ontologi adalah the theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan) atau ilmu tentang yang ada. Ontologi diartikan sebagai suatu cabang metafisika yang berhubungan dengan kajian mengenai eksistensi itu sendiri. Ontologi mengkaji sesuai yang ada, sepanjang sesuatu itu ada.
Ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Ontos (hakikat) dan Logos (teori). Filsafat ontologi membicarakan hakikat segala sesuatu, ini berupa pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu, ilmu yang mempelajari prinsip yang paling mendalam. Aliran dalam filsafat Ontologi diantaranya adalah: Monisme, Dualisme, Pluralisme, Nihilisme, Realisme dan Agnotisisme.
Clauberg menyebut ontologi sebagai “ilmu pertama,” yaitu studi tentang yang ada sejauh ada. Studi ini dianggap berlaku untuk semua entitas, termasuk Allah dan semua ciptaan, dan mendasari teologi serta fisika. Pertanyaan yang berhubungan obyek apa yang dikaji oleh pengetahuan itu (ontologi), bagaimana cara mengetahui pengetahuan tersebut (epistemologi), dan apa fungsi pengetahuan tersebut (aksiologi).
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Kajian tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis adalah Thales, Plato, dan Aristoteles. Thales, misalnya, melalui perenungannya terhadap air yang ada di mana-mana, ia sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan “substansi terdalam” yang merupakan asal mula dari segala sesuatu. Yang penting bagi kita sesungguhnya bukanlah ajarannya yang mengatakan air itulah asal mula segala sesuatu, melainkan pendiriannya bahwa “mungkin sekali segala sesuatu berasal dari satu substansi belaka.”
Menurut The Liang Gie, ontologi adalah bagian dari filsafat dasar yang mengungkap makna dari sebuah eksistensi yang pembahasannya meliputi persoalan-persoalan berikut: (a) apakah artinya ada, hal yang ada?; (b) apakah golongan-golongan dari hal yang ada?; (c) apakah sifat dasar kenyataan dan hal ada?; (d) apakah cara-cara yang berbeda dalam entitas dari kategori-kategori logis yang berlainan (misalnya objek-objek fisis, pengertian unuiversal, abstraksi dan bilangan) dapat dikatakan ada? Kemudian dalam Ensiklopedi Britannica dijelaskan bahwa ontologi adalah teori atau studi tentang yang ada (being/wujud) seperti karakteristik dasar dari seluruh realitas. Ontologi sinonim dengan metafisika, yaitu studi filosofis untuk menentukan sifat nyata yang asli (real nature) dari suatu benda untuk menentukan arti, struktur, dan prinsip benda tersebut.
Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda dimana entitas (wujud) dari kategori-kategori yang logis yang berlainan (objek-objek fisik, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada dalam rangka tradisional. ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan dalam hal pemakaianya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada.
Para ahli memberikan pendapatnya tentang realita itu sendiri, diantaranya Bramel. Ia mengatakan bahwa ontologi ialah interpretasi tentang suatu realita dapat bervariasi, misalnya apakah bentuk dari suatu meja, pasti setiap orang berbeda-beda pendapat mengenai bentuknya, tetapi jika ditanyakan bahanya pastilah meja itu substansi dengan kualitas materi, inilah yang dimaksud dari setiap orang bahwa suatu meja itu suatu realita yang kongkrit. Plato mengatakan jika berada di dua dunia yang kita lihat dan kita hayati dengan kelima panca indra kita nampaknya cukup nyata atau real.
Adapun mengenai objek material ontologi ialah yang ada, yaitu ada individu, ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk kosmologi dan metafisika dan ada sesudah kematian maupun sumber segala yang ada. Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas, bagi pendekatan kualitif, realitas tranpil dalam kuantitas atau jumlah, telaahnya menjadi telaah monism, paralerisme atau plurarisme.
