Makalah Ilmu Alam Dasar AL QUR’AN SEBAGAI SUMBER ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

BAB I
PENDAHULUAN

Ilmu Pengetahuan dan teknologi (IPTEK) merupakan salah satu bagian dari isi kandungan Al-Qur’an yang tidak kurang pentingnya bagi kehidupan umat manusia. Betapa banyak ayat Al-Qur’an yang merangsang dan mendorong para ilmuwan supaya memperhatikan alam semesta, dan menggali ilmu pengetahuan yang sebanyak-banyaknya. Bukan saja dari Al-Qur’an melainkan juga dari segenap alam jagat raya termasuk ruang angkasa.[1]
Ayat-ayat Al-Qur’an yang menyinggung tentang persoalan ilmu pengetahuan dan tekologi, para ahli tafsir disebut dengan ayat al-kauniyyah atau ayat ‘ulum. Menurut penyelidikan Thanthawi Jauhari, salah seorang mufassir terkenal dalam aliran tafsir ni al-Ra’yi dalam Al-Qur’an terdapat sekitar 750 ayat al-‘ulum, semesta menurut perhitungan al-Ghazali, yang tidak jauh berbeda dengan Thanthawi, ayat al-kauniyyah berjumlah 763 ayat.[2]
            Al-Qur’an melalui ayat-ayatnya, banyak menampilkan manifestasi jagat raya ini, termasuk di dalamnya tentang kejadian manusia, proses kejadian/pembuatan bumi dan langit, perputaran matahari dan bulan, serta perjalanan planet, bintang dan orbit, gumpaan awan, turun hujan, guruh, kilat, tumbuh-tumbuhan dengan berbagai ragamnya, keindahan laut dan tanda-tanda lintasanya, gunung-gunung yang menjulang tingi dan lain-lain ilmu pengetahuan dan teknologi yang dipelajari para saintis dengan cermat dan teliti.
            Bukti lain bahwa Al-Qur’an sangat peduli terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, dapat difahami dari surat Al-Qur’an yang pertama kali diturunkan, yaitu surat al-‘Alaq yang juga dinamakan dengan surat Iqra’ dan al-Qalam (surat baca dan tulis). Penamaan surat al-‘Alaq dengan surat Iqra’ dan al-Qlam jelas memperhatikan petunjuk kepada umat manusia akan arti penting ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilambangkan dengan keiatan menulis dan membaca. Sebab, dalam kenyataannya, pengenmbangan ilmu pengetahuan dan teknologi memang dilakukan melalui kegiatan membaca dan menulis atau tepatnya melalui kegiatan penelitian dan pengembangan.
            Dalam pada itu penting dicatatkan kembali peringatan yang pernah ditulis sebelum ini bahwa sungguh pun dalam al-Qur’an terdapat sekian banyak ayat kauniyah  dan karenanya maka al-Qur’an dapat disebut sebagai sumber IPTEK, namun al-Qur’an tidak tepat dinyatakan sebagai buku ilmu pengetahuan dan teknologi. Al-Quran seperti ditegaskan al-Zarqani, adalah tetap sebagai kitab hidayah  dan buku mukjizat.[3]













