Pedoman penulisan kata berdasarkan
EYD
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas
mata kulyah
“Bahasa Indonesia”
Disusun
Oleh :
1.
FAHRI
ADE SAPUTRA
2.
DEDI
SATRIA
3.
EFAL YUARDI
Jurusan
: TARBIYAH
Prodi
: PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) 1A
Dosen
Pembimbing : AINIL KHURYATI, S.Ag, M.Pd
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (
STAIN )
KERINCI 2014
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
berkat rahmat Allah S.W.T yang telah memberikan
segala karunia-nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
tepat waktu. Dan tak lupa salawat dan salam kepada nabi besar Muhammad S.A.W yang telah berjasa
besar dengan membukakan jalan dalam perkembangan ilmu pengetahuan seperti
sekarang ini.
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah “ Bahasa
Indonesia ” Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis menemui berbagai hambatan dan
kesulitan. Namun dengan ketekunan dan kerja keras serta dukungan dari
berbagai pihak, terutama dosen pembimbing, maka makalah ini dapat kami
selesaikan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
Ibuk Ainil Khuryati, S.Ag, M.Pd selaku Dosen pembimbing mata
kuliah “Bahasa Indonesia”
.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2
Perumusan
Masalah.............................................................................. 2
1.3
Tujuan
Penelitian.................................................................................. 2
PEMBAHASAN
1.4 Pengertian ejaan .................................................................................. 3
1.5 sejarah ejaan bahasa indonesia ............................................................ 4
1.6 Pemakaian huruf ................................................................................. 4
1.7 Penulisan kata...................................................................................... 6
1.8 Pemakaian tanda baca .......................................................................... 9
PENUTUP
1.9
Kesimpulan.......................................................................................... 13
Bab 1
PENDAHULUAN
Latar belakang
masalah
Bahasa
indonesia perlu dipelajari oleh semua lapisan masyrakat. Tidak hanya pelajar
dan mahasiswa saja, tetapi semua warga Indonesia wajib mempelajari bahasa
Indonesia. Dalam bahasan bahasa Indonesia itu ada yang disebut ragam bahasa.
Dimana ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang pemakaiannya berbeda-beda.
Ada ragam bahasa lisan dan ada ragam bahasa tulisan. Disini yang lebih lebih
ditekankan adalah ragam bahasa lisan , karena lebih banyak digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Misalkan ngobrol, puisi, pidato, ceramah, dll.
Pidato
sering digunakan dalam acara-acara resmi. Misalkan saja pidato pesiden, pidato
dari ketua OSIS, ataupun pidato dari pembina upacara. Sistematika dalam pidato
pun hendaklah dipahami betul-betul. Agar pidato yang disampaikan sesuai dengan
kaidah yang benar. Pidato sama halnya denan cermah. Hanya saja ceramah lebih
membahas tentang keagamaan. kalau pidato lebih umum dan bisa digunakan dalam
banyak acara
Perumusan masalah
Adapun
masalah-masalah yang dapat dirumuskan dalam hal ini ialah:
1. Apa pengertian bahasa?
2.
Bagaimana sejarah ejaan bahasa indonesia?
3. Bagaimana pedoman penulisan berdasarkan EYD?
Tujuan penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa
tujuan yang ingin dicapai, adapun diantaranya adalah :
Makalah ini bertujuan untuk
mengetahui tentang penulisan kata berdasarkan ejaan yang disempurnakan gdan
macam-macam bahasa indonesia ditinjau dari media atau sarana yang akan
menghasilkan bahasa dan memnuhi tugas bahasa indonesia.
Bab II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
Menurut Allan F. Lauder di dalam buku pesona
bahasa Ejaan yang
di sempurnakan (EYD) adalah bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972.
Ejaan menggantikan ejaan sebelumnya, ejaan republik atau ejaan soewandi. Ejaan
adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan menggunakan
huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya.
Batasan tersebut menunjukkan pengertian kata ejaan berbeda dengan kata
mengeja.
Mengeja adalah kegiatan melafalkan
huruf, suku kata, atau kata. Sedangkan ejaan adalah suatu system aturan jauh
lebih luas dari sekedar masalah pelafalan, ejaan mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa. Ejaan
merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan
keseragaman bentuk, terutama dalam bahasa tulis.
