BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa apapun di dunia ini, terbasuk bahasa Arab, pada
mulanya merupakan bahasa lisan, bukan bahasa tulis. Bahasa tulis muncul
kemudian setelah manusia mengenal dan mampu merumuskan huruf-huruf atau
simbol-simbol bunyi. Mu’jam merupakan kebudayaan tulis menulis atau
kebudayaan cetak (printing culture), karena tuntutan keperluan yang
lebih praktis, baik yang bermotif ekonomis, maupun politis-religius. Sehingga
manusia berupaya keras menciptakan alat untuk dapat memahami bahasa asing, agar
dengan itu terjalin komunikasi yang lebih baik dengan manusia yang berlainan
bahasa.[1]
Mu’jam, bukan hanya sekedar mencatat atau
menyimpan makna kata, tetapi juga berperan menyimpan kekayaan bahasa sebuah bangsa
yang tidak sanggup disimpan dalam ingatan manusia. Mu’jam merupakan
karya besar suatu bangsa sebagai rujukan standar dalam menjaga dan melestarikan
bahasa. Di dalam mu’jam dapat diketahui masalah-masalah penting sekitar
kebahasaan dalam menggunakan pikiran-pikiran secara teratur dan dalam
mengembangkan ilmu. Karena itulah, dalam makalah ini penulis akan membahas
lebih lanjut tentang mu’jam secara umum, guna menambah dan memperkaya
pengetahuan tentang mu’jam,
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini
adalah:
1. Apa
yang dimaksud dengan mu’jam?
2. Bagaimana
sejarah perkembangan mu’jam?
3. Apa-apa
saja macam-macam mu’jam?
4. Bagaimana
tahapan penulisan mu’jam?
5. Bagaimana
metode penyusunan mu’jam?
C. Tujuan
Dan adapun tujuan dari makalah ini adalah
untuk:
1. Mengetahui
apa yang dimaksud dengan mu’jam
2. Mengetahui
sejarah perkembangan mu’jam
3. Mengetahui
macam-macam mu’jam
4. Mengetahui
tahapan penulisan mu’jam
5. Mengetahui
metode penyusunan mu’jam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mu’jam
1. Secara Etimologi
Secara etimologi, kata mu’jam berasal dari
bahasa Arab yaitu dari kata al-ujm (العُجم) dan al-‘ajm
(العَجم) lawan dari kata al-’arb (العَرب) dan al-‘urb
(العُرب). Kata al-‘ajm (العَجم) berarti
orang yang ucapannya tidak fasih dan pembicaraannya tidak jelas.
Kata mu’jam juga berasal dari kata أعجم
yang lebih
identik dengan sebutan untuk orang arab, baik ucapannya fasih maupun tidak.[2]
Kata a’jamأعجم) ) sinonim
dengan kata abhamأبهم) ) yang
berarti “sesuatu yang tidak jelas”. Karena itu,
dalam bahasa Arab, binatang disebut العَجْمَاءُ atau البَهِيْمَةُ,
karena binatang tidak bicara. Bahkan segala
sesuatu yang tidak mampu berbicara dengan baik dan benar, bisa disebut a’jam dan musta’jam.[3]
Bila dilihat dari aspek morfologis, kata معجم berakar pada kata kerja yang berwazan
أفعل. Wazan empat huruf dengan huruf
tambahan berupa hamzah pada awal kata, berarti memiliki fungsi ganda. Terkadang
ia berfungsi menetapkan, tapi terkadang wazan أفعل juga
berfungsi meniadakan. معجم yang berasal dari أعجم - يعجم
ternyata
berfungsi ‘meniadakan’ bukan ‘menetapkan’, dengan arti membuang kekeliruan
serta memberi kejelasan. Sehingga kata معجم dari segi bahasa berarti sesuatu
yang diperjelas atau diterangkan.[4]
2. Secara Terminologi
Menurut Ahmad Abdul Ghafur Atthar “Mu’jam
adalah sebuah buku yang memuat sejumlah besar kosakata bahasa yang disertai
penjelasannya dan interpretasi atau penafsiran makna dari kosakata tersebut
yang semua isinya disusun dengan sistematika tertentu, baik berdasarkan urutan
huruf hijaiyyah (lafal) atau tema (makna)”. Sedangkan menurut C.L. Barnhart,
kamus adalah sebuah buku yang memuat kosakata pilihan yang umumnya disusun
berdasarkan urutan alfabet dengan disertai penjelasan maknanya dan dilengkapi
informasi lain yang berhubungan dengan kosakata, baik penjelasan tersebut
menggunakan bahasa yang sama dengan bahasa tersebut maupun dengan bahasa yang
lain.[5]
Jadi dapatlah dipahami bahwa mu’jam adalah
segala sesuatu yang berbentuk buku atau tulisan yang menghimpunkan lafaz-lafaz
atau kosakata suatu bahasa atau lebih dalam susunan tertentu, bersama penjelasan
makna yang biasanya disertai penafsiran dari makna tersebut.
Ada beberapa istilah dalam bahasa Arab yang dipakai
untuk menyebutkan mu’jam, yaitu qamus, fihris, mausu’ah
(ensklopedi) dan musrid (indeks, glosarium). Semua istilah tersebut
mengarah kepada satu pengertian, bahwasannya kamus, ensklopedia, indeks,
glosarium adalah kumpulan kosakata yang dilengkapi makna atau artinya dan
keterangan lain yang bertujuan untuk menjelaskan informasi yang berhubungan
dengan kata-kata yang termuat di dalam daftar tersebut. Kesemua kosakata
beserta maknanya disusun secara teratur berurutan berdasarkan sistematika
tertentu yang dipilih oleh penyusun kamus untuk mempermudahkan pengguna (user)
atau pembaca dalam memahami makna dan informasi tentang kata yang dicari.[6]
Sedangkan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
seluk beluk makna atau arti kosakata yang termuat atau akan dimuat di dalam
kamus atau mu’jam disebut leksikologi.