BAB II
PEMBAHASAN

Dalam   Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia,  teknologi  diartikan sebagai kemampuan teknik yang berlandaskan  pengetahuan  ilmu eksakta  dan berdasarkan proses teknis. Teknologi adalah ilmu tentang cara menerapkan sains  untuk  memanfaatkan  alam  bagi kesejahteraan dan kenyamanan manusia.
A.    TEKNOLOGI     
Teknologi adalah pengembangan dan penggunaan dari alat, mesin, material dan proses yang menolong manusia menyelesaikan masalahnya. Kata teknologi sering menggambarkan penemuan dan alat yang menggunakan prinsip dan proses penemuan saintifik yang baru ditemukan. Akan tetapi, penemuan yang sangat lama seperti roda dapat disebut teknologi. Definisi lainnya (digunakan dalam ekonomi) adalah teknologi dilihat dari status pengetahuan kita yang sekarang dalam bagaimana menggabungkan sumber daya untuk memproduksi produk yang diinginkan( dan pengetahuan kita tentang apa yang bisa diproduksi). Oleh karena itu, kita dapat melihat perubahan teknologi pada saat pengetahuan teknik kita meningkat.
Kalau  demikian,  mesin  atau  alat  canggih yang dipergunakan manusia bukanlah teknologi,  walaupun  secara  umum  alat-alat tersebut  sering  diasosiasikan sebagai teknologi. Mesin telah dipergunakan oleh manusia sejak berabad yang lalu, namun  abad tersebut belum dinamakan era teknologi.
Hubungan antara tanda-tanda kebenaran di dalam Al-Qur’an dan alam raya dipadukan melalui mukjizat Al-Qur’an (yang lebih dahulu daripada temuan ilmiah) dengan mukjizat alam raya yang menggambarkan kekuasaan Tuhan. Masing-masing mengakui dan membenarkan mukjizat yang lain agar keduanya menjadi pelajaran bagi setiap orang yang mempunyai akal dan hati bersih atau orang yang mau mendengar. Beberapa dalil kuat telah membuktikan bahwa Al-Qur’an tidak mungkin datang, kecuali dari Allah. Buktinya tidak adanya pertentangan diantara ayat-ayatnya, bahkan sistem yang rapi dan cermat yang terdapat di alam raya ini juga tidak mungkin terjadi, kecuali dengan kehendak Allah yang menciptakan segala sesuatu dengan cermat.
Meskipun telah banyak bukti-bukti ilmiah tentang kebenaran Al-Qur’an, para pemuja materialisme, para sekuler dan para ateis, tentu saja masih terus membantah kebenaran-kebenaran Al-Qur’an karena ketakutan akan implikasi mengakui keberadaan Allah swt. Selain itu, mereka selalu melakukan pembenarannya atas bukti-bukti logika seperti matematis, empiris, biologis, sosiologis yang sebagai dasar pijakan postulatnya.
Dari sisi lain bahwa pemahaman baru terhadap ayat itu tidak boleh membatalkan pemahaman lama. Dengan ungkapan lain, kita tidak layak menuduh umat sejak jaman sahabat, bahkan sejak jaman Nabi saw, salah dalam memahami satu ayat, kemudian mengklaim bahwa yang benar adalah pemahaman yang dimiliki si penafsir baru itu. Selayaknya dikatakan, makna baru ini merupakan tambahan yang digabungkan dengan pemahaman lama, dan bukan membatalkannya. Sebab diantara keistimewaan Al-Qur’an, keajaiban-keajaibannya tidak pernah habis tergali.
Kemukjizatan ilmu pada Al-Quran memang tidak memposisikan Al-Quran sebagai kitab sains. Namun dapat memberikan isyarat atau petunjuk untuk melakukan kajian lebih jauh terhadap pengembangan sains. Isyarat ilmiah dalam Al-Quran mengandung prinsip-prinsip/kaidah-kaidah dasar ilmu pengetahuan di setiap jaman dan kebudayaan. Hal ini membawa maksud bahwa :
a.       Ayat yang memberikan isyarat tidak harus terperinci, sehingga para ilmuwan bisa mengkajinya atau memperinci dengan melakukan penelitian.
b.      Mukjizat ilmiah Al-Qur’an tidak hanya untuk waktu tertentu saja yaitu ketika terjadi penentangan, namun berlaku juga ke masa yang akan datang.
Pada satu masa beberapa mukjizat dirasa kurang masuk akal atau bertentangan dengan nalar dan logika. Tetapi kapasitas nalar dan intelektual yang dimiliki tidaklah sama, tergantung pada daya pikir seseorang.
Masih dalam konteks al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga dapat difahami dari sekian banyak al-Qur’an yang menyeru manusia supaya berfikir, melihat dan merenungkan alam semesta berikut berbagai isi yang ada didalamnya. Perhatikan misalnya ayat-ayat di bawah ini:[4]
قُلِ انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَمَا تُغْنِي الْآيَاتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لَا يُؤْمِنُونَ
Artinya: Katakanlah (ya Muhammad), “perhatiankanlah apa-apa yang ada di langit dan di bumi, dan tidaklah bermanfaat tanda-tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman. (Yunus [10] : 101)
أَوَلَمْ يَنْظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ وَأَنْ عَسَىٰ أَنْ يَكُونَ قَدِ اقْتَرَبَ أَجَلُهُمْ ۖ فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ
Artinya : Apakah mereka tidak memperhatikan (memikirkan) kerajaan-kerajaan di ruang angkasa dan bumi serta segala yang diciptakan Allah? Kemungkinan sudah ajal mereka. Maka perkataan (keterangan) apakah lagi yang mereka percayai sesudah (selain dari) al-Qur’an. (Al A’raf [7] : 185)
وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ  وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ  أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ
Artinya: Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan? Dan ruang angkasa bagaimana ia ditinggalkan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan (dipancangkan) dan bumi bagaimana dia dihamparkan? (al-Ghosyiyah [88] : 17-20)
Dalam ayat ini Allah menjelaskan perintah-Nya kepada rasul-Nya agar dia menyuruh kaumnya untuk memperhatikan dengan mata kepala mereka dan dengan akal budi mereka segala yang ada di langit dan di bumi. Mereka diperintahkan agar merenungkan keajaiban langit yang penuh dengan bintang-bintang, matahari dan bulan, keindahan pergantian malam dan siang, air hujan yang turun ke bumi, menghidupkan bumi yang mati, menumbuhkan tanam-tanaman, dan pohon-pohonan dengan buah-buahan yang beraneka warna dan rasa. Hewan-hewan dengan bentuk dan warna yang bermacam-macam hidup diatas bumi, memberi manfaat yang tidak sedikit kepada manusia. Demikian pula keadaan bumi itu sendiri yang terdiri dari gurun pasir, lembah yang terjal, dataran yang luas, samudera yang penuh dengan berbagai ikan yang semuanya itu terdapat tanda-tanda keesaan dan kekuasaan Allah SWT bagi orang-orang yang berfikir dan yakin kepada penciptanya.
Akan tetapi mereka yang tidak percaya adanya pencipta alam ini, membuat semua tanda-tanda keesaan dan kekuasaan Allah di alam ini tidak akan bermanfaat baginya. Penundukan tersebut secara  potensial terlaksana  melalui hukum-hukum  alam  yang  ditetapkan  Allah  dan kemampuan yang dianugerahkan-Nya   kepada   manusia.   Al-Quran   menjelaskan sebagian dari ciri tersebut, antara lain:
a.       Segala  sesuatu  di  alam  raya  ini  memiliki  ciri  dan hukum-hukumnya.

