PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semantik Merupakan cabang
linguistik yang fokus kajiannya tentang makna. Linguistik merupakan ilmu yang
menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Bahasa merupakan alat yang digunakan
untuk menyampaikan informasi dalam komunikasi baik secara lisan maupun tulisan.
Pada umumnya bahasa yang digunakan dalam suasana formal akan berbeda jika
dibandingkan dengan suasana tidak formal dan bahasa tertulis sering berbeda
pula dengan bahasa lisan. Namun, baik bahasa formal maupun tidak formal atau
bahasa lisan maupun tertulis terdapat satu komponen yang sangat penting di
dalamnya. Komponen penting ini disebut “makna”. Dalam tataran ilmu linguistik,
makna diberi istilah semantik. Di dalam bahasa Arab istilah semantik
lebih dikenal dengan Ilm al-dalalah. Permasalah
makna adalah sesuatu yang kompleks, sehingga dikenal adanya beberapa istilah fenomena
bahasa yang berkaitan dengan permasalahan makna bahasa, seperti sinonim,
antonim, homonimi dan lain lain. Makna bahasa tidak hanya dapat diketahui
melalui apa yang terdapat di dalam sebuah kata ataupun kalimat, lebih jauh dari
itu makna bahasa juga dapat dipahami dan dikaji melalui cabang cabang ilmu
lainnya, oleh karena itu ilm ad-dalalah (semantik) tidak bisa dipisahkan
dengan cabang ilmu lainnya, karena dengan cabang cabang ilmu tersebut kita bisa
mengerti makna apa yang terkandung di dalam kata tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian semantik (ilm ad-dalalah) ?
2. Apa apa saja ruang lingkup pembahasan semantik (ilm
ad-dalalah) ?
3. Apa sejarah muncul dan berkembangnya semantik (ilm ad-dalalah)
?
4. Bagaimana hubungan semantik (ilm ad-dalalah) dengan ilmu
lain ?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk mengetahui :
1. Pengertian semantik (ilm ad-dalalah)
2. Ruang lingkup pembahasan semantik (ilm ad-dalalah)
3. Sejarah muncul dan berkembangnya semantik (ilm ad-dalalah)
4. Mengetahui hubungan semantik (ilm ad-dalalah) dengan ilmu
ilmu lain.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian llmu Semantik (ilm ad-dalalah)
Secara etimologi Istilah semantik
dikenal dalam bahasa Arab dengan (ilm ad-dalalah) dan ilmu tentang
makna.[1] Abdul Chaer menyatakan
bahwa kata semantik berasal dari bahasa Yunani mengandung makna to signify
atau memaknai.[2]
Haidar juga mengatakan bahwa semantik
berasal dari bahasa Yunani yang berarti teori tentang arti. Para tokoh
linguistik berpandangan bahwa kata semantik berasal dari bahasa Yunani yaitu “semeon”,
sema merupakan bentuk nomina yang berarti “tanda”, sementara kata
kerjanya adalah “samaino” yang berarti “menandai”. Istilah semantik pun
bermacam macam, antara lain signifik, semisiologi, semiologi, semiotik,
sememmik, dan semik. Semantik dipahami sebagai sebuah cabang ilmu bahasa yang
mengkaji tentang makna. Hal ini senada dengan ungkapan Moeliono yang mengatakan
kajian yang memfokuskan tentang makna.
Pengertian tentang semantik di
kalangan linguis secara umum, dan ‘ilm al-dalalah di kalangan pakar
bahasa Arab secara khusus tampaknya tidak ada perbedaan. Al –Dayah
mendefinisikan sebagai cabang ilmu yang mengkaji tentang makna, baik berupa
kosakata maupun dalam bentuk kalimat.
Secara
terminologi, ‘ilm al-dalalah merupakan sebagai salah satu cabang linguistik (‘ilm-al-lughoh)
yang berdiri sendiri yaitu ilmu yang mempelajari tentang makna suatu bahasa,
baik pada tataran mufrodat (kosa-kata) maupun pada tataran tarakib
(struktur). Sebagai istilah teknis, ilmu al-dalalah mengandung pengertian study
tentang makna. Seperti halnya bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam hal
ini menduduki tingkatan tertentu. Apabila komponen bunyi umumnya menduduki
tingkatan pertama, dan tata bahasa pada tingkatan kedua, maka komponen makna
menduduki tingkatan paling akhir.[3]
2. Ruang Lingkup Pembahasan Semantik (ilm ad-dalalah)
Adapun pembahasan yang dikaji oleh semantik secara umum adalah
A. Semantik Leksikal
Leksikal
adalah bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon (vocabulary,
kosakata, pembendaharaan kata). Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan
kata yang bemakna (Chaer, 2002: 60). Kalau leksikon disamakan dengan kosakata
atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat disamakan dengan kata. Dengan
demikian, makna leksikal dapat diartikan dengan sebagai makna yang bersifat
leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Makna leksikal dapat juga
diartikan makna yang sesuai dengan acuannya, makna yang sesuai dengan hasil
observasi panca indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan
kita.