Leksikologi dalam bahasa Inggris dinamakan lexicology yang berarti ilmu
atau studi mengenai bentuk, sejarah dan arti kata-kata. Dalam
bahasa Arab, leksikologi disebut dengan ilm al-ma’ajim, yaitu ilmu yang
mempelajari tentang seluk beluk mu’jam atau kamus.[7]
B. Sejarah Perkembangan Mu’jam
Penyusunan mu’jam bahasa Arab
sebagai karya linguistik yang komprehensif pertama kali muncul pada abad kedua
hijrah. Para linguitik Arab mengumpulkan bahasa dari kabilah-kabilah Arab di
beberapa daerah, mulai dari jazirah Arab, kemudian daerah dekat Iraq sampai
akhirnya mereka mendapat ilmu bahasa di daerah Bashrah dan Kufah. Para
linguistik mengambil bahasa fushah dan meninggalkan sighat dan
lafaz yang tidak fushah. Kabilah-kabilah yang dekat dari Arab termasuk
ke dalam kategori fushah dan meninggalkan lahjah kabilah yang
jauh dari fushah. Bahasa fushah diambil dari kabilah Qais, Tamim,
Asad, Huzail, dan sebagaian kabilah Kinanah dan Tha’i.[8]
Daerah Syam, Irak, dan Mesir tidak menjadi
sasaran para linguistik untuk mengambil bahasa karena di daerah-daerah tersebut
bahasa sudah tercampur dengan bahasa lain. Seperti halnya bahasa pada kota
Hijaz, kabilah Arab di Yaman, bagian timur jazirah Arab yang juga telah
bercampur dengan bahasa Hindi dan Habsyi.
Beberapa linguistik Arab
mengakui bahwa Mu`jam `Arabi muncul pertama kalinya pada abad ke dua
Hijriyah. Hal ini antara lain ditandai dengan kehadiran karya al-Khalil bin
Ahmad al-Farahidi (w.175 H.). Beliau telah menyusun sebuah kitab yang bernama Kitab
al-`Ayn. Kitab tersebut disusunnya dengan kata-kata yang dimulai oleh
huruf (ع ‘Ain). Kemudian setelah abad
ke dua hijriyah baru disusun pula berpuluh-puluh kitab mu`jam dengan
susunan yang bervariasi. Kitab al-`Ain yang merupakan nama kamus Arab
pertama merupakan karya yang lahir dari ijtihad lughawi yang luar biasa karena
sistematika penyusunannya berdasarkan makhraj al-huruf dari huruf ‘Ain
atau artikulasi huruf paling belakang (halq) pada kerongkongan manusia
hingga “ya” yang berartikulasi syafawi.
Upaya yang dilakukan
Al-Khalil tersebut kemudian diteruskan oleh ahli bahasa lainnya seperti Abu
‘Amru (w.206 H.) dengan mu`jamnya Al-Huruf, Ibn Darid (w.321 H.)
dengan mu`jamnya Al-Jamharah, Al-Qali (w.356 H.) dengan mu`jamnya
Al-Bari`, Ibnu Sa’idah (w. 458 H.) dengan mu`jamnya Al-Mukhashshash,
dan masih banyak lagi.
Di masa modern, mu’jam
atau kamus mulai diterbitkan pada tahun 1282 H/ 1865 M. Berikut ini diuraikan mu’jam
yang terbit dimasa modern.[9]
1. Pada
tahun 1870 terbit kitab Ar-Rozi yakni Mukhtar as-Shihah
2. Pada
tahun 1872 terbit kitab Fairuz Abadi yaitu kamus Muhith
3. Pada
tahun 1876 terbit kitab al-Fuyumi yakni al-Mishbah al-Munir
4. Pada
tahun 1876 terbit kitab Ibnu Manzur yakni Lisaan al-Arab. Pada tahun
yang sama juga muncul kitab Zamakhsyari yang berjudul Asaas al-Balaghah
5. Pada
tahun 1889 terbitlah penyempurna kitab Az-Zubaidi Taj al-Urus, yaitu Mu’jam
yang paling besar dan terpopuler saat itu di Arab.
C. Macam-Macam Mu’jam
1. Menurut Emil Badi Ya’qub
Menurut Emil Badi Ya’qub, macam-macam
kamus dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:
a. Kamus
Kebahasaan (al-Ma’ajim al-Lughawiyyah)
Kamus kebahasaan yaitu kamus yang secara khusus
membahas arti lafal atau kosa kata dari sebuah bahasa dan dilengkapi dengan
pemakaian kata-kata tersebut. Kamus bahasa hanya memuat satu bahasa, sehingga
biasanya pemaknaan kata hanya menyebut sinonim atau definisi kata tersebut.
Misalnya, al-Munjid fi al-Lughah (Arab-Arab) karya Louis Ma‘luf (1986),
Kamus Mukhtashar ash-Shihah (Arab-Arab), Kamus Lengkap Inggris-Inggris
dan lain sebagainya.
b.
Kamus Terjemah (Ma’ajim
al-Tarjamah)
Kamus terjemah disebut juga al-ma’ajim al-muzdawijah (campuran) atau
kamus dwi bahasa, memuat dan menjelaskan arti kosakata dalam
suatu bahasa dengan bahasa lain, seperti Mu‘jam al-Lugah al-‘Arabiyyah
al-Mu‘âshirah (Arab-Inggris) karya Hans Wehr (1980), orientalis
asal Jerman. Kamus
ini dianggap sebagai kamus paling otoritatif. Menurut penuturan Prof. Schulz,
guru besar bahasa Arab di Universitas Leipzig, kamus ini disusun berbasis riset
selama kurang lebih 16 tahun di beberapa negara Timur Tengah.
c.
