MAKALAH PENDEKATAN POSITIVISTIK

Diajukan untuk Dipresentasikan dalam

Mata Kuliah Filsafat Ilmu

 

 


Oleh:

 

 

YESI YUARDANI

 

 

Dosen Pembimbing;

 

Zulfikri

 

 

 

PROGRAM STUDI MANAJEMEN HAJI DAN UMROH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

1441 H/2020 M

 

 

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah swt atas limpahan rahmat dan anugrah darinya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Pendekatan Positivistik” ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada nabi Muhammad Saw beserta keluarga, sahabat dan seluruh orang yang senantiasa mengikuti sunnah beliau.

Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas pada mata kuliah “Filsafat Ilmu.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. kami mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah yang buat ini agar kedepannya dapat kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah yang kami buat ini masih banyak terdapat kekurangannya, dan masih jauh dari kata sempurna.

Kerinci, 13 Desember 2020

 

 

        Penyusun

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar belakang

Kemunculan berbagai fenomena di dunia, sangat sulit diartikan serta dipahami oleh manusia dengan baik. Sehingga, diperlukan pemahaman yang baik, supaya mendapatkan jawaban kebenarannya. Maka, agar dapat mengartikan serta memahami berbagai fenomena tersebut dengan baik, diperlukan sebuah pedoman yang dapat digunakan sebagai petunjuk atau arahan untuk menjawab berbagai fenomena tersebut. Disini, pedoman yang dimaksud untuk memahami serta mengartikan berbagai fenomena tersebut adalah dengan menggunakan metode pendekatan.

Pendekatan sendiri dalam halnya terbagi menjadi dua, yakni pendekatan ilmiah dan pendekatan non ilmiah. Pendektan non ilmiah, sifatnya kurang matang, membuat para filsuf mulai meninggalkan penggunaan penedekatan non ilmiah, dan mulai beralih ke pendekatan ilmiah yang perhitungannya dapat dibuktikan. Pendekatan ilmiah terbagi menjadi tiga yakni, pendekatan postivistik, non positivistik, dan pragmatik. Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai seputar  pendekatan positivistik dengan harapan dapat menjadi suatu pemahaman yang baru mengenai keunggulan yang dimiliki pendekatan positivistik.

 

B.     Rumusan masalah

1.      Apa yanng dimaksud dengan pendekatan positivistik?

2.      Siapa tokoh positivistik dan pemikirannya?

3.      Apa peranvposivistik terrhadap filsafat ilmu?

4.      Bagaimana pandangan islam terhadap posivistik?

C.    Tujuan penulisan

Untuk mengetahui dan mejelaaskan tentang:

1.      Pengertian pendekatan positivistik

2.      Tokoh positivistik dan pemikirannya

3.      Peran positivistik terhadap filsafat ilmu

4.      Pandangan islam terhadap posivistik

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian pendekatan positivistik

Pendekatan adalah upaya untuk mencari, menemukan, atau memberi dukungan akan kebenaran yang relatif, yang sebagai suatu model. Untuk memahami, kita sebagai manusia pasti mengdunia beserta isinya maka digunakan pendekatan. Manusia sebagai mahluk sosial yang mempunyai nafsu terkadang menimbulkaan masalah bagi dirinya sendiri. Dalam hal ini manusia menggunakan pendekatan-pendekatan ilmiah untuk menyelesaikan masalah. Dalam konteks ini, pendekatan itu disebut “objektif” berdasarkan pandangan bahwa objek-objek, perilaku-perilaku, dan peristiwa-peristiwa eksis di suatu dunia “nyata” yang diamati oleh panca indra ,diukur, dan diramalkan. Bagi seorang ilmuan penguasaan pendekatan ilmiah merupakan suatu kewajiban, karena tanpa pendekatan ilmiah tidak akan dapat melaksanakan kegiatan ilmiah, sehingga mudah bagi seorang ilmuan untuk mengembangkan materi pengetahuannya berdasarkan metode-metode ilmiah.

Positivistik atau positivisme (positivism) berasal dari bahasa Latin positives atau ponere yang berarti meletakkan. Positivisme merupakan cara pandang dalam memahami suatu objek berdasarkan sains . Dalam filsafat, positivisme merupakan istilah umum untuk posisi filosofis yang menekan aspek faktual pengetahuan, khususnya pengetahuan ilmiah. Sehingga dalam hal ini, pendekatan positivistik lebih menekankan pada pengamatan secara langsung (empiris), serta juga menggunakan  pada penalaran metode induktif, guna mendapatkan suatu kebenaran yang pasti.