Keteraturan bentuk akan
berimplikasi pada ketepatan dan kejelasan makna. Ibarat sedang mengemudi
kendaraan. ejaan adalah rambu lalu linntas yang harus dipatuhi oleh setiap
pengemudi. Jika para pengemudi mematuhi rambu-rambu yang ada. Terciptalah lalu
lintas yang tertiib dan teratur. Seperti itulah bentuk hubungan antara pemakai
bahasa dengan ajaan,[1]
B.
SEJARAH EJAAN BAHASA INDONESIA
Bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional lahir pada awal tahun dua puluhan. Namun dari segi ejaan, bahasa
Indonesia sudah lama memiliki ejaan tersendiri. Berdasarkan sejarah perkembangan
ejaan, Sudah mengalami perubahan system. yaitu:
1.
Ejaan van ophuysen
Ejaan ini mulai berlaku sejak
bahasa Indonesia lahir dalam awal tahun dua puluhan ejaan ini merupakan warisan
dari bahasa melayu yang menjadi dasar bahasa Indonesia.
2.
Ejaan suwandi
Sejak ejaan van ophuysen
diberlakukan, maka muncul ejaan yang menggantikan. Yaitu, ejaan suwandi. Ejaan
ini berlaku mulai tahun 1947 sampai tahun 1972.
3.
Ejaan yang disempurnakn (EYD)
Ejaan ini mulai berlaku sejak tahun
1972 sampai sekarang. Eejaan ini merupakan penyempurnaan yang pernah berlaku di
Indonesia. EYD diterapkan secara resmi mulai tanggal 17 agustus 1972 dengan
surat keputusan presiden RI Nomor: 57/1972 tentang persemian berlakunya “ejaan
bahasa Indonesia yang disempurnakan” dengan berlakunya EYD, maka ketertiban dan
keseragaman dalam penulisan bahasa Indonesia diharapkan terwujud dengan baik. [2]
Menurut Cornelius Sembiring
yang dikutip oleh sumardi di dalam website nya menuliskan bahwa pedoman
penulisan kata berdasarkan EYD adalah sebagai berikut.
I. Pemakaian huruf
A. Huruf abjad.
Ada 26 yang masing-masing memiliki jenis huruf besar dan kecil.
B. Huruf vokal. Ada 5: a, e, i, o, dan u. Tanda
aksen é dapat digunakan pada huruf e jika ejaan kata menimbulkan keraguan.
C. Huruf konsonan. Ada 21: b, c, d, f, g, h, j,
k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
D. Huruf diftong.
Ada 3: ai, au, dan oi.
E. Gabungan huruf
konsonan. Ada 4: kh, ng, ny, dan sy.
F. Huruf kapital[3]
1. Huruf pertama kata pada
awal kalimat
2. Huruf pertama petikan
langsung
3. Huruf pertama dalam
kata dan ungkapan yang berhubungan dengan agama, kitab suci, dan Tuhan,
termasuk kata ganti untuk Tuhan
4. Huruf pertama nama
gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang
(tidak dipakai jika tidak diikuti nama orang)
(tidak dipakai jika tidak diikuti nama orang)
5. Huruf pertama unsur
nama jabatan yang diikuti nama orang, instansi, atau tempat yang digunakan
sebagai pengganti nama orang
(tidak dipakai jika tidak diikuti nama orang, instansi, atau tempat)
huruf pertama nama jabatan atau instansi yang merujuk kepada bentuk lengkapnya
(tidak dipakai jika tidak diikuti nama orang, instansi, atau tempat)
huruf pertama nama jabatan atau instansi yang merujuk kepada bentuk lengkapnya
6. Huruf pertama
unsur-unsur nama orang
(tidak dipakai pada de, van, der, von, da, bin, atau binti)
huruf pertama singkatan nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran
(tidak dipakai untuk nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran)
(tidak dipakai pada de, van, der, von, da, bin, atau binti)
huruf pertama singkatan nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran
(tidak dipakai untuk nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran)
7. Huruf pertama nama
bangsa, suku bangsa, dan bahasa
(tidak dipakai untuk nama bangsa, suku, dan bahasa yang digunakan sebagai bentuk dasar kata turunan)
(tidak dipakai untuk nama bangsa, suku, dan bahasa yang digunakan sebagai bentuk dasar kata turunan)
8. Huruf pertama nama
tahun, bulan, hari, hari raya, dan unsur-unsur nama peristiwa sejarah
(tidak dipakai untuk peristiwa sejarah yang tidak digunakan sebagai nama)
(tidak dipakai untuk peristiwa sejarah yang tidak digunakan sebagai nama)
9. Huruf pertama
unsur-unsur nama diri geografi dan unsur-unsur nama geografi yang diikuti nama
diri geografi
(tidak dipakai untuk unsur geografi yang tidak diikuti oleh nama diri geografi dan nama diri geografi yang digunakan sebagai penjelas nama jenis)
nama diri atau nama diri geografi jika kata yang mendahuluinya menggambarkan kekhasan budaya
(tidak dipakai untuk unsur geografi yang tidak diikuti oleh nama diri geografi dan nama diri geografi yang digunakan sebagai penjelas nama jenis)