Kamus Tematik (al-Ma’ajim al-Maudhu’iyyah)
Kamus tematik disebut juga kamus maknawi, karena kata-kata yang terhimpun
di dalam kamus disusun secara tematik berdasarkan topik-topik tertentu yang
memiliki makna sebidang. Misalnya untuk tema lawn (warna) dimasukan kata
ahmar (merah), azraq (biru) dan seterusnya. Untuk kamus tematik, penyusun
mengklasifikasikan kata-kata yang memiliki makna serumpun ke dalam tema-tema
tertentu. Kamus Tematik bahasa Arab versi kuno, antara lain: Kamus al-Mukhassash
karya Ali bin Ismail (1007-1066 M) dari Andalus yang lebih dikenal dengan nama
Ibnu Siddah. Selanjutnya al-Ifshâh fi Fiqh al-Lughah karya ‘Abd al-Fattah
al-Sha‘idi dan Husain Yusuf Musa (1987).
d.
Kamus Derivatif (al-Ma’ajim al-Isytiqaqiyyah)
Kamus derivatif disebut juga dengan kamus Etimologis, yaitu sebuah kamus
yang membahasa asal usul sebuah kata. Apakah sebuah lafal atau kata berasal
dari bahasa Arab, Persi, Yunani atau lainnya. Seperti Lisan
al-‘Arab karya Ibn Manzhu.
e.
Kamus Evolutif (al-Ma‘âjim
al-Tathawwuriyyah)
Kamus evolutif disebut juga al-Mu‘jam al-Târîkhî, yaitu kamus yang lebih
memprioritaskan sejarah perkembangan makna dari sebuah kata, bukan lafalnya.
Kamus evolutif memberikan informasi tentang perluasan makna, perubahannya,
sebab-sebab perubahan makna dan sebagainya. Misalnya, kata
“shalat” pada masa Jahiliyyah berarti do’a, sedangkan pada masa Islam mengalami
perluasan makna, bukan sedekar do’a, tetapi ibadah tertentu.
f.
Kamus Spesialis (Ma‘âjim al-Takhashshush)
Kamus spesialis yaitu kamus yang hanya menghimpun kata-kata yang ada dalam
satu bidang atau disiplin ilmu tertentu. Ada kamus kedokteran, kamus pertanian,
kamus musik dan sebagainya. Contoh kamus spesialis adalah kamus At-Tadzkirah
yang ditulis oleh Dawud Al-Anthaqi Al-Zharir. Kamus ini memuat kata-kata yang
khusus berhubungan dengan nama-nama tumbuhan dan serangga. Dan Mu’jam Mushthalahât
al-Iqtishad wa al-Mal wa Idarat al-A‘mal, karya Nabîh
Ghattâs (1985) di bidang ekonomi.
g.
Kamus Informatif (Dawâ’ir al-Ma‘ârif)
Kamus jenis ini lebih cenderung memuat definisi dan
penjelasan yang lebih luas mengenai entri: istilah, nama, tempat, peristiwa, termasuk
sejarah pengguna bahasa, tokoh-tokohnya dan sebagainya. Kini, kamus informatif
lebih dikenal dengan ensiklopedia yang menjelaskan sebuah kata tidak hanya
sekedar membahas makna dan derivasi dari sebuah kata, tapi juga mencakup
segalam informasi lain diluar makna leksikon, seperti : sejarah, biografi,
peta, kronologi perang, dan sebagainya. Ensiklopedia berbahasa Arab yang hingga
kini masih populer di antaranya: Ensiklopedi karya Bitrisy al-Bustani (1819-1833
M) dan Ensiklopedi karya Afram al-Bustani.
h.
Kamus Visual (al-Ma‘âjim al-Mushawwarah)
Kamus visual atau kamus bergambar yaitu kamus yang menjelaskan makna kata
lebih menonjolkan gambar dari kata yang dimaksud daripada sebuah istilah yang
definitif. Sebuah gambar, memang terbilang efektif dalam menjelaskan definisi
atau pengertian sebuah kata. Penggunaan lambang-lambang dalam sebauh kamus
termasuk hasil inovasi baru di bidang leksikologi. Seperti al-Qamûs al-Wasîth al-Mushawwar
(1978) karya D. Smith dan D. Newton yang diadaptasi oleh Ahmad Syafiq
al-Khathib ke dalam bahasa Arab..[10]
i.
Kamus Buku (Mu’jam al-Kitab)
Kamus buku yaitu kamus yang khusus dibuat untuk memahami makna dari
kosakata yang termuat dalam sebuah buku. Umumnya, buku yang memiliki mu’jam
al-kitab adalah buku-buku teks pelajaran. Karena memang kamus jenius ini
berfungsi sebagai buku pembantu (kitab musa’id) bagi siswa, terutama
guru, untuk memahami kosakata dalam buku atau bahan ajar. Misalnya tiga buah
buku yang berjudul al-Arabiyyah Baina Yadaika, dilengkapi juga dengan Mu’jam
al-Arabiyyah Baina Yadaika.
j.
Kamus Digital
Kamus digital yaitu perangkat lunak computer (software) yang memuat
program terjemah atau kamus bahasa yang bisa dijalankan melalui media
elektronik seperti computer, handphone, PDA, dan perangkat lainnya. Software
kamus digital dinilai lebih praktis dan mudah dijalankan oleh pengguna kamus
dan biasanya operasional kamus digital hanya menggunakan sistem al-nutqi.
Beberapa software kamus bahasa Arab yang telah populer antara lain:
1)
Al-Mawrid Al-Quareeb (Arab-Inggris,
Inggris-Arab).
2)
Kamus Mufid
1.0 (Indonesia-Arab, Arab-Indonesia).
3)
Kamus Golden al-Wafi Arabic
Translator (Arab-Inggris, Inggris-Arab).
k.
Kamus On-Line
Kamus on-line yaitu kamus yang bisa diakses melalui internet. Para netter bisa
memanfaatkan jasa terjemahan kamus on-line pada saat browsing ke situs-situs di
internet. Salah satu kamus on-line yang populer adalah Google Translate, yang
menyediakan jasa penerjemahan lebih dari 20 bahasa asing, termasuk bahasa Arab.
2.
Menurut Acep
Hermawan
Pandangan yang hampir sama
dikemukakan oleh Acep Hermawan, yang mengklasifikasikan mu’jam sebagai
berikut:
a.