الله يعلم ما تحمل كل انثي وما تغيض الارحام وما تزداد وكل شيء عنده بمقدار
“Segala sesuatu di sisi-Nya memiliki ukuran” (Al-Ra’d [13]: 8)
Matahari dan bulan yang beredar dan memancarkan sinar,  hingga rumput yang hijau subur atau layu dan kering, semuanya telah ditetapkan oleh Allah sesuai ukuran dan  hukum-hukumnya. Demikian  antara  lain  dijelaskan  oleh Al-Quran surat Ya Sin ayat 38 dan Sabihisma ayat 2-3
b.      Semua yang berada di alam raya ini tunduk kepada-Nya:
ولله يسجد من في السموات والارض طوعا وكرها وظللهم بالغدو والاصال
Hanya kepada Allah-lah tunduk segala yang di 1angit dan di bumi secara sukarela atau terpaksa(Al-Ra’d [13]: 15).
c.       Benda-benda alam apalagi yang tidak bernyawa tidak diberi kemampuan memilih, tetapi sepenuhnya tunduk kepada Allah melalui hukum-hukum-Nya.
ثم استوي الي السماء وهي دخان فقال لها و للارض ائتيا طوعا او كرها قا لتا اتينا طائعين
“Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit yang ketika itu masih merupakan asap, lalu Dia (Allah) berkata kepada-Nya, “Datanglah (Tunduklah) kamu berdua (langit dan bumi) menurut perintah-Ku suka atau tidak suka!” Mereka berdua berkata, “Kami datang dengan suka hati” (Fushshilat: ll).
Di sisi lain, manusia diberi kemampuan untuk  mengetahui  ciri dan  hukum-hukum  yang berkaitan dengan alam raya, sebagaimana terdapat dalam firman-Nya dalam Al-Qur’an QS. (Al-Baqarah [2] : 31) “Allah mengajarkan Adam nama-nama semuanya”.
Yang dimaksud nama-nama pada ayat tersebut adalah sifat, ciri,dan  hukum  sesuatu. Ini berarti manusia berpotensi mengetahui rahasia alam raya.
Adanya potensi itu, dan tersedianya lahan yang diciptakan Allah, serta ketidakmampuan alam raya membangkang terhadap perintah dan hukum-hukum Allah SWT, menjadikan ilmuwan dapat memperoleh kepastian mengenai hukum-hukum alam.
Karenanya, semua itu mengantarkan manusia berpotensi  untuk  memanfaatkan alam  yang  telah  ditundukkan Tuhan. Keberhasilan memanfatkan alam itu merupakan buah teknologi.
Ketika  Al-Quran  berbicara  tentang  alam  raya dan fenomenanya, terlihat secara jelas bahwa pembicaraannya selalu dikaitkan dengan kebesaran dan kekuasaan Allah Swt.
Al-Quran tentang kejadian alam: (QS Al-Anbiya’: 30).
اولم ير الذين كفروا ان السموت والارض كا نتا رتقا ففتقناهما وجعانا من الماء كل شئ حي افلا يؤمنون
Ayat ini dipahami oleh banyak ulama kotemporer sebagai isyarat tentang teori Big Bang (Ledakan Besar), yang mengawali terciptanya langit dan bumi. para pakar boleh saja berbeda pendapat tentang makna ayat tersebut, atau mengenai proses terjadinya pemisahan langit dan bumi. namun, ketika Al-Qur’an berbicara tentang hal itu, dikaitkannya dengan kekuasaan dan kebesaran Allah, serta keharusan beriman pada-Nya. Pada saat mengisyaratkan pergeseran gunung-gunung dari posisinya, sebagaimana dibuktikan para ilmuwan informasi itu dikaitkan dengan Kemahahebatan Allah Swt. (QS Al-Naml [27]: 88).
و تري الجبا ل تحسبها جامدة وهي تمر مر السحاب صنع الله الذي اتقن كل شئ انه خبير بما تفعلون
Ini berarti bahwa sains dan hasil-hasilnya harus selalu mengingatkan manusia terhadap Kehadiran dan Kemahakusaan Allah swt, selain juga harus   memberi   manfaat   bagi kemanusiaan, sesuai dengan prinsip bismi Rabbik.
Kedua, Al-Qur’an sejak dini memperkenalkan istilah sakhkhara yang maknanya bermuara kepada “kemampuan meraih dengan mudah dan sebanyak yang dibutuhkan segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan dari alam raya melalui keahlian di bidang teknik”.
Ketika  Al-Quran  memilih  kata  sakhhara yang arti harfiahnya menundukkan atau merendahkan, maksudnya adalah agar alam  raya dengan  segala  manfaat yang dapat diraih darinya harus tunduk dan dianggap sebagai sesuatu yang posisinya  berada  di  bawah manusia. 
Di atas telah dikemukakan bahwa penundukan Allah terhadap alam raya bersama potensi yang dimiliki  manusia  bila  digunakan secara baik akan membuahkan teknologi. Dari  kedua catatan yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa  teknologi   dan   hasil-hasilnya  disamping harus mengingatkan  manusia kepada  Allah,  juga harus mengingatkan bahwa manusia adalah khalifah  yang  kepadanya  tunduk  segala yang berada di alam raya ini.
Dewasa ini telah  lahir teknologi  khususnya dibidang rekayasa genetika yang dikhawatirkan dapat  menjadikan  alat sebagai   majikan.  Bahkan   mampu   menciptakan  bakal-bakal “majikan” yang akan diperbudak dan ditundukkan oleh alat.
Jika begitu, ini  jelas  bertentangan  dengan  kedua  catatan yang disebutkan di terdahulu. Berdasarkan  petunjuk  kitab sucinya,  seorang  Muslim  dapat menerima  hasil-hasil  teknologi  yang  sumbernya  netral, dan tidak menyebabkan maksiat, serta bermanfaat bagi manusia, baik mengenai  hal-hal  yang  berkaitan  dengan  unsur “debu tanah” manusia maupun unsur “ruh Ilahi” manusia.
Seandainya pengunaan satu hasil teknologi telah melalaikan seseorang dari zikir dan tafakur, serta mengantarkannya kepada keruntuhan nilai-nilai kemanusiaan, maka  ketika  itu  bukan hasil  teknologinya  yang  mesti ditolak, melainkan kita harus memperingatkan  dan  mengarahkan  manusia   yang   menggunakan teknologi  itu. Jika hasil teknologi sejak semula diduga dapat mengalihkan manusia darl jati diri dari tujuan  penciptaan, sejak  dini  pula kehadirannya ditolak oleh Islam.