nama diri atau nama diri geografi jika kata yang mendahuluinya menggambarkan kekhasan budaya
10. Huruf pertama semua
unsur nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama
dokumen resmi, kecuali kata tugas, seperti dan, oleh, atau, dan untuk
(tidak dipakai untuk kata yang bukan nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi)
(tidak dipakai untuk kata yang bukan nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi)
11. Huruf pertama setiap
unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama lembaga resmi, lembaga
ketatanegaraan, badan, dokumen resmi, dan judul karangan
12. Huruf pertama semua
kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam judul buku, majalah,
surat kabar, dan makalah, kecuali kata tugas seperti di, ke, dari, dan,
yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal
13. Huruf pertama unsur
singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan yang digunakan dengan nama diri.[4]
14. Huruf pertama kata
penunjuk hubungan kekerabatan yang digunakan dalam penyapaan atau pengacuan
(tidak dipakai jika tidak digunakan dalam pengacuan atau penyapaan)
(tidak dipakai jika tidak digunakan dalam pengacuan atau penyapaan)
15. Huruf pertama kata Anda
yang digunakan dalam penyapaan
16.
Huruf pertama pada kata, seperti keterangan, catatan, dan misalnya yang
didahului oleh pernyataan lengkap dan diikuti oleh paparan yang berkaitan
dengan pernyataan lengkap itu.
G. Huruf miring
1. Menuliskan nama buku,
majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan
2. Menegaskan atau
mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata
3. Menuliskan kata atau
ungkapan yang bukan bahasa Indonesia (Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf
atau kata yang akan dicetak miring digarisbawahi)
Ungkapan asing yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia penulisannya diperlakukan sebagai kata Indonesia
Ungkapan asing yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia penulisannya diperlakukan sebagai kata Indonesia
H. Huruf tebal
1. Menuliskan judul buku,
bab, bagian bab, daftar isi, daftar tabel, daftar lambang, daftar pustaka,
indeks, dan lampiran
2. Tidak dipakai untuk menegaskan
atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata; untuk
keperluan itu digunakan huruf miring.
3. Menuliskan lema dan
sublema serta untuk menuliskan lambang bilangan yang menyatakan polisemi dalam
cetakan kamus[5]
II. Penulisan kata
A. Kata dasar.
Ditulis sebagai satu kesatuan
B. Kata turunan
1. Ditulis serangkai
dengan kata dasarnya: dikelola, permainan
2. Imbuhan ditulis
serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya, tapi unsur
gabungan kata ditulis terpisah jika hanya mendapat awalan atau akhiran: bertanggung
jawab, garis bawahi
3. Imbuhan dan unsur
gabungan kata ditulis serangkai jika mendapat awalan dan akhiran sekaligus: pertanggungjawaban
4. Ditulis serangkai jika
salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi: adipati, narapidana
5. Diberi tanda hubung
jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital: non-Indonesia
6. Ditulis terpisah jika
kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata
dasar: maha esa, maha pengasih
C. Bentuk ulang.
Ditulis lengkap dengan tanda hubung: anak-anak, sayur-mayur
D. Gabungan kata
1. Ditulis terpisah
antarunsurnya: duta besar, kambing hitam
2. Dapat ditulis dengan
tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan untuk
mencegah kesalahan pengertian: alat pandang-dengar, anak-istri saya
3. Ditulis serangkai untuk
47 pengecualian: acapkali, adakalanya, akhirulkalam, alhamdulillah,
astagfirullah, bagaimana, barangkali, bilamana, bismillah,
beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti,
darmasiswa, dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacamata,
kasatmata, kepada, keratabasa, kilometer, manakala,
manasuka, mangkubumi, matahari, olahraga, padahal,
paramasastra, peribahasa, puspawarna, radioaktif, sastramarga,
saputangan, saripati, sebagaimana, sediakala, segitiga,
sekalipun, silaturahmi, sukacita, sukarela, sukaria,
syahbandar, titimangsa, wasalam
E. Suku kata -
Pemenggalan kata
1. Kata dasar
a. Di antara dua vokal
berurutan di tengah kata (diftong tidak pernah diceraikan): ma-in.