Ditinjau
dari Segi Tema
1)
Kamus Bahasa (al-mu’jam
al-lughawi)
Kamus bahasa yaitu kamus yang
meliputi kata-kata atau istilah-istilah kebahasaan dengan menjelaskan secara
bahasa, misalnya kamus al-munawwir karya Ahmad warson Munawwir, al-Kalali
karya As’ad M. Al-Kalali, kamus Arab-Indonesia karya Muhammad Yunus, Mu’jam
al-Musthalahat al-Lughawiyah karya Ba’labaki.
2)
Kamus Ensiklopedi (al-mu’jam
al-mausu’i)
Kamus ensiklopedi yaitu kamus yang
tidak hanya menyajikan peristilahan, tetapi juga dilengkapi dengan konsep dan
penjelasan secara luas, misalnya al-‘Arabiyah al-Muyassarah karya
Lembaga Kearaban, Amlaq al-Watd karya Ahmad al-Syarbasyi, Ensiklopedi Islam Departemen
Agama RI dalam bahasa Indonesia, dan Ensiklopedi Islam karya Abdul Hafizh
Anshari dan kawan-kawan dalam bahasa Indonesia.
3)
Kamus Historis (al-mu’jam
al-tarikhi)
Kamus historis yaitu kamus yang
melacak asal dan perkembangan bahasa dari masa ke masa, misalnya kamus Maqayis
al-Lughah karya Ibnu Faris, al-Muhith karya al-Fairuzabadi, Mustadrakat
‘ala al-Ma’ajim al-‘Arabiyah karya al-Namsawi dan A.F. Kremer.
b.
Ditinjau
dari Segi Jumlah Bahasa yang Digunakan
1)
Kamus Ekabahasa (al-mu’jam
al-uhadi al-lughah)
Kamus ekabahasa yaitu kamus yang
menjelaskan makna atau istilah dalam suatu bahasa dengan bahasa itu. Denga kata
lain kamus ini hanya menggunakan satu bahasa dalam menjelaskan makna, misalnya al-Munjid
fi al-Lughah wa al-A’lam karya Louis Ma’luf, Lisan al-‘Arab Karya
Ibnu Manzhur.
2)
Kamus Dwibahasa (al-mu’jam
al-tsuna’i al-lughah)
Kamus dwibahasa yaitu kamus yang
menjelaskan makna kata atau istilah dengan bahasa lain. Bisa juga dikatakan
sebagai kamus yang memberika padanan kata atau istilah dalam suatu bahasa
dengan suatu bahasa lain, misalnya kamus al-munawwir karya Ahmad warson
Munawwir, Qamus al-Tarbiyah Arabiyya-Injiliziyan karya al-Khuli, al-Kalali
karya As’ad M. Al-Kalali.
3)
Kamus Multibahasa (al-mu’ja m
al-‘adid al-lughah)
Kamus multibahasa yaitu kamus yang
menjelaskan makna kata-kata atau istilah dalam suatu bahasa dengan dua bahasa
atau lebih, misalnya kamus Indonesia-Arab-Inggris karya Abdullah bin Nuh dan
Omar Bakri, al-Mu’jam al-Falsafi karya Abd al-Mun’im al-Hifni.
c.
Ditinjau
dari Segi Materinya
1)
Kamus umum (al-mu’jam al-‘am)
Kamus umum yaitu kamus yang memuat
segala macam kata dalam suatu bahasa, misalnya al-munawwir karya Ahmad
warson Munawwir, al-Munjid fi al-Lughah wa al- A’lam karya Louis Ma’luf,
Kamus Arab-Indonesia karya Mahmud Yunus.
2)
Kamus Khusus (al-mu’jam al-khash)
Kamus khusus yaitu kamus yang hanya
memuat kata-kata atau istilah-istilah dalam bidang tertentu, misalnya Qamus
al-Tarbiyah Arabiyya-Injiliziyan karya al-Khuli, Mu’jam Gharib al-Fiqh karya
Muhammad Fu’ad “abd al-Baqi, Qamus ‘ilm al-Ijtima’ karya A.Z. Badawi.
d.
Ditinjau
dari Segi Susunannya
1)
Kamus Alfabetik (al-mu’jam
al-faba’i)
Kamus alfabetik yaitu kamus yang
memuat kata-kata atau istilah-istilah dengan maknanya secara alfabetik/abjad.
Pada umumnya kamus disusun secara alfabetik dalam menjelaskan makna dari A
sampai Z atau dari Alif sampai ya. Misalnya al-munawwir karya
Ahmad warson Munawwir, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam karya Louis
Ma’luf, Kamus Arab-Indonesia karya Mahmud Yunus, Qamus al-Tarbiyah
Arabiyya-Injiliziyan karya al-Khuli, al-Kalali karya As’ad M.
Al-Kalali.
2)
Kamus Tematik (al-mu’jam
al-maudhuu’i)
Kamus tematik yaitu kamus yang
memuat penjelasan kata-kata atau istilah-istilah secara lengkap berdasarkan
tema tertentu, misalnya The Cultural Atlas of Islam karya Isma’il Raji
al-Faruq dan Louis Lamya al-Faruqi yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesi oleh Ilyas Hasan menjadi Atlas Budaya Islam.[11]
3. Menurut Bo Sevensen
Menurut Bo Sevensen, sebuah kamus dilihat
dari sisi bentuk atau ukurannya, dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu:
a. Kamus
Saku (mu’jam al-jaib)
Kamus
saku memuat kosakata/entri antara 5000 hingga 15000 kata. Umumnya kamus saku
didesain dengan bentuk mungil dan disesuaikan dengan ukuran saku. Tujuannya
agar ia mudah dibawa kemana-mana.
b. Kamus
Ringkas (mu’jam al-wajiz)
Kamus
yang mengandug kata-kata (entri) kurang lebih dari 30.000 kata
c. Kamus
Sedang (mu’jam al-wasith)
Kamus
yang mengndung kata-kata (entri) kurang lebih antara 35.000 sampai dengan
60.000 kata
d. Kamus
Besar (mu’jam al-kabir)
Kamus
yang mengandung kata-kata (entri) kurang lebih 60.000 kata.[12]
D. Tahap Penulisan Mu’jam
Pada awalnya, proses pemerolehan kosakata
dalam bahasa Arab dimulai melalui metode pendengaran (al-Sima’i),
yaitu pengambilan riwayat oleh para ahli bahasa dengan cara mendengarkan
langsung perkataan orang-orang Badui. Selanjutnya, metode pendengaran bergeser
ke metode analogi (Qiyas), yaitu pemaknaan kata dengan menggunakan
teori-teori tertentu yang dibuat oleh para ahli bahasa. Salah satunya, metode
Qiyas ala Khalil yang mengedepankan derivasi kata melalui teknik khusus yang
dikenal dengan Taqlibul Kalimah.