Lahirnya positivisme berawal dari keharusan untuk mendapatkan kepastian dalam suatu kebenaran pada masa modern. Sehingga seorang pemikir filsafat berlatar belakang kesarjanaan Matematika dan Fisika asal Perancis, Auguste Comte mempelopori lahirnya aliran filsafat positivisme. Gagasan-gagasan aliran positivisme bertumpukan pada bangunan ilmu pengetahuan positif, yang apabila kita telusuri asumsi-asumsinya dapat dirumuskan sebagai berikut,

·         Asumsi Pertama, ilmu pengetahuan harus bersifat objektif (bebas nilai dan netral). 

·         Asumsi Kedua, ilmu pengetahuan hanya berurusan dengan hal-hal yang berulang kali terjadi.

·          Asumsi Ketiga, ilmu pengetahuan menyoroti setiap fenomena atau kejadian alam dari saling ketergantungan dan antarhubungannya dengan fenomena-fenomena atau kejadian-kejadian lain.

Ketiga asumsi tersebut di atas pada prinsipnya dilandasi oleh keyakinan ontologis Comte yang bersifat naturalistik dan deterministik, yakni bahwa segenap gejala dan kejadian, tanpa terkecuali, tunduk pada hukum alam.[1]

Dalam hal ini, pandangan Comte mengenai ilmu pengetahuan positif bersifat objektif, ilmiah dan universal. Pemikiran comte yang kuat akan keyakinan epistemologis dan metodologis membuatnya menolak akan pemikiran yang bersifat teologis dan metafisis. Menurutnya pandangan yang bersifat objektif, ilmiah dan universal akan membawa dirinya kepada ilmu pasti. Serta menurutnya tanpa ilmu pasti, pengetahuan akan kembali menjadi metafisika.[2]

B.     Tokoh positivistik dan pemikirannya

1.      Auguste Comte

Philosophe Isidore Auguste Marie Francois Xavier Comte, yang lebih dikenal dengan Auguste Comte, adalah seorang filsuf Perancis. Dia adalah pendiri dari disiplin sosiologi dan doktrin positivisme. Lahir: 19 Januari 1798, Montpellier, Prancis. Meninggal: 5 September 1857, Paris, Prancis. Nama lengkap: Isidore Auguste Marie François Xavier Comte. Pendidikan: Universitas Montpellier, École Polytechnique. Auguste Comte merupakan tokoh pertama yang memunculkan aliran positivisme. Sebuah karya pentingnya yaitu “Cours de Philisophia Positivie “. Ia berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoieh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan experiment. Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat experiment-experiment yang memerlukan ukuran yang jelas.

Comte menuangkan gagasan positivisnya dalam bukunya the Course of Positivie Philosoph, yang merupakan sebuah ensiklopedi mengenai evolusi filosofis dari semua ilmu dan merupakan suatu pernyataan yang sistematis yang semuanya itu tewujud dalam tahap akhir perkembangan. Perkembangan ini diletakkan dalam hubungan statika dan dinamika, dimana statika yang dimaksud adalah kaitan organis antara gejala-gejala ( diinspirasi dari de Bonald), sedangkan dinamika adalah urutan gejala-gejala (diinspirasi dari filsafat sehjarah Condorcet).[3]

Bagi Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu :

Ø  Metode ini diarahkan pada fakta-fakta

Ø  Metode ini diarahkan pada perbaikan terus meneurs dari syarat-syarat hidup

Ø  Metode ini berusaha ke arah kepastian

Ø  Metode ini berusaha ke arah kecermatan.

 

2.      John Stuart Mill

Adalah seorang filsuf Inggris, ekonom politik dan pegawai negeri sipil. Dia adalah seorang kontributor berpengaruh untuk teori sosial, teori politik dan ekonomi politik. Lahir: 20 Mei 1806, Pentonville, London. Meninggal: 8 Mei 1873, Avignon, Prancis. Pasangan: Harriet Taylor Mill. (M 1851-1858). Pendidikan: University College London. Orangtua: James Mill, Harriet Burrow. Ia menggunakan sistem positivisme pada ilmu jiwa, logika, dan kesusilaan.

3.      Hippolyte Taine Adolphe

Adalah seorang kritikus Perancis dan sejarawan. Dia adalah pengaruh teoritis kepala naturalisme Perancis, pendukung utama positivisme sosiologis dan salah satu praktisi pertama kritik historis. Lahir: 21 April 1828, Vouziers, Prancis. Meninggal: 5 Maret 1893, Paris, Prancis. Pendidikan: École Normale Supérieure. Ia mendasarkan diri pada positivisme dan ilmu jiwa, sejarah, politik, dan kesastraan.