Beberapa
ahli menegaskan demikian, The noun ‘lexeme’ is of course related to the
words ‘lexical’ and ‘lexicon’, (we can think of ‘lexicon’ as having the same
meaning as vocabulary or dictionary ( Lyons, 1995:47). Dalam semantik
leksikal diselidiki makna yang ada pada leksem-leksem dari bahasa tersebut.
Oleh karena itu, makna yang ada pada leksem-leksem itu disebut makna leksikal.
Leksem adalah istilah-istilah yang lazim digunakan dalam studi semantik untuk
menyebutkan satuan bahasa bermakna. Istilah leksem ini kurang lebih dapat
dipadankan dengan istilah kata yang lazim digunakan dalam studi
morfologi dan sintaksis dan yang lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal
bebas terkecil. Leksem dapat berupa kata, dapat juga berupa gabungan kata.
Kumpulan dari leksem suatu bahasa disebut leksikon, sedangkan kumpulan
kata-kata dari suatu bahasa disebut leksikon atau kosa kata.
Jadi, Kajian makna bahasa yang lebih
memusatkan pada peran unsur bahasa atau kata dalam kaitannya dengan kata lain
dalam suatu bahasa lazim disebut sebagai semantik leksikal.
B. Semantik Gramatikal
Tataran tata bahasa atau gramatika
dibagi menjadi dua subtataran, yaitu morfologi dan sintaksis. Morfologi adalah
cabang dari linguistik yang mempelajari struktur intern kata, serta
proses-proses pembentukannya; sedangkan sintaksis adalah studi mengenai
hubungan kata dengan kata dalam membentuk satuan yang lebih besar, yaitu frase,
klausa, dan kalimat. Satuan-satuan morfologi, yaitu morfem dan kata, maupun
satuan sintaksis yaitu kata, frase, klausa, dan kalimat, jelas ada maknanya.
Baik proses morfologi dan proses sintaksis itu sendiri juga makna. Oleh karena
itu, pada tataran ini ada masalah-masalah semantik yaitu yang disebut semantik
gramatikal karena objek studinya adalah makna-makna gramatikal dari tataran
tersebut.
C. Semantik Kalimat
Verhaar
(1978: 126) mengutarakan semantik kalimat yang membicarakan hal-hal seperti
soal topikalisasi kalimat yang merupakan masalah semantik, namun bukan masalah
ketatabahasaan. tentang semantik kalimat ini menurut beliau memang masih belum
banyak menarik perhatian para ahli linguistik.[4]
3. Sejarah
Berkembangnya Ilmu Dalalah
a.
Masa Klasik
Secara historis, sejarah
kajian makna sudah ada sejak zaman Yunani kuno,
dan Aristoteles (384-322 SM) adalah orang pertama yang menggunakan
istilah makna, lewat batasan pengertian kata sebagai satuan terkecil yang mengandung
makna. Selain Aristoteles, Plato juga membicarakan makna. Dalam cratylus ia
mengungkapkan bahwa bunyi-bunyi bahasa secara implisit mengandung makna-makna
tertentu. Di India, para ahli bahasa India semenjak dulu telah membahas kajian
tentang pemahaman karakteristik kosa kata dan kalimat. Bahkan tidak berlebihan
bila dikatakan mereka telah membahas yang diantarnya kajian semantik tentang
perkembangan bahasa baik hubungan antara lafadz dan makna.
Adapun di dunia Arab, kajian tentng makna sudah banyak dilakukan oleh para linguis Arab. Perhatian mereka terlihat pada berbagai kegiatan, antara lain:
Adapun di dunia Arab, kajian tentng makna sudah banyak dilakukan oleh para linguis Arab. Perhatian mereka terlihat pada berbagai kegiatan, antara lain:
1. Pencatatan
makna-makna yang asing dalam Al-Qur’an
2. Pembicaraan
mengenai kemukjizatan Al-Qur’an
3. Penyusunan
kamus
4.
Pemberian harokat pada mushaf Al-Qur’an
Perhatian terhadap ilmu
dalalah ini telah mengantarkan kepada perkembangan kamus dalam bahasa Arab, dan
karena itu pembahasan tentang perkamusan dalam bahasa Arab sangat erat dengan
ilmu dalalah, hal ini dapat dipahami karena salah satu fungsiperkamusan adalah
memberikan pemaknaan terhadap suatu kata atau kalimat, sedangkan pemaknaan itu
sendiri merupakan bagian dari ilmu dalalah, dengan demikian kajian tentang ilmu
dalalah dimulai sejak timbulnya kajian perkamusan yaitu sekitar pertengahan
abad kedua hijriyah, yang diprakarsai oleh Al-Kholil Ibnu Ahmad Al- Farohidi
dengan kitabnya Al-‘Ain.
b.