Ahmad Amin (1878-1954) menyebutkan ada tiga tahap yang
dilalui dalam pengumpulan bahasa Arab hingga lahir kamus-kamus bahasa Arab,
yaitu:
1.
Tahap Kodifikasi Non-Sistemik
Pada tahap ini seorang ahli bahasa biasa melakukan
perjalanan menuju ke desa-desa. Lalu, ia mulai mencari data dengan cara
mendengar secara langsung perkataan warga badui tentang sesuatu yang kemudian
ia catat dilembaran-lembaran tanpa menggunakan sistematika penulisan kamus. Mereka
mengumpulkan data melalui istima’ atau observasi langsung ke lapangan. seperti
tentang hujan, tentang tanaman, dan lain-lain, kemudian semuanya dicatat sesuai
dengan yang didengarnya tanpa urutan tertentu.
2.
Tahap Kodifikasi Tematik
Pada tahap kedua ini, para ulama yang telah
mengumpulkan data mulai berpikir untuk menggunakan teknik penulisan secara
tematis. Data yang terkumpul mereka klasifikasikan menjadi buku sesuai dengan
tema tertentu atau kamus tematik. Misalnya, Abu Zaid (w. 215 H) yang menghimpun
dua buah kamus tematik yang diberinya judul Kitab al-Mathar dan al-Laban.
Demikian
pula kitab al-Ibil, kitab al-Khayl dan kitab Asma’
al-Wuhusy karya al-Asma`i (w. 216 H).
3.
Tahap Kodifikasi Sistematik
Pada tahap ketiga, penyusunan kamus mulai menggunakan
sistematika penulisan yang lebih baik dan memudahkan para pemakai kamus dalam
mencari makna kata yang ingin diketahui. Kamus bahasa Arab pertama yang
menggunakan sistematika tertentu dalam penyusunannya adalah Kamus al-‘Ain
karya Khalil bin Ahmad al-Farahidi (718-768 M) dari Bashrah. Beliau menyusun
kamusnya dengan sistematika al-Shawty yaitu pencarian kata berdasarkan
sistem makhraj huruf atau tempat keluarnya huruf-huruf Arab.[13]
E. Metode Penyusunan Mu’jam
Secara garis besar, ada dua model penyusunan mu’jam
arabiyah yang digunakan para leksikolog, yaitu:
1.
Sistem Makna
(Kamus Ma’ani)
Sistem makna (kamus Ma’ani) adalah model
penyusunan kosakata (item) di dalam kamus yang digunakan seorang leksikolog
dengan cara menata kata (entri) kamus secara berurutan berdasarkan makna atau
kelompok kosa kata yang maknanya sebidang (tematik). Dengan kata lain,
pengelompokan entri pada kamus-kamus ma’ani lebih mengedepankan aspek makna
yang terkait dengan topik atau tema yang telah ditetapkan oleh leksikolog.
Dengan sistematika ini, maka kamus ma’ani lebih tepat disebut dengan
kamus tematik.
Kamus-kamus tematik berbahasa Arab, antara lain: al-Gharib
al-Mushannaf karya Abu Ubaid Al-Qasi bin Salam (150-244 H), al-Alfadz
al-Kitabiyyah karya Abdurrahman al-Hamdzani (w.320 H), Mutakhayyir
al-Alfadz karya Ibnu Faris (w.395 H), Fiqh al-Lughah wa Sir al-Arabiyyah
karya Abu Mamsyur Al-Tsa’labi (w.429 H), al-Mukhashshah fi al-Lughah
karya Ibnu Sydah (398-458 H) dan Kifayah al-Mutahaffidz wa Nihayah
al-Muthalaffidz karya Ibnu Al-Ajdani (w 600 H).
- Sistem
Lafal (Kamus Alfadz)
Sistem Lafal (kamus Alfadz) adalah kamus yang
kata-kata (item) di dalamnya tersusun secara berurutan berdasarkan urutan lafal
(indeks) dari kosakata yang terhimpun, bukan melihat pada makna kata. Sejak
munculnya kamus bahasa Arab pertama, sistematika penyusunan kamus-kamus alfadz
terus berkembang pesat seiring dengan kebutuhan para pengguna kamus. Pencarian
makna kata dengan cara melihat lafal menjadi simbol kamus-kamus bahasa Arab.
Bahkan, kamus-kamus tematik hanya dipandang sebagai kitab-kitab yang membahas
tafsir makna sebagaimana kitab-kitab tafsir al-Qur’an dan bukan lagi sebagai
kamus bahasa.[14]
Dalam
sejarah perkembangan Leksikon bahasa Arab, terdapat lima model sistematika (nizham
tartib) yang pernah digunakan leksikolog Arab dalam menyusun kamus-kamus
lafal, yaitu:
a.
Nizham
al-Shauti (Sistem Fonetik)
Sistem fonetik merupakan model penyusunan kamus
pertama yang diperkenalkan oleh Khalil Bin Ahmad al-Farahidi (w. 175 H). Khalil
menyusun kata-kata yang berhasil ia kumpulkan dengan cara mengatur urutan
kata-kata secara tertib berdasarkan urutan huruf yang muncul dalam makharij
al-huruf atau tempat keluarnya huruf hijaiyah menurut sistem fonetik
dalam ilmu fonologi yang kemudian lebih dikenal dengan istilah nizham
al-shauty.