4.      Émile Durkheim

Sosiolog David Émile Durkheim adalah seorang sosiolog Perancis, psikolog sosial dan filsuf. Ia secara resmi mendirikan disiplin akademis dan, dengan Karl Marx dan Max Weber, yang sering dikutip sebagai kepala sekolah. Lahir: 15 April 1858, Épinal, Prancis. Meninggal: 15 November 1917, Paris, Prancis. Pendidikan: Lycée Louis-le-Grand, École Normale Supérieure,Universitas Leipzig. Ia menganggap positivisme sebagai asas sosiologi.

5.      Charles D. Hardie

Ia mendasarkan teori positivisme pada dunia pendidikan. Dalam bukunya “Truth and fallacy in education theory” ( kebenaran dan kesalahan dalam teori pendidikan ) menyatakan bahwa tidak ada yang bermakna tentang pendidikan jika pernyataannya secara empiris tidak bisa diverifikasi secara benar. Para ahli  aliran positivisme berpendapat bahwa pernyataan etika hanyalah merupakan ungkapan perasaan seseorang.

6.      D.J.O” Connor

Menurut teori D.J.O’Connor aliran positivisme adalah merupakan aliran yang sadar, bisa dijelaskan  dalam  sebuah  formulasi  verifikasi  teori  makna  yang  bermutu  yang  merupakan serangan lanjutan terhadap metafisika, sebuah penolakan terhadap teori kognitivisme.

 

C.    Peran positivistik dalam terhadap filsafat ilmu

Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme khususnya idealisme Jerman Klasik).

Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan. Terdapat tiga tahap dalam perkembangan positivisme, yaitu:

1)      Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi, walaupun perhatiannya juga diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Comte dan tentang Logika yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte, JS. Mill dan Spencer.

2)      Munculnya tahap kedua dalam positivisme – empirio-positivisme – berawal pada tahun 1870-1890-an dan berpautan dengan Mach dan Avenarius. Keduanya meninggalkan pengetahuan formal tentang obyek-obyek nyata obyektif, yang merupakan suatu ciri positivisme awal. Dalam Machisme, masalah-masalah pengenalan ditafsirkan dari sudut pandang psikologisme ekstrim, yang bergabung dengan subyektivisme.

3)      Perkembangan positivisme tahap terakhir berkaitan dengan lingkaran Wina dengan tokoh-tokohnya O.Neurath, Carnap, Schlick, Frank, dan lain-lain. Serta kelompok yang turut berpengaruh pada perkembangan tahap ketiga ini adalah Masyarakat Filsafat Ilmiah Berlin. Kedua kelompok ini menggabungkan sejumlah aliran seperti atomisme logis, positivisme logis, serta semantika. Pokok bahasan positivisme tahap ketiga ini diantaranya tentang bahasa, logika simbolis, struktur penyelidikan ilmiah dan lain-lain.

D.    Pandangan Islam Terhadap Positivistik

Agama islam adalah memberikan konsep kepada umat manusia untuk selalu berfikir atau menggunakan akal fikirannya bahkan lebih dari itu akal merupakan kekasih Tuhan yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya, akan tetapi yang dikehendaki islam dalam menggunakan akal fikiran adalah bukan pemikiran yang tidak bisa dikendalikan kebebasannya. Akan tetapi islam menghendaki dalam menggunakan akal fikiran terdapat batasanbatasan tertentu yang memang dilakukan oleh manusia dan yang dapat dicapai oleh akal manusia itu sendiri.

Batas-batas yang dikehendaki islam dalam menggunakan akal fikiran inilah manusia diwajibkan memikirkan tentang segala apa yang diciptakan Allah SWT. yakni apa-apa yang ada di langit, di bumi, dalam diri manusia dan lain sebagainya.Yakni hanya suatu hal yang di larang-Nya, untuk difikirkan yakni tentang Dzat Allah SWT. Hal ini bukan harus difikirkan melaikan harus di Imani, sebab kepada-Nyalah pemikiran manusia akan kembali dan akan mengadu segala apa yang tidak terjangkau oleh akal fikir, bahkan sudah merupakan suatu kepastian; akal manusia tidak akan sampai untuk memikirkan hakekat Dzat-Nya, pengetahuan manusia hanya sedikit sekali, akal budi manusia adalah ciptaannya, Dialah yang terdahulu dan terakhir, yang zhahir dan yang bathin, Dia mengatasi (mengungguli) segalanya, sehingga Dia dalam keagungan-Nya ysng hakiki tak dapat diketahui dan dirasakan oleh manusia sebagai makhluk dlaif, yakni makhluk ciptaannya yang lemah, makhluk yang serba terbatas, terbatas dalam arti karena manusia hanya dapat mengetahui apa-apa yang dapat diselidiki melalui akal budi atau lainnya, dan apa-apa yang melekat didalam pikiran atau terlintas di dalamnya. konteknya manusia harus selalu beriman kepadaNya,yang dikarenakan ilmu pengetahuan yang ada pada akal manusia sangat terbatas adanya ilmu pengetahuan yang demikian adalah pemberian dari-Nya.