B. Pengertian Epistimologi
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani “Episteme” dan “Logos”. “Episteme” berarti pengetahuan (knowledge), “logos” berarti teori. Dengan demikian, epistemologi secara etimologis berarti teori pengetahuan. Epistemologi mengkaji mengenai apa sesungguhnya ilmu, dari mana sumber ilmu, serta bagaimana proses terjadinya. Dengan menyederhanakan batasan tersebut, Brameld mendefinisikan epistimologi sebagai “it is epistemologi that gives the teacher the assurance that he is conveying the truth to his student”. Definisi tersebut dapat diterjemahkan sebagai “epistemologi memberikan kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada murid-muridnya”. Disamping itu banyak sumber yang mendefinisikan pengertian epistemologi di antaranya:
1. Epistemologi adalah cabang ilmu filsafat yang mengenarahi masalah-masalah filosofikal yang mengitari teori ilmu pengetahuan.
2. Epistemologi adalah pengetahuan sistematis yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas, dan kebenaran pengetahuan (ilmiah).
3. Epistemologi adalah cabang atau bagian filsafat yang membicarakan tentang pengetahuan, yaitu tentang terjadinya pengetahuan dan kesahihan atau kebenaran pengetahuan.
4. Epistemologi adalah cara bagaimana mendapatkan pengetahuan, sumber-sumber pengetahuan, ruang lingkup pengetahuan. Manusia dengan latar belakang, kebutuhankebutuhan, dan kepentingan-kepentingan yang berbeda mesti akan berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti dari manakah saya berasal? Bagaimana terjadinya proses penciptaan alam? Apa hakikat manusia? Tolak ukur kebaikan dan keburukan bagi manusia? Apa faktor kesempurnaan jiwa manusia? Mana pemerintahan yang benar dan adil? Mengapa keadilan itu ialah baik? Pada derajat berapa air mendidih? Apakah bumi mengelilingi matahari atau sebaliknya? Dan pertanyaan-pertanyaan yang lain. Tuntutan fitrah manusia dan rasa ingin tahunya yang mendalam niscaya mencari jawaban dan solusi atas permasalahan-permasalahan tersebut dan hal-hal yang akan dihadapinya. Pada dasarnya, manusia ingin menggapai suatu hakikat dan berupaya mengetahui sesuatu yang tidak diketahuinya.
Epistemologi atau teori mengenai ilmu pengetahuan itu adalah inti sentral setiap pandangan dunia. Ia merupakan parameter yang bisa memetakan, apa yang mungkin dan apa yang tidak mungkin menurut bidang-bidangnya, apa yang mungkin diketahui dan harus diketahui, apa yang mungkin diketahui tetapi lebih baik tidak usah diketahui, dan apa yang sama sekali tidak mungkin diketahui. Epistemologi dengan demikian bisa dijadikan sebagai penyaring atau filter terhadap objek-objek pengetahuan. Tidak semua objek mesti dijelajahi oleh pengetahuan manusia.
Epistemologi ini juga bisa menentukan cara dan arah berpikir manusia. Seseorang yang senantiasa condong menjelaskan sesuatu dengan bertolak dari teori yang bersifat umum menuju detail-detailnya, berarti dia menggunakan pendekatan deduktif. Sebaliknya, ada yang cenderung bertolak dari gejala-gejala yang sama, barulah ditarik kesimpulan secara umum, berarti dia menggunakan pendekatan induktif.
Bahwa epistemologi keilmuan pada hakikatnya merupakan gabungan antara berpikir secara rasional dan berpikir secara empiris. Kedua cara berpikir tersebut digabungan dalam mempelajari gejala alam untuk menemukan kebenaran, sebab secara epistemologi ilmu memanfaatkan dua kemampuan manusia dalam mempelajari alam, yakni pikiran dan indera. Oleh sebab itu, epistemologi adalah usaha untuk menafsir dan membuktikan keyakinan bahwa kita mengetahuan kenyataan yang lain dari diri sendiri. Usaha menafsirkan adalah aplikasi berpikir rasional, sedangkan usaha untuk membuktikan adalah aplikasi berpikir empiris.