B.     BUKTI – BUKTI KEBENARAN WAHYU AL-QUR’AN TENTANG ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
Peradaban Islam pernah memiliki khazanah ilmu yang sangat luas dan menghasilkan para ilmuwan yang begitu luar biasa. Ilmuwan-ilmuwan ini ternyata jika kita baca, mempunyai keahlian dalam berbagai bidang. Sebut saja Ibnu Sina. Dalam umurnya yang sangat muda, dia telah berhasil menguasai berbagai ilmu kedokteran. Mognum opusnya al-Qanun fi al-Thib menjadi sumber rujukan primer di berbagai universitas Barat.
Selain Ibnu Sina, al-Ghazali juga bisa dibilang ilmuwan yang refresentatif untuk kita sebut disini. Dia teolog, filosof, dan sufi. Selain itu, dia juga terkenal sebagai orang yang menganjurkan ijtihad kepada orang yang mampu melakukan itu. Dia juga ahli fiqih. Al-Mushtasfa adalah bukti keahliannya dalam bidang ushul fiqih. Tidak hanya itu, al-Ghazali juga ternyata mempunyai paradigma yang begitu modern. Dia pernah mempunyai proyek untuk menggabungkan, tidak mendikotomi ilmu agama dan ilmu umum. Baginya, kedua jenis ilmu tersebut sama-sama wajib dipelajari oleh umat Islam.
Selain para ilmuwan di atas, Ibnu Rusyd layak kita sebut di sini. Dia filosof ulung, teolog dan menguasai kedokteran. Bahkan dia juga bisa disebut sebagai faqih. Kapabalitasnya dalam bidang fiqih dibuktikan dengan karya tulisnya Bidayah al-Mujtahid. Filosof ini juga menjadi inspirasi gerakan-gerakan di Barat. Tidak sedikit ideologinya yang diadopsi oleh orang Barat sehingga bisa maju seperti sekarang.
Ilmuwan lainnya seperti Fakhruddin al-Razi, selain seorang teolog, filosof, ahli tafsir, dia juga seorang yang menguasai kedokteran. Al-Khawarizmi, Matematikawan dan seorang ulama. Dan masih banyak lagi para ulama sekaligus ilmuwan yang dihasilkan dari Peradaban Islam. Semua itu menunjukkan, bahwa suatu peradaban bisa maju dan unggul, meskipun tetap dilandasi oleh agama dan kepercayaan terhadap Tuhan (Allah SWT).
Adapun kondisi umat Islam sekarang yang mengalami kemunduran dalam bidang teknologi adalah disebabkan oleh berbagai hal. Teknologi adalah simbol kemodernan. Akan tetapi, tidak hanya karena modern, kemudian kita mengabaikan agama sebagaimana yang terjadi di Barat dengan ideologi sekularisme. Karena sains dan teknologi tidak akan pernah bertentangan dengan ajaran Islam yang relevan di setiap zaman.
Al-Qur’an, yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW secara lisan dan berangsur-angsur antara tahun 610 hingga 632 M atau selama kira-kira 22 tahun, dimana pada masa itu umat manusia khususnya orang-orang Mekah dan Madinah masih dalam kegelapan dan buta huruf, telah membuktikan kebenaran wahyunya melalui konsistensinya dan kesesuaiannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang ditemukan umat manusia pada masa jauh setelah Muhammad.
Berbagai contoh di bawah ini, menunjukkan bukti-bukti kebenaran wahyu Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW tanpa bisa dibantah.
1.      Kemenangan Bizantium.
Penggalan berita lain yang disampaikan Al-Qur’an tentang peristiwa masa depan ditemukan dalam ayat pertama Surat Ar Ruum, yang merujuk pada Kekaisaran Bizantium, wilayah timur Kekaisaran Romawi. Dalam ayat-ayat ini, disebutkan bahwa Kekaisaran Bizantium telah mengalami kekalahan besar, tetapi akan segera memperoleh kemenangan.
“Alif, Lam, Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang).” (Al-Qur’an [30: 1-4)
Ayat-ayat ini diturunkan kira-kira pada tahun 620 Masehi, hampir tujuh tahun setelah kekalahan hebat Bizantium Kristen di tangan bangsa Persia, ketika Bizantium kehilangan Yerusalem. Kemudian diriwayatkan dalam ayat ini bahwa Bizantium dalam waktu dekat menang. Padahal, Bizantium waktu itu telah menderita kekalahan sedemikian hebat hingga nampaknya mustahil baginya untuk mempertahankan keberadaannya sekalipun, apalagi merebut kemenangan kembali.
Tidak hanya bangsa Persia, tapi juga bangsa Avar, Slavia, dan Lombard menjadi ancaman serius bagi Kekaisaran Bizantium. Bangsa Avar telah datang hingga mencapai dinding batas Konstantinopel. Kaisar Bizantium, Heraklius, telah memerintahkan agar emas dan perak yang ada di dalam gereja dilebur dan dijadikan uang untuk membiayai pasukan perang.
Banyak gubernur memberontak melawan Kaisar Heraklius dan dan Kekaisaran tersebut berada pada titik keruntuhan. Mesopotamia, Cilicia, Syria, Palestina, Mesir dan Armenia, yang semula dikuasai oleh Bizantium, diserbu oleh bangsa Persia.
Pendek kata, setiap orang menyangka Kekaisaran Bizantium akan runtuh. Tetapi tepat di saat seperti itu, ayat pertama Surat Ar Ruum diturunkan dan mengumumkan bahwa Bizantium akan mendapatkan kemenangan dalam beberapa tahun lagi.
Kemenangan ini tampak sedemikian mustahil sehingga kaum musyrikin Arab menjadikan ayat ini sebagai bahan cemoohan. Mereka berkeyakinan bahwa kemenangan yang diberitakan Al-Qur’an takkan pernah menjadi kenyataan. Sekitar tujuh tahun setelah diturunkannya ayat pertama Surat Ar Ruum tersebut, pada Desember 627 Masehi, perang penentu antara Kekaisaran Bizantium dan Persia terjadi di Nineveh. Dan kali ini, pasukan Bizantium secara mengejutkan mengalahkan pasukan Persia. Beberapa bulan kemudian, bangsa Persia harus membuat perjanjian dengan Bizantium, yang mewajibkan mereka untuk mengembalikan wilayah yang mereka ambil dari Bizantium.[5]
Akhirnya, “kemenangan bangsa Romawi” yang diumumkan oleh Allah dalam Al-Qur’an, secara ajaib menjadi kenyataan. Keajaiban lain yang diungkapkan dalam ayat ini adalah pengumuman tentang fakta geografis yang tak dapat ditemukan oleh seorang pun di masa itu.
Dalam ayat ketiga Surat Ar Ruum, diberitakan bahwa Romawi telah dikalahkan di daerah paling rendah di bumi ini. Ungkapan “Adnal Ardli” dalam bahasa Arab, diartikan sebagai “tempat yang dekat” dalam banyak terjemahan. Namun ini bukanlah makna harfiah dari kalimat tersebut, tetapi lebih berupa penafsiran atasnya.
Kata “Adna” dalam bahasa Arab diambil dari kata “Dani”, yang berarti “rendah” dan “Ardl” yang berarti “bumi”. Karena itu, ungkapan “Adnal Ardli” berarti “tempat paling rendah di bumi”.
