PEMIKIRAN PENDIDIKAN
AR-RASYID RIDHA
MAKALAH
Di ajukan untuk memenuhi
tugas semester mata kulliyah
FILSAPAT PENDIDIKAN ISLAM 2
Di susun oleh :
Foviy gusva liga fora :
02.1983.11
Efal Yuardi
:
Dosen Pembimbing :
Drs.H.Masnur Alam M,pdI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KERINCI
T.A 2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rasyid ridha adalah pelaksana
ide-ide Muhammad Abduh untuk memperbaiki system pelajaran di al-Azhar. Ia mulai
mencoba menjalankan ide-ide pembaharuan tetapi usahanya mendapat
tantangan dari pihak Kerajaan Usmani karena itu ia memutusklan pindah ke Mesir
dekat dengan Muhammad Abduh.
Pemikiran-pemikiran pembaharuan yang
dimajukan Rasyid Ridha, tidak banyak berbeda dengan ide-ide Muhammad Abduh dan
Jamaluddin Al-Afghani. sungguhpun demikian, antara murid dan guru tidak menutup
kemungkinan adanya perbedaan antara keduanya. Perbedaan ini disebabkan oleh
beberapa hal dimana perbedaan itu kelihatan di dalam Tafsir Al-Manar, ketika
murid memberi komentar terhadap uraian guru.
Masalah aqidah di zaman
hidupnya Rasyid Ridha masih belum tercemar unsur-unsur tradisi maupun pemikiran
filosof. Dalam masalah teologi, Rasyid Ridha banyak dipengaruhi oleh pemikiran
para tokoh gerakan salafiyah. Dalam hal ini, ada beberapa konsep pembaharuan
yang dikemukakannya, yaitu masalah akal dan wahyu, sifat Tuhan, perbuatan
manusia (af’al al-Ibad) dan konsep iman.
Di antara aktivitas
beliau dalam bidang pendidikan antara lain membentuk lembaga pendidikan yang
bernama “al-Dakwah Wal Irsyad” pada tahun 1912 di Kairo. Mula-mula
beliau mendirikan madrasah tersebut di Konstantinopel terutama meminta bantuan
pemerintah setempat akan tetapi gagal, karena adanya keluhan-keluhan dari
negeri-negeri Islam, di antaranya Indonesia, tentang aktivitas misi Kristen di
negeri-negeri mereka. Untuk mengimbangi sekolah tersebut dipandang perlu
mengadakan sekolah misi Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemikiran Rasyid Ridha
Reformasi Islam lahir
pada akhir abad ke-19 sebagai jawaban terhadap pengaruh dunia barat yang gencar
menyerang kaum muslimin.[1] Sedangkan yang menjadi isu
sentral mereka adalah upaya agar keyakinan agama sesuai dengan pemikiran
modern. Termasuk pula dalam hal ini tentunya, pemahaman umat Islam terhadap
Alquran.[2]
Kesadaran akan perlunya
diadakan pembaharuan timbul pertama kali di Kerajaan Turki Utsmani dan Mesir.
Orang-orang Turki Utsmaniyah sejak awal telah mempunyai kontak langsung dengan
Eropa, karena kekuasaan Kerajaan Turki Ustmani hingga abad ke-17 Masehi telah
mencapai Eropa Timur yang meluas sampai ke gerbang kota Wina. Tetapi sejak abad
ke-18, Kerajaan Tukri Ustmani mulai mengalami kekalahan dari kerajaan-kerajaan
Eropa. Kekalahan oleh Eropa –yang pada abad-abad sebelumnya masih dalam keadaan
mundur– inilah yang menjadi pemicu adanya pembaharuan di Kerajaan Turki.[3]
Sementara pembaharuan
yang terjadi di Mesir terjadi sejak terjadinya kontak dengan Eropa yang dimulai
dari datangnya ekspedisi Napoleon Bonaparte yang mendarat di Aleksandria pada
tahun 1798 M. Kedatangan Napoleon ini juga membawa banyak oleh-oleh dari Eropa
yang berupa ilmu pengetahuan, kebudayaan dan teknologi, hingga ia mampu
mendirikan lembaga ilmiah Institut d’Egypte.[4] Di samping itu Napoleon
juga mempunyai hubungan baik dengan ulama-ulama Al-Azhar. Hal inilah yang
menjadi salah satu pemicu terjadinya pembaharuan dalam Islam di Mesir.[5]
Berbicara tentang proses
pembaharuan di Mesir, di kenal beberapa orang tokoh pembaharu yaitu Rifa’i
al-Thahthawi (1803-1873 M), Jamaluddin al-Afghani (1839-1877 M), Muhammad Abduh
(1849-1905 M) dan Rasyid Ridha (1864-1935 M).