C. Pengertian aksiologi
Secara etimologis, aksiologi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “aksios” yang berarti nilai dan kata “logos” berarti teori. Jadi, aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. Dengan kata lain, aksiologi adalah teori nilai.
• Suriasumantri mendefinisikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.
• Aksiologi dalam Kamus Bahasa Indonesia (1995) adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.
• Menurut Wibisono seperti yang dikutip Surajiyo (2007), aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normatif penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan value and valuation. Memperbincangkan aksiologi tentu membahas dan membedah masalah nilai. Apa sebenarnya nilai itu? Bertens menjelaskan nilai sebagai sesuatu yang menarik bagi seseorang, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang dicari, sesuatu yang dicari, sesuatu yang disukai dan diinginkan. Pendeknya, nilai adalah sesuatu yang baik. Lawan dari nilai adalah non-nilai atau disvalue. Ada yang mengatakan disvalue sebagai nilai negatif. Sedangkan sesuatu yang baik adalah nilai positif. Hans Jonas, seorang filsuf Jerman-Amerika, mengatakan nilai sebagai the addresse of a yes. Sesuatu yang ditujukan dengan ya. Nilai adalah sesuatu yang kita iya-kan atau yang kita aminkan. Nilai selalu memiliki konotasi yang positif.
D. Hubungan ontologi, epistimologi dan aksiologi dengan ekonomi islam
Ilmu ekonomi Islam pada dasarnya merupakan perpaduan antara dua jenis ilmu yaitu ilmu ekonomi dan ilmu agama Islam. Sebagaimana layaknya ilmu-ilmu lain, ilmu ekonomi Islam juga memiliki dua objek kajian yaitu objek formal dan objek material.
Objek formal ilmu ekonomi Islam adalah seluruh sistem produksi dan distribusi barang dan jasa yang dilakukan oleh pelaku bisnis baik dari aspek prediksi tentang laba rugi yang akan dihasilkan maupun dari aspek legalitas sebuah transaksi. Sedangkan objek materialnya adalah seluruh ilmu yang terkait dengan ilmu ekonomi Islam. Dengan mengetahui objek formal dan material sebuah ilmu, maka akan dapat ditelusuri eksistensinya melalui tiga pendekatan yang selalu dipergunakan dalam filsafat umum yaitu pendekatan ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
• Pendekatan ontologis dijadikan sebagai acuan untuk menentukan hakikat dari ilmu ekonomi Islam. Sedangkan
• pendekatan epistemologis dipergunakan untuk melihat prinsipprinsip dasar, ciri-ciri, dan cara kerja ilmu ekonomi Islam. Dan
• pendekatan aksiologis diperlukan untuk melihat fungsi dan kegunaan ilmu ekonomi Islam dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi manusia dalam kehidupan seharihari.
Dalam filsafat ilmu, ilmu dibagi dalam 3 bagian yakni : Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi. Berikut beberapa penjelasan mengenai pembagian ilmu filsafat tersebut dalam pandangan ekonomi Islam.
1. Landasan ontologi
Ontologi membicarakan tentang pencarian secara mendalam dan menyeluruh tentang hakikat yang ada dan yang dianggap ada. Ditinjau dari aspek Ontologi, ekonomi konvensional menggunakan landasan filsafat positivism yang berdasar empiris, yang mana mengejar material dan kebahagiaan di dunia tanpa memandang ada petunjuk Tuhan. Sedangkan dalam konsep ekonomi Islam, yang menjadi pedoman utama adalah petunjuk Allah berupa wahyu (Al-Qur’an, Hadist, Qiyas, Ijma’ dan Ijtihad).
Ekonomi islam ini membahas dua disiplin ilmu secara bersamaan. Dua disiplin ilmu tersebut adalah ilmu ekonomi dan fiqh muamalat. Dengan demikian, dalam ilmu ekonomi konvensional yang mendorong untuk melakukan kegiatan ekonomi itu semata-mata hanya untuk kepentingan pribadi (self-interest). Sedangkan dalam Islam yang menjadi pendorong adalah kehendak Allah SWT, yaitu; dalam rangka mengabdi dan mencari Ridha Allah SWT.