Masa Modern
Kegiatan para ilmuan di masa klasik dalam mengkaji makna
belum bisa dikatakan sebagai kajian semantik, sebagi ilmu yang berdiri sendiri,
akan tetapi kajian mereka itu merupakan embrio dari semantik. Baru di akhir
abad ke-19, istilah “semantik” di Barat, sebagai ilmu yang berdiri sendiri ini
dikembangkan oleh ilmuan Prancis, Michael Breal. Kajian semantik menjadi lebih
terarah dan sistematis setelah tampilanya Ferdinand de Saussure dengan karyanya
“Course de Linguistique Generale” (1916),ia dijuluki bapak linguistik
modern.
Setelah de Saussure ada juga ilmuan yang dianggap cukup
memberikan corak, warna dan arah baru dalam kajian bahasa yaitu Leonard
Bloomfield dalam bukunya “Language”. Tokoh lain yang berjasa dalam
perkembangan linguistik khususnya semantik adalah Noam Chomsky, seorang tokoh
aliran tata bahasa transformasi. Ia menyatakan bahwa makna merupakan unsur
pokok dalam analisis bahasa.
Kajian semantik bukan hanya menarik perhatian para ahli bahasa
tapi juga menarik perhatian para ahli di luar bahasa, salah satunya yaitu Odgen
dn Richard dengan karyanya yang berjudul “The meaning of meaning” yang
membahas kompleks sebuah makna. Dalam kalangan linguis Arab muncul nama Ibrohim
Anis, guru besar bidang linguistik Arab di universitas Cairo dengan kitabnya
yang berjudul “Dalalah Al-alfadz”, yang diantaranya membahas tentang
sejarah perkembangan bahasa manusia dan bagaimana hubungan antara lafadz dan
maknanya seerta jenis hubungan keduanya, selain itu dibahas pula tentang
macam-macam makna yaitu fonologi, morfologi, sintaksis dan leksikologi.
Sebagai bentuk konkrit dari perhatian para ulama Arab
terhadap semantik adalah upaya penyusunan kamus yang berlangsung melalui
beberapa fase. Pertama, tahap penyusunan kata-kata dengan penjelasanya yang
belum disusun secara teratur. Kedua, tahap pembukuan lafadz-lafadz secara
teratur, akan tetapi berbentuk risalah-risalah yang terpisah-pisah denagn
materi yang terbatas, contohnya Kitab Al-Mathar karya Abu Zaid Al-Anshori.
Ketiga, tahap penyusunan kamus secara komprehensif dan sistematis yang
dipelopori oleh Al-Kholil Ibnu Ahmad Al-Farohidi, dialah yang memberikan
inspirasi bagi para ahli bahasa lainnya untuk menyuisun kamus. Walhasil,
semantik atau ilmu dalalah telah ada sejak zaman Yunani kuno meskipun belum
disebut secara jelas dan tegas sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Pada akhir
abad ke-19, semantik menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri sebagai cabang
linguistik dan yang mempeloporinya adalah Michael Breal kemudian disempurnakan
oleh Ferdinand de Saussure.[5]
4.
Hubungan semantik (ilm
ad-dalalah) dengan ilmu ilmu lain
Berdasarkan pengembangan kajian ilmu
linguistik saat ini, kajian linguistik dapat dikelompokkan sebagai berikut:
(1)
Fonologi.
(2)
Morfologi.
(3)
Sintaksis.
(4)
Semantik
(5)
Pragmatik
Fonologi merupakan subsistem kajian
di bidang bunyi bahasa. Fonologi dikelompokkan menjadi dua, yaitu fonetik dan
fonemik. Fonetik adalah ilmu bahasa yang mengkaji berbagai bunyi bahasa tanpa memperhatikan
fungsinya sebagai pembeda makna. Fonetik berurusan kepada cara bunyi bahasa
yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan cara bunyi bahasa itu mengalir
sebagai gelombang bunyi sehingga dapat dipahami oleh manusia. Fonemik adalah
cabang ilmu bahasa yang mengkaji bunyi bahasa yang berperan sebagai pembeda
makna.
Morfologi,
sintaksis, dan wacana, dapat dikelompokkan sebagai subsistem gramatika karena
tiga subsistem itu sama-sama mengkaji struktur penataan suatu bahasa.