Khalil bin Ahmad al-Farahidi tidak
mengurutkan bab dalam kitabnya sesuai dengan urutan alfabetis yang kita kenal
sekarang, seperti : أ،
ب، ت، ث، ج........ إلخ , akan tetapi ia menyusun sesuai dengan makharijul
huruf, dia memulai dengan huruf أقصى الحلق sampai
ke huruf-huruf شفتين
, kemudian ia menutup kitabnya dengan
huruf-huruf علة.
Khalil memulai mu’jamnya dengan huruf
العين
karena
huruf ع merupakan huruf أقصى الحلق, dan ia menamakan bab nya dengan bab العين karena ini adalah bagian
pertama dari mu’jamnya, maka keseluruhan mu’jamnya disebut mu’jam
العين.
Faktor yang melatar belakangi Khalil bin Ahmad
menyusun kamus dengan model ini diantaranya: pertama, menghindari
pengulangan kata dalam kamus, kedua, mencakup semua materi/kata, ketiga,
memudahkan pembaca dalam mencari makna kata, keempat, tidak ingin meniru
sistem urutan huruf hijaiyah (alfabetis) dan obsesinya melahirkan kamus
bahasa arab yang beda dengan kamus-kamus bahasa lainnya.
Namun kelemahan dari mu’jam-mu’jam
pada fase ini ialah sulitnya mencari suatu kata di dalamnya, sulit mencari
penunjuk suatu lafaz yang di maksud, memerlukan waktu yang lama untuk mencari
kata, disebabkan kamus ini berdasarkan urutan makharijul huruf. Kesulitan inilah yang menjadi penyebab munculnya fase
kedua, karena para ahli berusaha untuk mempermudahnya.
Dalam sistem
fonetik ini terdapat empat kamus yaitu:
1)
Kamus al-‘Ain (العين), penyususnnya
yaitu Khalil Bin Ahamd al-Farahidi, Oman
(718 – 786 M).
2)
Kamus Al-Bari' (البارع), penusunnya
yaitu Abu Ali Al Qoly, Manazjarad, Furat (w. 356 H).
3)
Kamus al-Tahdzib al-Lughah (التهذيب
اللغة),
penyusunya yaitu Abu Manshur Muhammad bin Ahmad Al Azhar , Hirat (w. 370
H)
4)
Kamus al-Muhkam wa al-Muhith al-A'zham (المحكم
والمحيط الأعظم) penyusunnya
yaitu Ibnu Sidah, Marsiyah, Andalus (w. 458 H)
b.
Nizham
al-Alfaba’i al-Khas (Sistem Alfabetis Khusus)
Sistem alfabetis khusus adalah sistem penyusunan kamus
lafazh yang diperkenalkan oleh Abu Bakar Bin Duraid (233-321 H.) memulai
kamusnya yang berjudul Jamharah al-Lughah atau yang lebih dikenal dengan
kamus al-Jamharah. Yang dimaksud dengan sistem alfabetis khusus adalah
sistem penyusunan urutan kata-kata dalam kamus berdasarkan urutan huruf hijaiyah
yang telah disusun oleh Nashr Bin Ashim, yaitu urutan huruf sejak alif, ba,
ta, tsa, dan seterusnya hingga huruf ya seperti yang kita kenal saat
ini. Urutan alfabetis ini dianggap lebih mudah dan lebih popular di kalangan
masyarakat, berbeda dengan urutan huruf yang berdasarkan makharij al-huruf
yang hanya dikenal oleh orang-orang tertentu yang mengerti tentang ilmu qiraat
(ilmu tajwid).
Ada dua faktor yang melatarbelakangi Ibnu Duraid
menyusun kamus sistem alfabai khas ini, yaitu: pertama, kesulitan
dalam mencari makna kata dalam kamus yang menggunakan system fonetik seperti
kamus al-‘Ain karya Khalil dan kamus-kamus lain yang beredar saat itu.
Kesulitan tersebut banyak dialami masyarakat yang tidak mengenal urutan huruf
yang berdasarkan makhraj. Selain itu, beberapa kamus bersistem fonetik
dianggap tidak konsisten dengan urutan huruf yang bersistem fonetik. Kedua,
susunan huruf hijaiyah yang berhasil disusun oleh Nashr Bin Ashim, telah
popular dikalangan masyarakat. Apalagi urutan huruf hijaiyah itu
didukung oleh pemerintah dan diakui oleh ulama dan masyarakat sebagai system
baku dalam penyusunan buku-buku islami selain kamus bahasa.
Dalam sistem
fonetik terdapat tiga kamus yaitu :
1)
Kamus al-Jamharah جمهرة اللغة)), penyusunnya adalah Abu Bakar Bin Duraid (w. 321 H)
2)
Kamus al-Mujmal
المجمل)), penyusun
kamus ini adalah Ibnu Faris, Abul Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya bin Hubaib
Al-Qazwini Al-Razi (w. 395 H).
3)
Kamus al-Maqayis
al-Lughah (مقايس اللغة), penyusun
kamus ini adalah Abul Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya bin Hubaib
Al-Qazwini Al-Razi (w. 395 H).
c.
Nizham
al-Qafiyah (Sistem Sajak)
Munculnya kamus-kamus bahasa Arab yang menggunakan sistem
qafiyah merupakan perubahan besar-besaran dalam hal sistem. Dinamakan
sistem qafiyah sebab penyusunan urutan kata dalam kamus didasarkan pada
urutan huruf terakhir dari sebuah kata seperti sajak-sajak dalam syair.
Pencarian makna kata dalam kamus tidak lagi berdasarkan urutan huruf dalam makharij
al-huruf atau sistem alfabetis khusus, tetapi didasarkan pada huruf yang
terakhir.