Secara ontologis, ilmu ekonomi Islam membahas dua disiplin ilmu secara bersamaan. Kedua disiplin ilmu itu adalah ilmu ekonomi murni dan ilmu fiqh muamalat. Dengan demikian, dalam operasionalnya ilmu ekonomi Islam akan selalu bersumber dari kedua disiplin ilmu tersebut. Persoalan ontologis yang muncul kemudian adalah bagaimana memadukan antara pemikiran sekular ilmu ekonomi dengan pemikiran sakral yang terdapat dalam fiqh muamalat. Persoalan ini muncul mengingat bahwa sumber ilmu ekonomi Islam adalah pemikiran manusia sedangkan sumber fiqh muamalat adalah wahyu yang didasarkan pada petunjuk AlQuran dan Hadits Nabi.
2. Landasan epistimologi
Epistimologi membicarakan tentang prosedur dan hubungan interdependensi. Secara epistimologi, ekonomi berasal dari oikonomia (Greek atau Yunani) kata oikonomia berasal dari 2 kat iokos yang berarti rumah tangga dan nomos yang berarti aturan. Menurut Islam istilah ruang lingkup ekonomi sebagai sebuah agama yang mengatur segala aspek kehidupan. Dan hal ini Yusuf Halim al-Alim mendefinisikan ilmu ekonomi Islam sebagai “Ilmu tentang hukum-hukum syariat aplikatif yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci terkait dengan mencari, membelanjakan dan cara-cara membelanjakan harta”
Ekonomi islam ini mempelajari perilaku muamalah masyarakat Islam yang sesuai dengan al-Qur’an, as-Sunnah, Qiyas dan Ijma’ dalam memenuhi kebutuhan hidupnya untuk mencari Ridha Allah SWT.
Dari sudut pandang epistemologi dapat diketahui bahwa ilmu ekonomi diperoleh melalui pengamatan (empirisme) terhadap gejala sosial masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengamatan yang dilakukan kemudian digeneralisasi melalui premis-premis khusus untuk mengambil simpulan yang bersifat umum. Pada tahap ini, ilmu ekonomi menggunakan penalaran yang bersifat kuantitatif. Perubahan dan keajegan yang diamati dalam sistem produksi dan distribusi barang dan jasa kemudian dijadikan sebagai teori-teori umum yang dapat menjawab berbagai masalah ekonomi. Sebagai sebuah contoh dapat dilihat dari teori permintaan (demand) dalam ilmu ekonomi yang berbunyi “apabila permintaan terhadap sebuah barang naik, maka harga barang tersebut secara otomatis akan menjadi naik”. Teori tersebut diperoleh dari pengalaman dan fakta di lapangan yang diteliti secara konsisten oleh para ahli ekonomi. Berdasarkan cara kerja yang demikian, penemuan teori-teori ilmu ekonomi dikelompokkan ke dalam context of discovery.
3. Landasan aksiologi
Aksiologi adalah membahas tentang nilai-nilai baik, moral atau agama. Ditinjau dari aspek aksiologi, tujuan ekonomi Islam adalah bahwa setiap kegiatan manusia didasarkan pada pengabdian kepada Allah dan dalam rangka melaksanakan tugas dari Allah untuk memakmurkan bumi
Ekonomi islam mengajarkan setiap kegiatan manusia didasarkan kepada pengabdian kepada Allah dan dalam rangka melaksanakan tugas dari Allah untuk memakmurkan bumi, maka dalam berekonomi umat Islam harus mengutamakan keharmonisan dan pelestarian alam. Kebahagiaan yang dikejar dalam Islam bukan samata-mata kebahagiaan di dunia saja, tetapi juga kebahagiaan di akhirat.