Dalam makalah ini, akan
disajikan secara khusus pemikiran-pemikiran pembaruan dari Rasyid Ridha yang
secara secara umum akan penulis mulai dengan menggambarkan sisi biografi
singkat bel
Muhammad Rasyid Ridha
mulai mencoba menjalankan ide-ide pembaharuannya sejak ia masih berada di Suria[6]. Tetapi usaha-usahanya
mendapat tantangan dari dari pihak kerajaan Utsmani.[7] Kemudian ia pindah ke
Mesir dan tiba di sana pada bulan januari 1898 M.
B. Pembaharuan Dalam
Bidang Teologi
Masalah aqidah di zaman
hidupnya Rasyid Ridha masih belum tercemar unsur-unsur tradisi maupun pemikiran
filosof. Dalam masalah teologi, Rasyid Ridha banyak dipengaruhi oleh pemikiran
para tokoh gerakan salafiyah. Dalam hal ini, ada beberapa konsep pembaharuan
yang dikemukakannya, yaitu masalah akal dan wahyu, sifat Tuhan, perbuatan
manusia (af’al al-Ibad) dan konsep iman.
- Akal dan Wahyu
Menurut Rasyid Ridha, dalam masalah ketuhanan menghendaki agar urusan keyakinan mengikuti petunjuk dari wahyu. Sungguhpun demikian, akal tetap diperlukan untuk memberikan penjelasan dan argumentasi terutama kepada mereka yang masih ragu-ragu.[8] - Sifat Tuhan
Dalam menilai sifat Tuhan, di kalangan pakar teologi Islam terjadi perbedaan pendapat yang sangat signifikan, terutama dari kalangan Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Mengenai masalah ini, Rasyid Ridha berpandangan sebagaimana pandangan kaum Salaf, menerima adanya sifat-sifat Tuhan seperti yang dinyatakan oleh nash, tanpa memberikan tafsiran maupun takwil.[9] - Perbuatan Manusia
Pembahasan teologi tentang perbuatan manusia bertolak dari pertanyaan apakah manusia memiliki kebebasan atas perbuatannya (freewill) atau perbuatan manusia hanyalah diciptakan oleh Tuhan (Predistination). Perbuatan manusia menurut Rasyid Ridha sudah dipolakan oleh suatu hukum yang telah ditetapkan Tuhan yang disebut Sunatullah, yang tidak mengalami perubahan. - Konsep Iman
Rasyid Ridha mempunyai dasar pemikiran bahwa kemunduran umat Islam disebabkan keyakinan dan amal perbuatan mereka yang telah menyimpang dari ajaran Islam. Pandangan Rasyid Ridha mengenai keimanan didasarkan atas pembenaran hati (tasdiq) bukan didasarkan atas pembenaran rasional.
C. Dalam Bidang
Pendidikan
Di antara aktivitas
beliau dalam bidang pendidikan antara lain membentuk lembaga pendidikan yang
bernama “al-Dakwah Wal Irsyad” pada tahun 1912 di Kairo. Mula-mula
beliau mendirikan madrasah tersebut di Konstantinopel terutama meminta bantuan
pemerintah setempat akan tetapi gagal, karena adanya keluhan-keluhan dari
negeri-negeri Islam, di antaranya Indonesia, tentang aktivitas misi Kristen di
negeri-negeri mereka. Untuk mengimbangi sekolah tersebut dipandang perlu mengadakan
sekolah misi Islam.[10]
- Muhammad Rasyid Ridha juga merasa perlu dilaksanakannya ide pembaharuan dalam bidang pendidikan. untuk itu ia melihat perlu ditambahkan ke dalam kurikulum mata-mata pelajaran berikut: teologi, pendidikan moral, sosiologi, ilmu bumi, sejarah, ekonomi, ilmu hitung, ilmu kesehatan, bahasa-bahasa asing dan ilmu mengatur rumah tangga (kesejahteraan keluarga), yaitu disamping fiqh, tafsir, hadits dan lain-lain yang biasa diberikan di Madrasah-madrasah tradisional.[11]
- Pandangan Terhadap Ijtihad
Rasyid Ridha dalam beristimbat terlebih dahulu melihat nash, bial tidak ditemukan di dalam nash di dalam nash, ia mencari pendapat sahabat, bila terdapat pertentangan ia memilih pendapat yang paling dekat dengan dengan Al-Qur’an dan Sunnah dan bila tidak ditemukan, ia berijtihad atas dasar Al-Qur’an dan Sunnah.