b. Sebelum huruf konsonan
yang diapit dua vokal di tengah kata: ba-pak.
c. Di antara dua konsonan
yang berurutan di tengah kata: man-di.
d. Di antara konsonan
pertama dan kedua pada tiga konsonan yang berurutan di tengah kata: ul-tra.
2. Kata berimbuhan: Sesudah awalan atau sebelum akhiran:
me-rasa-kan.
3. Gabungan kata: Di
antara unsur pembentuknya: bi-o-gra-fi
F. Kata depan. di, ke, dan dari
ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali daripada, kepada,
kesampingkan, keluar, kemari, terkemuka
G. Partikel
1. Partikel -lah, -kah,
dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya: betulkah,
bacalah
2. Partikel pun
ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya: apa pun, satu kali pun
3. Partikel pun
ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya untuk adapun, andaipun,
ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun,
maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, walaupun[6]
H. Singkatan dan
akronim
1. Singkatan nama orang,
nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik: A.S.
Kramawijaya, M.B.A.
2. Singkatan nama resmi
lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama
dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital
dan tidak diikuti dengan tanda titik: DPR, SMA
3. Singkatan umum yang
terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik: dst., hlm.
4. Singkatan umum yang
terdiri atas dua huruf diikuti tanda titik pada setiap huruf: a.n., s.d.
5. Lambang kimia,
singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda
titik: cm, Cu
6. Akronim nama diri yang
berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf
kapital: ABRI, PASI
7. Akronim nama diri yang
berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata
ditulis dengan huruf awal huruf kapital: Akabri, Iwapi
8. Akronim yang bukan nama
diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku
kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil: pemilu, tilang
I. Angka dan lambang
bilangan. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor yang
lazimnya ditulis dengan angka Arab atau angka Romawi.
1. Fungsi
1. menyatakan (i) ukuran
panjang, berat, luas, dan isi (ii) satuan waktu (iii) nilai uang, dan (iv)
kuantitas,
2. melambangkan nomor
jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat,
3. menomori bagian
karangan dan ayat kitab suci,
2. Penulisan
1. Lambang bilangan utuh
dan pecahan dengan huruf
2. Lambang bilangan
tingkat
3. Lambang bilangan yang
mendapat akhiran -an
4. Ditulis dengan huruf
jika dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata, kecuali jika beberapa lambang
bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan
5. Ditulis dengan huruf
jika terletak di awal kalimat. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga
bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat
pada awal kalimat
6. Dapat dieja sebagian
supaya lebih mudah dibaca bagi bilangan utuh yang besar
7. Tidak perlu ditulis
dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi
seperti akta dan kuitansi
8. Jika bilangan dilambangkan
dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat[7]
III. Pemakaian tanda baca
A. Tanda titik
1. Dipakai pada akhir
kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan
2. Dipakai di belakang
angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar (tidak dipakai jika
merupakan yang terakhir dalam suatu deretan)
3. Dipakai untuk
memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu atau jangka waktu
4. Dipakai di antara nama
penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru,
dan tempat terbit dalam daftar pustaka
5. Dipakai untuk
memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya (tidak dipakai jika tidak
menunjukkan jumlah)
6. Tidak dipakai pada
akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan
sebagainya
7. Tidak dipakai di
belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan alamat
penerima surat
B. Tanda koma
1. Dipakai di antara
unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan
2. Dipakai untuk
memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang
didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan
3. Dipakai untuk
memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului
induk kalimatnya (tidak dipakai jika anak kalimat itu mengiringi induk
kalimatnya)
4. Dipakai di belakang
kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat.
Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan
tetapi
5. Dipakai untuk
memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang
terdapat di dalam kalimat
6. Dipakai untuk
memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat (tidak dipakai jika
petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru)
7. Dipakai di antara (i)
nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv)
nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan
8. Dipakai untuk
menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka
9. Dipakai di antara
bagian-bagian dalam catatan kaki
10. Dipakai di antara nama
orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan
nama diri, keluarga, atau marga
11. Dipakai di muka angka
persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka
12. Dipakai untuk mengapit
keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi
13. Dapat dipakai di
belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat untuk menghindari salah
baca
C. Tanda titik koma
1. Dapat dipakai untuk
memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara
2. Dapat dipakai sebagai
pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat
majemuk
D. Tanda titik dua
1. Dapat dipakai pada
akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian (tidak
dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan)
2. Dipakai sesudah kata
atau ungkapan yang memerlukan pemerian
3. Dapat dipakai dalam
teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan
4. Dipakai (i) di antara
jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci,
(iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan
penerbit buku acuan dalam karangan
E. Tanda hubung
1. Dipakai untuk
menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh penggantian baris (Suku kata
yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris)[8]
2. Dipakai untuk
menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian
kata di depannya pada pergantian baris (Akhiran -i tidak dipenggal supaya
jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris)
3. Dipakai untuk
menyambung unsur-unsur kata ulang
4. Dipakai untuk
menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal
5. Dapat dipakai untuk
memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (ii)
penghilangan bagian kelompok kata
6. Dipakai untuk
merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital,
(ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an, (iv) singkatan berhuruf kapital
dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap
7. Dipakai untuk
merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing
F. Tanda pisah
1. Dipakai untuk membatasi
penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat
2. Dipakai untuk
menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat
menjadi lebih jelas
3. Dipakai di antara dua
bilangan atau tanggal dengan arti 'sampai ke' atau 'sampai dengan'
4. Dalam pengetikan, tanda
pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan
sesudahnya
G. Tanda tanya
1. Dipakai pada akhir kalimat
tanya
2. Dipakai di dalam tanda
kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat
dibuktikan kebenarannya
H. Tanda seru
1. Dipakai sesudah
ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan
kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat
I. Tanda elipsis
1. Dipakai dalam kalimat
yang terputus-putus
2. Dipakai untuk
menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan
3. Jika bagian yang
dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga
buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat
J. Tanda petik
1. mengapit petikan
langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain
2. mengapit judul syair,
karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat
3. mengapit istilah ilmiah
yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus
4. Tanda petik penutup
mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
5. Tanda baca penutup
kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit
kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau
bagian kalimat
6. Tanda petik pembuka dan
tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di
sebelah atas baris
K. Tanda petik tunggal
1. mengapit petikan yang
tersusun di dalam petikan lain
2. mengapit makna,
terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing
L. Tanda kurung
1. mengapit keterangan
atau penjelasan
2. mengapit keterangan
atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan
3. mengapit huruf atau
kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan
4. mengapit angka atau
huruf yang memerinci satu urutan keterangan
M. Tanda kurung siku
1. mengapit huruf, kata,
atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian
kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau
kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli
2. mengapit keterangan
dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung
N. Tanda garis miring
1. dipakai di dalam nomor
surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam
dua tahun takwim
2. dipakai sebagai
pengganti kata atau, tiap
O. Tanda penyingkat
1. menunjukkan
penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun
Bab III
Penutup
Kesimpulan
Ejaan ini mulai berlaku sejak tahun 1972 sampai sekarang. Eejaan ini
merupakan penyempurnaan yang pernah berlaku di Indonesia. EYD diterapkan secara
resmi mulai tanggal 17 agustus 1972 dengan surat keputusan presiden RI Nomor:
57/1972 tentang persemian berlakunya “ejaan bahasa Indonesia yang
disempurnakan” dengan berlakunya EYD, maka ketertiban dan keseragaman dalam
penulisan bahasa Indonesia diharapkan terwujud dengan baik.
Mengeja adalah kegiatan melafalkan huruf, suku kata,
atau kata. Sedangkan ejaan adalah suatu system aturan jauh lebih luas dari
sekedar masalah pelafalan, ejaan mengatur
keseluruhan cara menuliskan bahasa. Ejaan merupakan kaidah yang harus
dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman bentuk, terutama
dalam bahasa tulis.
[2] ibid, hal.86
[4] ibid
[6] ibid
[7] [7]
Ibid. Op.cit, penulisan kata
berdasarkan EYD, http://sumardi.wordpress.com, 18 November 11.07,
[8] IBID
0 komentar:
Post a Comment