Orang yang pertama memperkenalkan sistem qafiyah
adalah Ismail Bin Ahmad al-Jawhari (w. 400H/ 1003 M.) dari Basrah dengan
kamusnya yang berjudul al-Shihhah Fi al-Lughah atau yang dikenal dengan
kamus al-Shihhah.
Ada empat faktor yang melatarbelakangi munculnya kamus
bersistem qafiyah, yaitu: pertama, obsesi al-Jawhari untuk
mewujudkan kamus inovatif dengan sistem baru, mengingat sistem-sistem
penyusunan kamus yang telah ada sebelumnya tidak konsisten, kedua,
kebutuhan masyarakat sastra terhadap kamus-kamus yang bisa menghimpun kumpulan
kata yang memiliki sajak yang sama, ketiga, kata dalam bahasa Arab tidak
bisa lepas dari proses derivasi (isytiqaq), keempat, munculnya
banyak karya-karya sastra seperti puisi, prosa, qasidah, lagu, peribahasa dan
sebagainya yang memakai sajak-sajak atau berakhiran huruf yang sama.
Ada empat
kamus yang menggunakan sistem al-Qafiyah;
1)
Kamus al-Shihhah
Fi al-Lughah (الصحح في اللغة), penyusunnya Ismail bin Ahmad al-Jawhari,
Farab, Turki (w. 393 H.)
2)
Kamus Lisan
Al-Arab (لسان
العرب),
penyusunnya Ibnu Manzur, Mesir, (1232-1311 M)
3)
Kamus al-Muhith (المحيط), penyusunnya al-Fairuz Abady Karzin, Iran
(1329-1415 M)
4)
Kamus Taj
Al-Arus (تاج
العروس),
penyusunnya Murtadha Al-Zabidy Zabid, Yaman (1145-1205 M)
d.
Nizham
al-Alfaba’i al-‘Aam (Sistem Alfabetis Umum)
Sistem alfabetis umum adalah penyusunan kata dalam
kamus berdasarkan urutan huruf hijaiyah yang kita kenal hingga sekarang,
sejak huruf alif hingga ya. Hanya saja, perbedaan sistem
alfabetis umum dengan system alfabetis khusus terletak pada aspek akar kata (ushul
al-kalimah).
Nizham al-Alfaba’i al-‘Aam disebut
juga nidzam awail al-ushul atau sistem yang merujuk pada asal kata (akar
kata). Cikal bakal sistem ini, sebenarnya telah lama dirintis oleh ulama hadis
seperti Imam Bukhari dalam shahih-nya, Ibnu Qutaibah dalam kitabnya gharib
al-hadits, atau al-Syaibani dalam kamusnya al-jiim. Akan tetapi,
sistem penyusunan kata tersebut belum diakui oleh kalangan ahli bahasa sebab
karya-karya tersebut tidak sepenuhnya disebut dengan kamus bahasa.
Para peneliti berpendapat, bahwa sistem alfabetis umum
yang dikenal dalam ilmu leksikologi ini, telah lama diperkenalkan oleh
al-Zamakhsyari (1074-1143 M). dalam karyanya, Asas al-Balaghah. Namun
sebagian peneliti berpendapat, bahwa orang pertama yang menyusun kamus dengan
sistem alfabetis umum adalah Abu Al-Mu’aly Muhammad Bin Tamim Al-Barmaki (w.
1008). Akhirnya, ditemukan benang merahnya dari silang pendapat ini, bahwa
penemu sistem alfabetis umum tetap al-Barmaki, tetapi orang yang menyempurnakan
sistem itu menjadi sebuah kamus adalah al-Zamakhsyari.
Kamus yang
menggunakan sistem alfabetis umum di antaranya;
1)
Kamus Asas Al- Balaghah (أساس البلاغة). Penyusunnya adalah Mahmud bin Umar
Al-Zamakhsary, nama terakhir Al-Zamakhsary tersebur diambil dari kota
kelahirannya yaitu Zamakhsar.
2)
Kamus Muhith Al-Muhith (محيط المحيط). Penyusunnya adalah Butrus Al-Bustani
(1819-1883 M) yang lahir di kota Dibyah, Libanon.
3)
Kamus Aqrob Al-Mawarid (أقرب الموارد). Penyusunnya adalah Said Al-Syirtuni (1849-1912
M) yang lahir di kota Syirtun, Libanon.
4)
Kamus Al-Bustan (البستان). Nama kamus ini diambil dari nama
Penyusun Kamus Al-Bustan yaitu Abdullah Al-Bustani (1854-1930 M), yang lahir di
Dibyah.
5)
Kamus Al-Munjid (المنجد). Penyusunnya Lewis al-Ma'luf (1867-1946
M), yang lahir di Zahlah.
6)
Kamus al-Mu'jam al-Wasith (المعجم الوسيط). Penyusunnya adalah Majma’ Lughah
Arabiyah Kairo.
7)
Kamus al-Mu’jam (المعجم). Penyusunnya adalah Abdullah al-'Ulayali
yang Lahir di Bairut.
e.
Nizham
al-Nutqi (Sistem Artikulasi)
Sistem kamus artikulasi adalah pencarian makna kata
berdasarkan huruf pertama yang terucap dan kata yang dicari langsung bisa
diketahui dalam materi kamus, tanpa harus menuntut seseorang untuk mencari akar
kata. Kelebihan kamus sistem artikulasi terletak pada aspek kemudahan dalam
mencari letak kosakata sehingga pengguna yang awam bisa cepat mencari makna
kata dalam kamus walaupun kurang memahami kaidah ilmu sharf.
Secara historis, sistem artikulasi yang dipakai untuk
menyusun kamus-kamus bahasa Arab, sebenarnya telah lama muncul. Tepatnya, sejak
al-Kaafuri menyusun kamus berjudul al-kulliyat dan al-Jurjani
(1340-1413) dengan kamusnya al-ta’rifat. Hanya saja, bangsa Arab selalu
mengabaikan sistem artikulasi dikarenakan kurang efisien. Pada dekade tahun
60-an, Syekh Abdullah al-Ulayali yang berhasil menyusun sebuah kamus bersistem
artikulasi berjudul kamus al-marja’ di tahun 1963. Kamus ini memuat
urutan kata benda tanpa sedikitpun menggunakan tashrif (derivasi kata). Ia
langsung menempatkan sebuah kata yang bermakna ke bab-bab huruf sesuai huruf
awal kata yang terucap (artikulatif).