Manusia adalah sangat terbatas, ia tidak bisa menentukan segala apa yang ia butuhkan hanya berdasarkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, melainkan harus juga memohon bantuan kepada yang menciptakan yakni Allah SWT. oleh karena itu sesuatu kesalahan apabila ada salah seorang ilmuan, filosof, golongan intelektual dan lain sebagainya apabila berpendapat bahwa ilmu pengetahuan tanpa mengimani adanya Allah SWT. Mampu mengatasi segala macam yang ia butuhkan baik segala sesuatu kejadian yang ada pada alam ini, maupun dalam dirinya.

Dalam Islam menyebutkan pengetahuan yang diperoleh manusia itu bermacam-macam yang ada istilahnya sendiri-sendiri.

1.      pengetahuan yang diperoleh tanpa proses upaya yang mendahuluinya, seperti pengetahuan orag tentang wujud dirinya sendiri, yang disebut pengetahuan Badihi (Intuitional).

2.      Pengetahuan yang diperoleh melalui proses pengamatan inderawi, sperti pengetahuantentang panasnya api, hijaunya daun, tingginya gunung, dan lain sebagainya. Pengetahuan ini disebut “dharury” (Necessary).

3.      pengetahuan yang diperoleh melalui proses penalaran, seperti pada umumnya pengetahuan modern sekarang. pengetahuan jenis ini disebut “istidlaly” (Deduktif).[4]

4.      Pengetahuan yang diperoleh langsung dari Tuhan tanpa upaya dan cara. pengetahuan seperti ini disebut “ladunny”

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1.      Positivistik atau positivisme (positivism) berasal dari bahasa Latin positives atau ponere yang berarti meletakkan. Positivisme merupakan cara pandang dalam memahami suatu objek berdasarkan sains . Dalam filsafat, positivisme merupakan istilah umum untuk posisi filosofis yang menekan aspek faktual pengetahuan, khususnya pengetahuan ilmiah. Sehingga dalam hal ini, pendekatan positivistik lebih menekankan pada pengamatan secara langsung (empiris), serta juga menggunakan  pada penalaran metode induktif, guna mendapatkan suatu kebenaran yang pasti.

2.      Lahirnya positivisme berawal dari keharusan untuk mendapatkan kepastian dalam suatu kebenaran pada masa modern. Sehingga seorang pemikir filsafat berlatar belakang kesarjanaan Matematika dan Fisika asal Perancis, Auguste Comte mempelopori lahirnya aliran filsafat positivisme

3.      Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme khususnya idealisme Jerman Klasik).

4.      Agama islam adalah memberikan konsep kepada umat manusia untuk selalu berfikir atau menggunakan akal fikirannya bahkan lebih dari itu akal merupakan kekasih Tuhan yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya, akan tetapi yang dikehendaki islam dalam menggunakan akal fikiran adalah bukan pemikiran yang tidak bisa dikendalikan kebebasannya.

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal, Filsafat Manusia Memahami Manusia Melalui Filsafat,

Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000

 

“Positivisme dan Perkembangannya”, (diakses 13 Desember 2020)

 

Al-Jurjani, Ali bin Muhammad, Kitab at-Ta’rifal, Dan al-kutub al-ilmiyah-Beirut, 1993



[1] Zainal Abidin, Filsafat Manusia Memahami Manusia Melalui Filsafat, cetakan ke 1, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2000  halaman 136-137

[2] Ibid, hal 138

[3] “Positivisme dan Perkembangannya”, (diakses 13 Desember 2020)

[4] Al-Jurjani, Ali bin Muhammad, Kitab at-Ta’rifal, Dan al-kutub al-ilmiyah-Beirut, 1993.

Share on Google Plus

About Epal Yuardi

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar:

Post a Comment