Dalam hal ini, Rasyid Ridha melihat perlu diadakah tafsir modern dari Al-Qur’an yaitu tafsiran yang sesuai dengan ide-ide yang dicetuskan gurunya, Muhammad Abduh. Ia menganjurkan kepada Muhammad Abduh supaya menulis tafsir modern. Kuliah-kuliah tafsir itu dimulai pada tahun 1899 dan keterangan-keterangan yang diberikan oleh Muhammad Abduh dalam kuliahnya inilah yang kemudian dikenal dengan tafsir al-Manar.[12]
D. Dalam bidang Politik
Dalam bidang politik,
Muhammad Rasyid Rida juga tidak ketinggalan, sewaktu beliau masih berada di
tanah airnya, ia pernah berkecimpung dalam bidang ini, demikian pula setelah
berada di Mesir, akan tetapi gurunya Muhammad ‘Abduh memberikan nasihat agar ia
menjauhi lapangan politik. Namun nasihat itu diturutinya hanya ketika Muhammad
‘Abduh masih hidup, dan setelah ia wafat, Muhammad Rasyid Rida aktif
kembali, terutama melalui majalah al-Manar.
BAB III
PENUTUP
Rasyid rida adalah murid Muhammad
Abduh yang terdekat yang dilahirkan pada tanggal 27 Jumadil Ula 1282 H./23
September 1895 di Al-Qalamun, Ide pergerakan Muhammad Rasyid Rida dikobarkan
oleh gurunya Shekh al-Jisr yang selalu menekankan bahwa satu-satunya jalan yang
harus ditempuh oleh umat islam untuk mencapai kemajuan adalah memadukan
pendidikan agama dan pendidikan umum dengan metodologi barat, pemikiran Rasyid
Rida ini pula di pengaruhi oleh murid terdekatnya Jamaluddin Al-Afghani yaitu
Muhammad Abduh.
Pembaharuan-pembaharuan yang
dilakukan Rasyid Rida agak berbeda denmgan gurunya tersebut diantaranya
mengenai pentafsiran modern dalam al-Qur’an, pendidikan, politik yang dimulai
dengan penerbitan majalah al-Manar.
Rasyid Ridha merupakan
pembaharu yang mempunyai konsep pemikiran tradisional. Konsep pembaharuan yang
dikemukakannya meliputi aspek teologi, pendidikan, syari’at dan politik.
Daftar Pustaka
Abdurrahman, Moeslim, Islam
Transpormatif, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995)
Ali, Yunasril Perkembangan Pemikiran
Falsafi Dalam Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1988)
Asmuni, Muhammad Yusran, Pengantar
Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, (Surabaya :
al-Ikhlas, 1994)
Athaillah, A., Aliran Akidah Tafsîr
al-Manar, (Banjarmasin: Balai Penelitian IAIN Antasari, 1990)
Faiz, Fakhruddin, Hermeneutika Qur’ani,
Antara Teks, Konteks, dan Kontekstualisasi, ( Yogyakarta : Qalam, 2002)
Harahap, Syahrin, Islam Dinamis : Menggali
Nilai-nilai Ajaran Alquran dalam Kehidupan modern di Indonesia, (Yogyakarta
: Tiara Wacana Yogya, 1997)
Muhaimin, Pembaharuan Islam: Repleksi
Pemikiran Rasyid Ridha dan Tokoh-Tokoh Muhammadiyah, (Yogyakarta: Pustaka
Dinamika, 2000)
Nasution, Harun, Islam Rasional,
(Bandung: Mizan, 1998)
Nasution, Harun, Pembaharuan Dalam
Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994)
Shiddieqy, Hasbi Ash-, Sejarah
Pengantar Ilmu al-Quran / Tafsir, (Jakarta : Bulan Bintang, 1994)
Shihab, Muhammad Quraish, Studi
Kritis Tafsîr al-Manar, (Bandung : Pustaka Hidayah, 1994)
[2] Syahrin Harahap, Islam Dinamis : Menggali Nilai-nilai Ajaran
Alquran dalam Kehidupan modern di Indonesia, (Yogyakarta : Tiara Wacana
Yogya, 1997), h. 248.
[3]. Harun Nasution, Islam Rasional, (Bandung: Mizan, 1998), Cet. VII, h. 147.
[4] Ia juga membawa serta ahli-ahli ketimuran yang mahir berbahasa Arab. Harun
Nasution, Ibid., h. 148.
[5] Persentuhan antara Barat dengan Islam di Mesir ini, hanya melahirkan
sedikit ulama Islam pada saat itu yang berpendapat bahwa pemikiran dan ilmu
yang berkembang di Barat itu perlu dipelajari dan diambil alih. Harun Nasotiun,
Ibid., h. 148.
[6] Pendapat baru yang dikemukakannya ialah tentang konsep pendidikan universal
dan mengkritik sikaf fatalisme yang ada di zamannya . Harun Nasution, Ibid.,
h. 149.
[7] Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran Falsafi Dalam Islam, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1988), h. 110; Harun Nasution, Loc.Cit.
[10] Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu al-Quran / Tafsir, (Jakarta
: Bulan Bintang, 1994), h. 280.
[11] Fakhruddin Faiz, Hermeneutika Qur’ani, Antara Teks, Konteks, dan
Kontekstualisasi, ( Yogyakarta : Qalam, 2002), cet. ke-1, h. 64.
0 komentar:
Post a Comment