Yang paling menarik, tahap-tahap penting dalam peperangan antara Kekaisaran Bizantium dan Persia, ketika Bizantium dikalahkan dan kehilangan Jerusalem, benar-benar terjadi di titik paling rendah di bumi. Wilayah yang dimaksudkan ini adalah cekungan Laut Mati, yang terletak di titik pertemuan wilayah yang dimiliki oleh Syria, Palestina, dan Jordania.
“Laut Mati”, terletak 395 meter di bawah permukaan laut, adalah daerah paling rendah di bumi. Ini berarti bahwa Bizantium dikalahkan di bagian paling rendah di bumi, persis seperti dikemukakan dalam ayat ini. Hal paling menarik dalam fakta ini adalah bahwa ketinggian Laut Mati hanya mampu diukur dengan teknik pengukuran modern.
Sebelumnya, mustahil bagi siapapun untuk mengetahui bahwasannya ini adalah wilayah terendah di permukaan bumi. Namun, dalam Al-Qur’an, daerah ini dinyatakan sebagai titik paling rendah di atas bumi. Demikianlah, ini memberikan bukti bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Ilahi.
2.      Kebohongan Alkitab secara umum.
Sebagaimana dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur’an berikut ini:
“Apakah kamu masih mengharapkan mereka (Yahudi & Kristen) akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar Firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?” (QS. Al-Baqarah [2] : 75)
“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang (Yahudi & Kristen) yang menulis Alkitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: ‘Ini dari Allah’, untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah [2: 79)
“Orang-orang (Yahudi & Kristen) yang telah Kami beri Al Kitab mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2: 146)
“Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya di kala mereka berkata: ‘Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia’. Katakanlah: ‘Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebagiannya) dan kamu sembunyikan sebagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya)?’ Katakanlah: ‘Allah-lah (yang menurunkannya)’, kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al-Qur’an kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya.” (QS. Al An’am [6:91)
Dan lain sebagainya.
3.      Kemenangan di Khaibar dan Mekah.
Sisi keajaiban lain dari Al-Qur’an adalah ia memberitakan terlebih dahulu sejumlah peristiwa yang akan terjadi di masa mendatang. Ayat ke-27 dari surat Al Fath, misalnya, memberi kabar gembira kepada orang-orang yang beriman bahwa mereka akan menaklukkan Mekah, yang saat itu dikuasai kaum penyembah berhala:
“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rosul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui, dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.” (Al-Qur’an [48: 27)
Ketika kita lihat lebih dekat lagi, ayat tersebut terlihat mengumumkan adanya kemenangan lain yang akan terjadi sebelum kemenangan Mekah. Sesungguhnya, sebagaimana dikemukakan dalam ayat tersebut, kaum mukmin terlebih dahulu menaklukkan Benteng Khaibar, yang berada di bawah kendali Yahudi, dan kemudian memasuki Mekah dengan aman.
Pemberitaan tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa depan hanyalah salah satu di antara sekian hikmah yang terkandung dalam Al-Qur’an. Ini juga merupakan bukti akan kenyataan bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah, Yang pengetahuan-Nya tak terbatas.
4.      Ditemukannya jasad Fir’aun.
“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu (Fir’aun) supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS.[10] : 92)
Pada waktu  Al-Qur’an  disampaikan  kepada  manusia  oleh  Nabi Muhammad SAW,  semua  jenazah  Fir’aun-Fir’aun yang disangka ada hubungannya dengan Exodus oleh manusia  modern  terdapat  di kuburan-kuburan  kuno di lembah raja-raja (Wadi al Muluk) di Thebes, di seberang  Nil  di  kota  Luxor.  Pada  waktu  itu manusia   tak  mengetahui  apa-apa  tentang  adanya  kuburan tersebut. Baru pada abad 19 orang menemukannya seperti  yang dikatakan  oleh  Al-Quran  jenazah  Fir’aunnya Exodus selamat.
Pada waktu ini jenazah Fir’aun Exodus disimpan di Museum Mesir di Cairo di ruang mumia, dan dapt dilihat oleh peziarah. Jadi hakekatnya  sangat  berbeda  dengan  legenda yang  menertawakan  yang  dilekatkan kepada Al Qur’an oleh ahli tafsir Injil, R.P. Couroyer.
5.      Madu adalah Obat.
“kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.” (QS. [16: 69)
Tidak ada seorang pun yang membantah bahwa madu lebah dapat dijadikan obat bagi manusia. Padahal, Al-Qur’an diturunkan pada abad ke-7 Masehi, dimana orang-orang pada waktu itu, khususnya di Jazirah Arab, masih buta iptek.
6.      Air susu binatang, minuman yang lezat.
“Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.” (QS. [16:66)
Pada waktu itu tidak ada seorang manusia pun di Jazirah Arab yang mengira bahwa air susu ternak dapat diminum oleh manusia, bahkan menyehatkannya. Sekarang, air susu ternak sudah menjadi santapan sehari-hari bagi manusia yang menyukainya.
7.      Segala yang hidup di muka bumi diciptakan dari air.
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”(QS. 21:30)
Pada waktu ayat tersebut diturunkan, tidak ada yang berfikir kalau segala yang hidup itu tercipta dari air. Sekarang, tidak ada seorang pakar pun yang membantah bahwa segala yang hidup itu tercipta dari air. Air adalah materi pokok bagi kehidupan setiap makhluk hidup.
8.      Fenomena berpasang-pasangan atas segala sesuatu.
Dalam al-Qur’an menyebutkan secara berulang-ulang  adanya  pasangan  dalam alam  tumbuh-tumbuhan,  juga  menyebut adanya pasangan dalam rangka yang lebih umum, dan dengan  batas-batas  yang  tidak ditentukan.
“Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa-apa yang mereka tidak ketahui.” (QS. [36] : 36)