Kamus yang menggunakan sistem Artikulasi yaitu :
1)
Kamus al-Maraji' (المراجع). Penyusunnya
adalah Abdullah Al-Ulayali, Lahir di Bairut.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan makalah ini, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1.
Mu’jam secara
bahasa artinya sesuatu yang diperjelas atau diterangkan. Sedangkan secara
istilah mu’jam adalah berbentuk buku atau tulisan yang menghimpunkan
lafaz-lafaz atau kosa kata suatu bahasa atau lebih dalam susunan tertentu
bersama penjelasan makna yang biasanya disertai penafsiran makna tersebut.
2.
Penyusunan mu’jam
bahasa Arab sebagai karya linguistik yang komprehensif pertama kali muncul
pada abad kedua hijrah. Hal ini antara lain ditandai dengan kehadiran karya
al-Khalil bin Ahmad (w.175 H.) yang berjudul Kitab al-`Ain. Di
masa modern, mu’jam atau kamus mulai diterbitkan pada tahun 1282 H atau
bertepatan dengan 1865 M.
3.
Pembagian mu’jam
dari segi tema ada mu’jam bahasa, ensiklopedi dan historis. Ditinjau
dari segi bahasa yang digunakan, ada mu’jam ekabahasa, dwibahasa dan
multibahasa. Ditinjau dari segi materi, ada mu’jam umum dan khusus. Dan
ditinjau dari segi susunannya, ada mu’jam alfabetik dan tematik.
4.
Menurut Ahmad Amin (1878-1954) ada
tiga tahap yang dilalui dalam penulisan mu’jam, yaitu: tahap kodifikasi
non-sistemik, tahap kodifikasi tematik dan tahap kodifikasi sistematik.
5.
Secara garis besar, ada dua model
penyusunan mu’jam arabiyah yang digunakan para leksikolog, yaitu: sistem
makna (kamus ma’ani) dan sistem lafal (kamus alfadz)
B. Saran
Penulisan mu’jam suatu bahasa
bukanlah suatu hal yang mudah, penulisan tersebut melalui proses yang lama dan
panjang dan penuh perjuangan dari para ahli bahasa. Baik ahli bahasa klasik
maupun modern. Sehingga sampai saat ini kita bisa mempelajari berbagai bahasa,
berkat adanya mu’jam yang menunjukkan arti dan makna dari suatu kosakata
tertentu. Dan penulis berharap semoga kita para pelajar khusunya pelajar bahasa
dapat memahami dan menggunakan mu’jam dengan sebaik-baiknya sehingga
dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Amin, Ahmad. 1956. Dhuha Al-Islam, Kairo:
Maktabah Al-Nahdhah.
Hermawan,
Acep. 2011. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Hijaz,
Muhammad Fahmi. 2003. Usus Ilmu Lughah al-Arabiyah, al-Qahirah: Dar
Assaqafah.
Ibrahim,
Rajab ‘Abd al-Jauhar. (t.th). al-Madkhal ila Ta’allumi al-arabiyah, (t.tp): Dar al-Afah
al-Arabiyah.
Izza,
Ahmad. 2011. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: Humaniora.
Khatib,
Adnan. 1997. Mu’jam Araby Baina al-Madhi wa al-Hadir, (t.tt): Ma’had
Buhuts wa Addirosat al-’Arabiyah.
Manzur,
Ibnu. 1956. Lisan al-Arab, Beirut: Dar Shadir, 1956.
Munawwir,
Ahmad Warson. 1997. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka
Progressif.
Taufiqurrochman.
2008. Leksikologi Bahasa Arab,
Malang: UIN Malang Press
Umar,
Ahmad Mukhtar. 1993. Ilmu Dilalah, Kairo: Ilmu Kutub
Umar, Ahmad Mukhtar. 1998. Shina’atul Ma’ajim
Al-Hadist, Kairo: ‘Alam Al-Kutub.
Ya’qub, Emil Badi. 1981. Al-Ma’ajim Al-Lughawiyyah
Al-Arabiyyah, Beirut: Dar Al-Ilm lil Malayin.
[1]Ahmad Izza, Metodologi
Pembelajaran Bahasa Arab, (Bandung: Humaniora, 2011), hlm. 190
[2]Ibnu Manshur, Lisan al-Arab, (Beirut:
Dar Shadir, 1956), hlm. 385
[3]Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir:
Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hlm. 901-902
[4]Rajab ‘Abd al-Jauhar Ibrahim, al-Madkhal
ila Ta’allumi al-arabiyah.(t.tp: Dar
al-Afah al-Arabiyah, t.th), hlm. 248
[8]Muhammad Fahmi Hijaz, Usus Ilmu
Lughah al-Arabiyah, (al-Qahirah: Dar Assaqafah, 2003), h. 97
[9]Adnan Khatib, Mu’jam Araby Baina
al-Madhi wa al-Hadir, ((t.tt): Ma’had Buhuts wa Addirosat al-’Arabiyah,1997),
hlm. 47
[10]Imel Ya’qub, Al-Ma’ajim
Al-Lughawiyyah Al-Arabiyyah, (Beirut: Dar Al-Ilm lil Malayin, 1981), hlm 15-20
[11]Acep Hermawan, Metodologi
Pembelajaran Bahasa Arab, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2011),
hlm. 260
[12]Ahmad Mukhtar Umar, Shina’atul Ma’ajim Al-Hadist. (Kairo: ‘Alam
Al-Kutub, 1998), hlm 39
[13]Ahmad Amin, Dhuha
Al-Islam, (Kairo: Maktabah Al-Nahdhah, 1956), hlm. 263-266.
0 komentar:
Post a Comment