Ilmu ekonomi pada hakikatnya bertujuan untuk membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya . Sedangkan fiqh muamalat berfungsi untuk mengatur hukum kontrak (aqad) baik yang bersifat sosial maupun komersil. Secara pragmatis dapat disebutkan bahwa ilmu ekonomi lebih berorientasi materialis, sementara fiqh muamalat lebih terfokus pada halhal yang bersifat normatif. Atau dengan kata lain, ilmu ekonomi mempelajari teknik dan metode, sedangkan fiqh muamalat menentukan status hukum boleh tidaknya sebuah transaksi bisnis. Realitas di lapangan menunjukkan bahwa aspek aksiologis ilmu ekonomi konvensional dapat saja bertentangan dengan aspek aksiologis fiqh muamalat karena sesuatu yang sah dalam transaksi bisnis belum tentu sah dalam pandangan fiqh muamalat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. ontologi ialah interpretasi tentang suatu realita dapat bervariasi, misalnya apakah bentuk dari suatu meja, pasti setiap orang berbeda-beda pendapat mengenai bentuknya, tetapi jika ditanyakan bahanya pastilah meja itu substansi dengan kualitas materi, inilah yang dimaksud dari setiap orang bahwa suatu meja itu suatu realita yang kongkrit. Plato mengatakan jika berada di dua dunia yang kita lihat dan kita hayati dengan kelima panca indra kita nampaknya cukup nyata atau real.
2. Epistemologi berasal dari bahasa Yunani “Episteme” dan “Logos”. “Episteme” berarti pengetahuan (knowledge), “logos” berarti teori. Dengan demikian, epistemologi secara etimologis berarti teori pengetahuan. Epistemologi mengkaji mengenai apa sesungguhnya ilmu, dari mana sumber ilmu, serta bagaimana proses terjadinya.
3. Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai-nilai kehidupan.
4. Ilmu ekonomi Islam pada dasarnya merupakan perpaduan antara dua jenis ilmu yaitu ilmu ekonomi dan ilmu agama Islam. Sebagaimana layaknya ilmu-ilmu lain, ilmu ekonomi Islam juga memiliki dua objek kajian yaitu objek formal dan objek material. Objek formal ilmu ekonomi Islam adalah seluruh sistem produksi dan distribusi barang dan jasa yang dilakukan oleh pelaku bisnis baik dari aspek prediksi tentang laba rugi yang akan dihasilkan maupun dari aspek legalitas sebuah transaksi. Sedangkan objek materialnya adalah seluruh ilmu yang terkait dengan ilmu ekonomi Islam. Dengan mengetahui objek formal dan material sebuah ilmu, maka akan dapat ditelusuri eksistensinya melalui tiga pendekatan yang selalu dipergunakan dalam filsafat umum yaitu pendekatan ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
DAFTAR PUSTAKA
Zahratun Khairunnisa, “Pengertian Filsafat Ontologi, Epistimologi, Dan aksiologi”, Kompassiana, 28 Maret 2020
Muhammad Kristiawan, Filsafat pendidikan; The choice is yours, (Yogyakarta: Valia Pustaka, 2016), hal. 141.
Nunu Burhanuddin, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Prenadamedia, 2018), hal. 49
Muhammad Yusron Habibi, “Hakikat Epistimologi Dalam Filsafat Ilmu”, Kompassiana, 14 Novermber 2018
Aziz, A., & Saihu, S. (2019). Interpretasi Humanistik Kebahasaan: Upaya Kontekstualisasi Kaidah Bahasa Arab. Arabiyatuna: Jurnal Bahasa Arab, 3(2), 299-214
Totok Wahyu Abadi, Aksiolog:i Antara Etika, Moral, dan Estetika, (Sidoarjo: Jurnal Ilmu Komunikasi UMSIDA, 2016), hal. 4-5.
Rika Lidyah, Jurnal, “Kajian Filsafat Ilmu Dalam Ekonomi Islam”, hal 73
Adiwarman Karim,”Ekonomi Mikro Islami”, Jakarta : IIIT Indonesia, 2002. Hal 22
0 komentar:
Post a Comment