Kita dapat mengadakan hipotesa  sebanyak-banyaknya  mengenai arti  hal-hal  yang manusia tidak mengetahui pada zaman Nabi Muhammad. Hal-hal yang manusia tidak mengetahui itu termasuk di dalamnya susunan atau fungsi yang berpasangan baik dalam benda yang paling kecil atau benda yang paling besar,  baik dalam benda mati atau dalam benda hidup. Yang penting adalah untuk mengingat pemikiran yang  dijelaskan  dalam  ayat  itu secara  gamblang  dan  untuk  mengetahui  bahwa  kita tidak menemukan pertentangan dengan Sains masa ini.Meskipun gagasan tentang “pasangan” umumnya bermakna laki-laki dan perempuan, atau jantan dan betina, ungkapan “maupun dari apa yang tidak mereka ketahui” dalam ayat di atas memiliki cakupan yang lebih luas.
Kini, cakupan makna lain dari ayat tersebut telah terungkap. Ilmuwan Inggris, Paul Dirac, yang menyatakan bahwa materi diciptakan secara berpasangan, dianugerahi Hadiah Nobel di bidang fisika pada tahun 1933. Penemuan ini, yang disebut “parité”, menyatakan bahwa materi berpasangan dengan lawan jenisnya: anti-materi.
Anti-materi memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan materi. Misalnya, berbeda dengan materi, elektron anti-materi bermuatan positif, dan protonnya bermuatan negatif. Fakta ini dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut:
“…setiap partikel memiliki anti-partikel dengan muatan yang berlawanan … dan hubungan ketidakpastian mengatakan kepada kita bahwa penciptaan berpasangan dan pemusnahan berpasangan terjadi di dalam vakum di setiap saat, di setiap tempat.”
Semua ini menunjukkan bahwa unsur besi tidak terbentuk di Bumi, melainkan dibawa oleh meteor-meteor melalui ledakan bintang-bintang di luar angkasa, dan kemudian “dikirim ke bumi”, persis sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Jelas bahwa fakta ini tak mungkin diketahui secara ilmiah pada abad ke-7, di saat Al-Qur’an diturunkan.[6]
9.      Kejadian manusia di dalam rahim.
Telor yang sudah dibuahkan dalam “Trompe” turun bersarang di dalam  rendahan (cavite) Rahim (uterus). Inilah yang dinamakan “bersarangnya telur.”   Al Qur’an menamakan uterus tempat telor dibuahkan itu Rahim (kata jamaknya Arham).
“Dan Kami tetapkan dalam rahim apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan.” (QS. 22:5)
Menetapnya telur dalam rahim terjadi karena tumbuhnya (villis) yakni perpanjangan telor yang akan mengisap dari dinding rahim, zat yang perlu bagi membesarnya telor, seperti akar tumbuh-tumbuhan masuk dalam tanah. Pertumbuhan semacam ini mengokohkan telor dalam Rahim. Pengetahuan tentang hal ini baru diperoleh manusia pada zaman modern. Pelekatan ini disebutkan dalam Al Qur’an sebanyak 5 kali.
“Yang menciptakan manusia dari sesuatu yang melekat.” (QS. 96:2)
“Sesuatu yang melekat” adalah terjemahan kata bahasa Arab: ‘alaq. Ini adalah arti yang pokok. Arti lain adalah “gumpalan darah” yang sering disebutkan dalam terjemahan Al Qur’an.
Ini adalah suatu kekeliruan yang harus kita koreksi. Manusia tidak pernah melewati tahap  ”gumpalan  darah.” Ada lagi terjemahan ‘alaq dengan “lekatan” (adherence) yang juga merupakan kata yang tidak tepat. Arti pokok yakni  ”sesuatu yang melekat” sesuai sekali dengan penemuan Sains modern.
Ide  tentang “sesuatu yang melekat” disebutkan dalam 4 ayat lain yang membicarakan transformasi urut-urutan semenjak tahap ”setetes sperma” sampai sempurna.
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dan kabur) maka (ketahuilah) bahwasanya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, (sesuatu yang melekat) kemudian dari segumpal daging yang sempurna keadaannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu.” (QS. 22:5)
“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah (sesuatu yang melekat).” (QS. 23:4)
“Dialah yang menciptakan kamu dan tanah, kemudian dari setetes air mani, sesudah itu dan segumpal darah (sesuatu yang melekat).” (QS. 40:67)
“Bukankah ia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (kedalam rahim). Kemudian mani itu menjadi segumpal darah (sesuatu yang melekat) lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya.” (QS. 75:37-38)
10.  Karakter binatang yang hidup berkelompok.
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam al Kitab, kemudian kepada Tuhan merekalah, mereka dihimpunkan.” (QS. 6:38)
Beberapa hal dalam ayat tersebut harus kita  beri  komentar. Pertama-tarna:  nasib  binatang-binatang sesudah mati perlu disebutkan. Dalam hal ini nampaknya Al Qur’an tidak  mengandung sesuatu  doktrin.
Kemudian soal taqdir secara umum, yang kelihatan menjadi persoalan disini, dapat difahami sebagai mutlak atau taqdir relatif, terbatas pada struktur atau organisasi fungsional yang mengkondisikan tindakan (behaviour). Binatang bereaksi kepada fakta luar yang bermaca-macam sesuai kondisi tertentu.
Menurut Blachere, seorang ahli tafsir kuno seperti Al Razi berpendapat bahwa  ayat  ini hanya menunjukkan tindakan-tindakan instinktif yang  dilakukan  oleh  binatang untuk memuji Tuhan. Syekh  si Baubekeur “Hamzah” (Sayid Abubakar Hamzah, seorang ulama  Maroko)  dalam tafsirnya menulis:
“Naluri yang mendorong makhluk-makhluk  untuk  berkelompok  dan berreproduksi, untuk hidup  bermasyarakat  yang  menghendaki agar  pekerjaan  tiap-tiap  anggauta  dapat  berfaedah untuk seluruh kelompok.”
Cara hidup binatang-binatang itu pada beberapa  puluh  tahun terakhir  telah  dipelajari secara teliti dan kita menjadi yakin akan adanya masyarakat-masyarakat  binatang. Sudah jelasbahwa hasil pekerjaan kolektif telah dapat meyakinkan orang tentang  perlunya  organisasi  kemasyarakatan.  
Tetapi penemuan   tentang   mekanisme   organisasi  beberapa macam binatang baru terjadi  dalam  waktu  yang  akhir-akhir  ini. Kasus  yang  paling  banyak  diselidiki dan diketahui adalah kasus  lebah.  Nama  Von  Frisch  dikaitkan   orang   dengan penyelidikan  tersebut.  Pada  tahun 1973 Von Frisch, Lorenz dan  Tinbergen mendapat  hadiah Nobel  karena   penyelidikan mereka.
11.   Peredaran benda-benda angkasa dalam garis edarnya.
Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al-Qur’an, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu.
“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan

C.     PERKEMBANGAN EMBRIO DI DALAM PERANAKAN
Hal-hal yang disebutkan oleh Al-Qur’an sesuai dengan  apa  yang diketahui  manusia  tentang  tahap - tahap perkembangan embrio dan tidak mengandung hal-hal yang dapat dikritik oleh  Sains modern.
Setelah “sesuatu yang melekat,” yaitu kata-kata yang telah kita lihat kebenarannya, Al Qur’an mengatakan bahwa embrio melalui tahap: daging (seperti daging yang dikunyah), kemudian nampaklah tulang yang diselubungi dengan daging (diterangkan dengan kata lain yang berarti daging segar).
“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan sesuatu yang melekat dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging, kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Mahasucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (QS. 23:14)
Daging (seperti yang dikunyah) adalah terjemahan kata bahasa Arab mudlghah, daging (seperti daging segar) adalah terjemahan lahm. Perbedaan perlu digaris bawahi, embrio pada permulaannya  merupakan  benda yang nampak kepada mata biasa (tanpa alat), dalam tahap tertentu daripada perkembangannya, sebagai  daging  dikunyah. Sistem tulang, berkembang pada benda tersebut dalam yang dinamakan “mesenhyme.
Tulang yang sudah  terbentuk  dibungkus  dengan  otot-otot, inilah yang dimaksudkan dengan “lahm.
Dalam perkembangan embrio, ada beberapa bagian yang muncul, yang  tidak  seimbang  proporsinya dengan yang akan menjadi manusia nanti, sedang bagian-bagian lain tetap seimbang. Bukankah arti kata  bahasa  Arab  ”mukhallaq”  yang  berarti “dibentuk dengan proporsi seimbang” dan dipakai dalam ayat 5 surat 22, disebutkan untuk menunjukkan fenomena ini?
Al Qur’an juga menyebutkan munculnya pancaindera dan hati (perasaan, af-idah).
“Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan ke dalam tubuhnya roh (ciptaan)-Nya, dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati.” (QS. 32:9)
Al Qur’an juga menyebutkan terbentuknya seks:
“Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan, dan air mani apabila dipancarkan.” (QS. 53:45-46)
Terbentuknya seks juga disebutkan dalam surat 35 ayat 11 dan surat 75 ayat 39.
Semua pernyataan-pernyataan Al Qur’an harus dibandingkan dengan hasil-hasil Sains modern; persesuaian di antara kedua hal tersebut sangat jelas. Tetapi juga sangat perlu untuk membandingkannya dengan kepercayaan-kepercayaan umum yang tersiar pada waktu Al Qur’an, agar kita mengetahui bahwa manusia pada waktu itu tidak mempunyai konsepsi seperti yang diuraikan oleh Al Qur’an mengenai problema-problema tertentu. Mereka itu tidak dapat menafsirkan Al Qur’an seperti yang kita lakukan sekarang setelah hasil Sains modern membantu kita. Sesungguhnya hanya baru pada abad  XIX, manusia mempunyai pandangan yang jelas tentang hal-hal tersebut.
Selama  abad  pertengahan  mitos  dan  spekulasi tanpa dasar merupakan sumber daripada doktrin yang bermacam-macam,  yang tetap  dianut orang setelah abad pertengahan selesai. Banyak orang tidak tahu bahwa tahap fundamental dalam sejarah embriologi adalah pernyataan Harvey pada tahun 1651 bahwa “Semua yang hidup itu berasal dari telur”. Juga banyak orang tidak tahu bahwa embrio itu terbentuk sedikit demi sedikit, sebagian demi sebagian. Tetapi pada waktu ilmu pengetahuan baru telah mendapat bantuan dari penemuan baru yaitu mikroskop untuk menyelidiki soal-soal kita ini, masih terdapat banyak orang yang membicarakan peran telur spermatozoide.Seorang naturalis, yaitu Buffon termasuk golongan ovist (yaitu golongan yang menganut teori pengkotakan). Bonnet  salah seorang penganut teori tersebut mengatakan bahwa telor Hawa, ibu dari jenis manusia, mengandung segala bibit jenis manusia, yang disimpan dalam pengkotakan, yang satu didalam yang lainnya. Hipotesa semacam ini masih diterima orang pada abad XVIII.  Lebih seribu  tahun sebelum zaman tersebut, di mana doktrin-doktrin khayalan masih mendapat pengikut, manusia sudah diberi Al Qur’an oleh Tuhan. Pernyataan-pernyataan Al Qur’an mengenai reproduksi manusia menjelaskan hal-hal yang pokok dengan istilah-istilah sederhana yang manusia memerlukan berabad-abad untuk menemukannya.






