Semantik mempunyai hubungan yang
erat dengan lima subsistem kajian bahasa yang lain, fonologi, morfologi,
sintaksis, wacana, dan pragmatik. Hubungan semantik dengan fonologi adalah
subsistem kajian linguistik di bidang bunyi bahasa. Fonologi dapat dirinci lagi
menjadi fonetik dan fonomik. Fonemik mempunyai hubungan yang lebih erat dengan
semantik dari pada semantik dengan fonemik. Fonemik mengkaji makna yang
berperan sebagai pembeda makna sedangkan fonetik mengkaji bunyi bahasa tanpa
memperhatikan perannya sebagai pembeda makna (Samsuri, 1994: 91—45). Hubungan
semantik dengan morfologi.
Hubungan semantik dengan morfologi
terlihat jelas dalam proses morfologis. Proses morfologis tu mencakup
transposisi, afiksasi, reduplikasi, dan komposis. Dalam proses morfologi itu,
terjadi perubahan makna satuan bahasa itu. Perubahan makna satuan bahasa akibat
prosess transposisi. Proses transposis dalah pembentukan kata dengan tanpa
mengubah sedikitpun bntuk dasar satuan bahasa itu. Kridalaksana (1992: 12)
mengistilahkan proses transposisi ini dengan derivasi zero.
Hubungan semantik juga terdapat
dalam proses reduplikasi. Proses reduplikasi adalah proses pembentukan kaa
dengan mengulang satu bentuk bahasa dalam pengulangan bentuk bahasa, bentuk
bahasa bisa langsung diulang atau diberi afiks terlebih dahulu. Semantik juga
berhubungan dengan sintaksis. Sintaksis adalah subsistem linguistik yang
mengkaji struktur intraklimat. Konteks kalimat menentukan makna suatu leksem.
Semantik juga berhubungan dengan
wacana. Wacana adalah kajian linguistik yang membahas hubungan antar kalimat.
Jalinan kalimat satu dengan yang lain yang serasi akan membentuk makna.Semantik
juga berhubungan dengan pragmatik. Pragmatik mengkaji makna satuan bahasa dari
tiga sisi, yaitu kalimat yang diucapkan atau ditulis, acuan kalimat itu, dan
konteks non linguistik. Agar dapat memahami maka satuan bahasa secara
pragmatik, satuan bahasa itu perlu dipahami berdasarkan makna leksikal dan
makna gramatikal.[6]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian semantik (ilm ad-dalalah)
Semantik Merupakan cabang
linguistik yang fokus kajiannya tentang makna. Linguistik merupakan ilmu yang
menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Bahasa merupakan alat yang digunakan
untuk menyampaikan informasi dalam komunikasi baik secara lisan maupun tulisan.
Pada umumnya bahasa yang digunakan dalam suasana formal akan berbeda jika
dibandingkan dengan suasana tidak formal dan bahasa tertulis sering berbeda
pula dengan bahasa lisan. Namun, baik bahasa formal maupun tidak formal atau
bahasa lisan maupun tertulis terdapat satu komponen yang sangat penting di
dalamnya. Komponen penting ini disebut “makna”. Dalam tataran ilmu linguistik,
makna diberi istilah semantik. Di dalam bahasa Arab istilah semantik
lebih dikenal dengan Ilm al-dalalah
2. Ruang lingkup pembahasan semantik (ilm ad-dalalah)
a.
Semantik Leksikal
b. Semantik Gramatikal
c.
Semantik Kalimat
3. Sejarah muncul dan berkembangnya semantik (ilm ad-dalalah)
a. Masa Modern
b. Masa Klasik
4. Hubungan semantik (ilm ad-dalalah) dengan ilmu ilmu lain
Sudah dibahas sebelumnya bahwa
semantik merupakan salah satu cabang ilmu linguistik. Tentu antara semantik
dengan cabang ilmu linguistik lainnya memiliki hubungan yang bisa dikatakan
sangat dekat. Seseorang yang melakukan komunikasi dengan orang lainnya tentu memiliki
makna yang ingin disampaikan dalam struktur bahasa yang diutarakan. Jadi,
pemaknaan itu penting dalam berbahasa karena jika berbahasa tanpa makna sama
saja dengan berbicara tanpa arah dan tujuan yang jelas
[1]
Ahmad Mukhtar Umar, Ilm al-Dalalah (Kairo: ‘Alim Al-Kutub, 1993), 11.
[2]
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta,
2002), 2.
[6]
al-Araby, al-Jabiri
M.Abid Binyat al-‘Aql, Dirasah Tahliliyyah Naqdiyyah li Nuzim al-Ma’rifah fi
as-Saqafah al-‘Arabiyyah. (Bairut: al-Markaz as-Saqafi al-Arabi, 1991), 45
0 komentar:
Post a Comment