KESIMPULAN

Ilmu Pengetahuan dan teknologi (IPTEK) merupakan salah satu bagian dari isi kandungan Al-Qur’an yang tidak kurang pentingnya bagi kehidupan umat manusia. Dalam   Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia,  teknologi  diartikan sebagai kemampuan teknik yang berlandaskan  pengetahuan  ilmu eksakta  dan berdasarkan proses teknis. Teknologi adalah ilmu tentang cara menerapkan sains  untuk  memanfaatkan  alam  bagi kesejahteraan dan kenyamanan manusia.
Isyarat ilmiah dalam Al-Qur’an mengandung prinsip-prinsip/kaidah-kaidah dasar ilmu pengetahuan di setiap jaman dan kebudayaan. Hal ini membawa maksud bahwa :
c.       Ayat yang memberikan isyarat tidak harus terperinci, sehingga para ilmuwan bisa mengkajinya atau memperinci dengan melakukan penelitian.
d.      Mukjizat ilmiah Al-Qur’an tidak hanya untuk waktu tertentu saja yaitu ketika terjadi penentangan, namun berlaku juga ke masa yang akan datang.
Berbagai contoh di bawah ini, menunjukkan bukti-bukti kebenaran wahyu Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW tanpa bisa dibantah.
a.       Kemenangan Bizantium.
b.      Kebohongan Alkitab secara umum.
c.       Kemenangan di Khaibar dan Mekah.
d.      Ditemukannya jasad Fir’aun.
e.       Madu adalah Obat.
f.       Air susu binatang, minuman yang lezat.
g.      Segala yang hidup di muka bumi diciptakan dari air.
h.      Fenomena berpasang-pasangan atas segala sesuatu.
i.        Kejadian manusia di dalam rahim.
j.        Karakter binatang yang hidup berkelompok.
k.      Peredaran benda-benda angkasa dalam garis edarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum Al-Qur’an, j. 1. Beirut-Lubnan. ‘Isa al-Babi al-Halabi

http://www.2think.org/nothingness.html, Henning Genz - Nothingness: The Science of Empty Space, s. 205
Syadali M.A, Drs.H. Ahmad, Rof’I, Drs. H. Ahmad. 2000. UMMUL QUR’AN I. Bandung: CV Pustaka Setia
Tb. Bakhtiar Rivai. Islam dan Imu Pengetahuan dan Teknologi : Tantangan Pengembangannya di Bumi Pancasila, dalam “Seminar Islam Menghadapi Tantangan Zaman Kini dan Mendatang”. Jakarta. IAIN Syarif Hidayatullah. Lembaga Penelitian., 1982

Warren Treadgold, A History of the Byzantine State and Society, Stanford University Press, 1997, s. 287-299


[1] Ahmad Syadali dan Ahmad Rof’I, Ummul Qur’an I, 2000, Bandung, halaman 125
[2] Tb. Bakhtiar Rivai. Islam dan Imu Pengetahuan dan Teknologi : Tantangan Pengembangannya di Bumi Pancasila, dalam “Seminar Islam Menghadapi Tantangan Zaman Kini dan Mendatang”. Jakarta. IAIN Syarif Hidayatullah. Lembaga Penelitian., 1982. Halaman 49
[3] Al-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum Al-Qur’an, j. 1. Beirut-Lubnan. ‘Isa al-Babi al-Halabi, halaman 24
[4] Ahmad Syadali dan Ahmad Rof’I, Ummul Qur’an I, 2000, Bandung, halaman 126-127
[5] Warren Treadgold, A History of the Byzantine State and Society, Stanford University Press, 1997, s. 287-299
[6] http://www.2think.org/nothingness.html, Henning Genz - Nothingness: The Science of Empty Space, s. 205
  

SUMBER : http://ikkaw.blogspot.co.id/2014/03/makalah-ilmu-alam-dasar-al-quran.html
Share on Google Plus

About Epal Yuardi

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar:

Post a Comment